"Hazel, berapa lama lagi?" keluh Mindy disusul dengan erangan untuk kesekian kalinya.
"Sedikit lagi, sudah kubilang, 'kan? Tempatnya di puncak bukit." Aku berdecak jengkel.
"Sudahlah Mindy, nikmati saja perjalanannya, pemandangannya bagus," ucap Aldo yang tak henti-henti mengedarkan pandang ke sekitar.
Kami tengah menaiki jalan tanah berbatu yang menanjak untuk menuju peternakan Jerome. Di sekeliling kami tumbuh hamparan rumput, pepohonan dan ilalang serta bunga-bunga liar yang tentu saja jarang terlihat di Zhephys. Apalagi langit jingga keunguan di atas kami sangat cantik.
"Cantik, 'kan? Sebelum tembok perbatasan hancur, pemandangannya lebih indah," kataku diiringi dengan decihan sarkastis.
"Jangan menyindir begitu dong." Mindy berjalan mundur supaya bisa menatapku tajam.
Aku tekekeh. "Perhatikan langkahmu."
Padahal aku bukan menyindir, bukannya memang benar pemandangan di sisi lain tembok perbatasan itu sangat buruk rupa?
"Nah, sudah sampai," kataku bertepatan saat kami sampai di tanah yang permukaannya lumayan datar.
"Bukanya ini... Peternakan?" tanya Aldo menatap ke arah lahan pertanian yang hampir mengering dan beberapa bangunan bersahaja di hadapan kami.
"Ya," kataku.
"Keluargamu seorang petani dan peternak?" tanya Mindy yang mengalihkan pandangan padaku.
"Ini bukan milik keluargaku." Aku tertawa canggung.
"Lho? Terus?" Mindy mengernyit dan menelengkan kepalanya bingung. "Kau rupanya sama saja seperti Aldo, pintar menyembunyikan sesuatu." Dia berdecak kemudian menatapku sengit.
Aku tergelak. "Bukan begitu, ceritanya panjang, nanti saja kuceritakan." Aku melenggang masuk setelah membuka pagar peternakan kemudian melintasi lahan berumput tempat biasanya domba-domba merumput, lalu berbelok ke rumah khusus para pekerja peternakan.
Aku sempat sedikit panik karena dari area depan suasana peternakan ini sangat sepi, ditambah tanaman yang tampak tak terawat. Aku khawatir, jangan-jangan semua penghuni di sini sudah pergi, atau malahan mati karena insiden kembalinya sihir kami kemarin.
Namun kemudian aku menangkap sosok dua orang pemuda-pemudi yang sangat kukenali dan beberapa orang lainnya, yang langsung saja membuat senyumku mengembang dan mempercepat langkah kakiku.
"Nada! Peter!" seruku sambil berlari merentangkan tangan.
Kedua pemuda-pemudi dan rekan-rekan lainnya seketika menoleh ke arahku dengan sudut bibir yang terangkat.
"Hazel!" seru mereka balik.
Aku mencoba berlari secepat mungkin ke arah mereka, kemudian ku peluk tubuh Nada yang kemudian sedikit terpental karena kutubruk.
"Nada..." ucapku penuh syukur dengan nada bergetar karena terharu.
Nada terbatuk dengan sengaja lalu melepaskan tubuhnya dari dekapanku. Setelah itu ia menatapku dan memberi kode dengan lirikan mata ke arah Peter. Aku pun mengikuti arah pandangnya, dan kulihat Peter sedang diam membatu dengan tangan yang terentang tertahan di udara.
Pemuda itu kemudian menurunkan lengannya perlahan dan berbalik dengan kaku ke arahku, mmebuatku bisa melihat wajahnya yang memerah hingga ke telinga.
Apa dia berharap aku memeluknya? Astaga imut sekali.
"Hai... Hazel," sapanya kikuk.
Aku terdiam beberapa saat menatapnya disertai dengan senyuman, sebelum akhirnya mendekap tubuhnya sungguhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Witchnology
FantasyWITCHNOLOGY (SELESAI) [fantasy - adventure - teenfiction] Hidup dikelilingi sihir dan keajaiban bukanlah hal yang menakjubkan lagi bagi Hazel. Itu adalah sebuah penderitaan, karena kenyataannya dia tidak bisa menggunakan sihir di negeri yang hampir...