Pukul sudah menunjukkan angka tiga satu dini hari. Mereka kini berada dipos empat. Tidak mengira udara semakin dingin. Apalagi angin kencang membuat mereka bertanya tanya, seperti ada yang aneh dengan cuaca sebelumnya.
"Berangkat sekarang yuk!"
Biru menoleh, mendapati Abi- teman seorganisasinya sudah berjongkok disebelahnya. "Udah nggak sabar gue diriin tenda. Duluan lah, sama cek keadaan diatas dulu."
Biru terdiam. Sebelum akhirnya mengangguk setuju. "Yaudah ayo. Mana yang lain?"
"Noh udah didepan. Ngotot banget pengin cabut," balas Abi menunjuk sekitar lima anak daru regu mereka yang sudah mulai menjinjing tas mereka.
"Terus Pak Zakri?"
"Masih dikamar mandi. Kita duluan aja lah."
"Yaudah ayo."
Biru beranjak diikuti Abi. Sebelum rombongan itu berjalan lebih dulu, Rangga sempat mencegah dan menyuruh regu Biru menunggu regunya. Namun gagal karena regu Rangga banyak yang masih mengantri di toilet.
"Nih gue bikin wedang jahe. Minum dulu gih!"
Awan tersenyum lebar. Benar-benar sahabat penuh pengertian seorang Nata anggara ini. "Baik banget sih lo. Jadi nggak tega gue kalau mau gadein lo."
"Enak aja main gadein orang tamvan kayak gue!"
Awan tidak peduli lagi, memilih menyalurkan hangat dari gelas wedang jahe itu. "Lo masih kuat Wan?"
"Ck, kalau gue nggak kuat mah udah tepar dari tadi kali Nat."
Nata menelisik raut wajah Awan, yang semakin lama semakin jelas jika anak itu terlihat pucat. Ah sial, Nata sama sekali tidak suka dengan mulut Awan yang selalu berbanding terbalik.
"Nggak usah bohong deh! Kita istirahat disini aja dulu ya. Biar mereka aja yang lanjut."
"Ogah! Gue nggak mau nyasar."
"Terserah deh, terserah lo! Kebelet gue, bye!"
"Idih, kok jadi marah nggak jelas. Pake pamit kencing segala kali. Nggak peduli juga gue," monolog Awan menatap heran Nata yang menjauh.
Awan beranjak mendekati Pak Zakri yang sedang berbincang serius dengan penjaga pos. Hingga setelah kabar yang ia terima, matanya menelisik satu persatu teman-temannya yang sibuk dengan kegiatan masing-masing.
"Maaf Pak, sepertinya pendakian tidak bisa dilanjut. Dari yang diprediksi barusan, akan ada hujan badai. Jadi pendakian sampai disini saja. Saya takut jika ada hal yang tidak diinginkan terjadi."
"Astaga, kenapa bisa seperti ini Pak. Bukannya sebelumnya tidak akan ada hujan?"
"Saya juga tidak tahu Pak. Peralihan angin dari arah utara sangat cepat. Sebaiknya anak-anak disuruh masuk ke balai."
Awan terserang panik ketika beberapa temannya tidak terlihat. Hingga langkahnya ia bawa menuju Rangga yang sedang mengotak atik center. "Biru sama regunya kemana? Kok gue nggak lihat mereka?"
Rangga mengerjap berulangkali. Melihat tubuh kurus tinggi didepannya itu dengan tatapan cengo. "Woy! Biru sama regunya kemana?"
"Oh- ekhhmm, bikin kaget aja lo.""Tadi udah naik duluan. Kenapa?"
"Shit!"
Awan tidak peduli dengan Rangga yang meneriakinya. Tapi, lantas menyusul kala Rangga merasa ada yang tidak beres dengan kepanikan Awan.
"Ngga, lo mau kemana?!" teriak Juned.
Rangga menarik jaket Awan hingga membuat sang empu terpaksa menghentikan langkah brutalnya. "Jawab dulu! Ada apa, jangan bikin gue ikut panik bego!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Awan sang Biru✔
Teen Fiction[TAHAP REVISI] "Sebegitu bencinya lo sama gue, Bang?" "Iya. Sampai rasanya gue pengen lo hilang dari pandangan gue." "Kalau bisa mati sekalian." Bagi Awan, Biru adalah sebuah misteri yang harus ia pecahkan. Tapi bagi Biru, Awan adalah jawaban dar...