#26. Andai Malam itu Tidak Hujan

460 31 15
                                    

Kalau bisa setel lagu yang menurut kalian cocok untuk cerita ini, sedih nya gak sedih - sedih amat kok hehe. Tapi kalau bisa setel lagu yang judulnya

Song : Saat Terakhir - ST12 🎶

Happy Reading!!💖

Sudah 3 hari Dirga mengalami masa kritis dan selama 3 hari itu juga belum ada perkembangan tentang pendonor darah buat dirinya.

Dirga masih hanya bisa berbaring menatap langit sore dari kamar jendela, ia tersenyum tipis. Ia rindu dengan suasana diluar, rindu sekolah bukan lebih tepatnya kantin disana banyak makanan kesukaannya, rindu dengan teman sekelas nya yang selalu ribut atau berisik di saat jam kosong, semua ia rindukan, ia ingin bebas, terbang bersama burung yang selalu mengepak sayapnya di langit. Dirga penasaran bagaimana rasanya ya?

Soal tanda tangan kontrak kerja penerbitan? Haikal yang menandatangani nya karena jujur badan Dirga serasa mati gak bisa bergerak sama sekali di tambah pergelangan tangan sebelah kiri nya yang patah.

Sampai saat ini tentang pendonor darah pun masih belum ditemukan, Dirga hanya bisa berbaring menatap langit luar dari jendela dan langit kamar rumah sakit.

Pemandangan diluar pun berubah menjadi gelap pertanda malam akan datang, sudah jam 20.00 WIB.

Semua disana masih setia menunggu hasil nya, tentang pendonor darah. Dirga melihat satu persatu yang hadir di dalamnya, senyum nya terkembang tipis, tipis hingga tak terlihat.

Ia berpikir sejenak, apa yang akan terjadi selanjutnya? Apa akan selalu seperti ini? Menunggu hasil yang tak begitu jelas kabarnya?

Ia melihat kearah Mamahnya yang masih setia berdiri di sebelahnya seraya berdoa buat dirinya, untuk kesembuhan dirinya.

Bukan hanya Mamah, Papah, Bang Mahen dan Bang Rey juga melakukan hal yang sama, berdoa untuk kesembuhan dirinya.

Ia juga melihat kearah Carla, Jeremy dan Janu yang masih berbincang santai dengan pakaian seragam sekolah. Ternyata mereka tidak pulang lebih dulu kerumah, mereka langsung ke rumah sakit.

Carla yang merasa dilihat pun ikut melihat kearah Dirga yang terbaring tak berdaya disana, senyum samar terukir di wajahnya.

Langkah kakinya ia bawa mendekat kearah Dirga, lalu menggenggam tangan itu erat.

"Dirga... Kamu harus sehat, okayy? Kan udah janji sama aku kalau kamu bisa melewati ini semua. Percayalah..." Ujar Carla sambil menenangkan Dirga walaupun di lubuk hati yang paling terdalam ia takut, takut kehilangan untuk kedua kalinya.

Dirga hanya bisa tersenyum tipis saat mendengar itu, "Carla... Selalu bahagia ya, sampai kamu harus menemukan pasangan kamu yang bisa gantiin posisi aku..." Lirihnya dan Carla mengangguk pelan, walaupun ia masih ada rasa tidak rela.

Dirga menatap langit - langit ruangan itu, napasnya seperti tertahan membuat rasa sakit itu timbul, namun ia berusaha menutupi nya supaya tidak ada orang yang membuatnya khawatir.

Matanya kini menatap Jeremy dan Janu yang kini mulai mendekati dirinya, senyum terpancar di wajah Dirga berbanding terbalik dengan Janu yang udah siap memecahkan tangisannya.

Dirga memegang erat tangan Janu berusaha menenangkan, Dirga tau, temannya sekarang kini butuh bantuan, butuh teman bercerita, butuh teman penghibur disaat keluarganya benar - benar hancur.

"Jan..." Panggil Dirga membuat Janu menatapnya dengan mata berkaca - kaca, Janu walaupun di depan orang bisa bersikap dingin dan humoris di waktu bersamaan tapi berbeda kalau dia berada di depan Dirga, sikap nya itu bisa berubah menjadi 90°.

"Kalau keluarga kamu berbuat ulah lagi jangan pernah berpikir buat menyerah untuk hidup ya? Harus cari solusi agar masalahnya cepat selesai, jangan pernah berpikir untuk meninggalkan rumah, bunuh diri atau bunuh orang tua kamu sendiri. Bisa kan, Janu?" Tangisan Janu pecah membuat semua disana menatapnya pilu termasuk Jeremy yang berada di sebelahnya, ucapan Dirga menusuk ke ulu hatinya karena nasib mereka berdua hampir sama.

DIRGANTARA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang