Dulu, saat pertama kali menjadi siswa SMA Adi Bangsa- banyak dari mereka yang menganggap Awan dan Biru anak kembar. Tidak sedikit dari mereka yang sulit membedakan mana Biru, dan mana Awan. Tapi nyatanya, lambat laun mereka mudah mengenali hanya dari garis wajah yang sangat berbeda. Awan si periang, dan Biru si kutub utara.
Mereka hanya tahu bahwa dua anak itu adalah saudara sekandung, dan juga sikap mereka yang membuat semua orang heran. Layaknya bukan saudara, Biru selalu tak acuh kepada Awan. Sedang yang mereka tahu, Awan selalu merecoki Biru sampai membuat Kakaknya itu naik pitam. Sudah sangat hapal bagaimana tingkah keduanya yang tak pernah akur.
"Laper apa doyan, Ru?" tanya Rangga.
Biru melirik sekilas, tak peduli tatapan Rangga dan Chiko yang menatapnya penuh kernyitan.
"Pelan-pelan aja, Ru. Nggak ada yang minta kok," sahut Chiko.
Biru hanya melirik tajam, tak mengindahkan keheranan dua temannya itu. Bagaimana dia tidak serakus sekarang kalau saja perutnya itu tidak kosong semalaman? Bahkan ia sudah menahan demo para cacing sejak tadi pagi. Ingat bukan, jika Biru tidak pernah sekalipun makan masakan Airin? Jika dia lapar biasanya mengandalkan Go Food atau masak mie instan yang paling mudah.
"Beneran nggak makan semalaman, nih, bocah."
"Gimana sama hasil tes Olimpiade?" tanya Biru setelah menegak habis es teh kesukaan.
"Lah bocah, nggak baca grub lo?"
"Nanti pulang sekolah, Ru," sahut Chiko.
"Oh."
Sepadat padatnya kegiatan Biru sebagai ketua OSIS, dia juga masih sadar bagaimana cara meluangkan waktu mengejar prestasi. Sebenarnya bukan keiinginannya seratus persen mengejar prestasi dibidang akademik, melainkan salah satu tuntutan Sandi yang mengharuskan Biru menjadi siswa yang berprestasi. Selain itu, ia juga memegang kuasa penuh untuk membawa tim basketnya kedalam juara provinsi beberapa minggu lagi.
"Tumben lo exited banget sama Olim ini?"
Biru mengendikkan bahunya. Lantas beranjak dari kursi yang ia tempati, namun belum sempat langkahnya melangkah- netra hitam pekat itu menangkap kericuhan yang tak jauh dari meja mereka. Hingga suara Chiko yang pertama kali membuat mereka sadar akan kericuhan yang sebentar lagi meledak. "Si Odra, Ru! Pisahin cepat! Keburu ketahuan BK."
"Sengaja, ya, lo?!" teriak Nata mencengkram kerah Odra.
"Dia yang nggak lihat! Kenapa malah nyolot ke gue?!"
"Halah! Gue tahu lo sengaja selonjorin kaki, kan?! Nggak usah jadi pengecut!"
Odra tersenyum miring, melirik ke dua temannya yang sudah siap siaga di belakang. Dengan sekali tarik, kedua tangan Nata terlepas dari kerah Odra.
"Lepasin anjing!" Kevin dan Tio menulikan telinga, mencekal kedua tangan Nata semakin erat.
Sedang sepasang netra yang sedari tadi menonton mulai mengembuskan napasnya kasar. Tak lagi peduli dengan seragamnya yang basah juga bagian perut yang perih akibat kuah panas soto yang tumpah, akibat kaki Odra yang seenaknya menjulur ditengah jalan.
"Nggak capek apa lo cari masalah terus sama gue?" ujar Awan lirih, namun penuh penekanan.
Beberapa orang yang menonton sedari tadi mulai was-was ketika Awan maju tepat didepan Odra.
"Sayangnya, enggak tuh. Gimana dong?"
"Ahh iya-"
Odra maju, mendekatkan mulutnya yang tengah meluncurkan kata disamping telinga Awan yang detik itu menegang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Awan sang Biru✔
Teen Fiction[TAHAP REVISI] "Sebegitu bencinya lo sama gue, Bang?" "Iya. Sampai rasanya gue pengen lo hilang dari pandangan gue." "Kalau bisa mati sekalian." Bagi Awan, Biru adalah sebuah misteri yang harus ia pecahkan. Tapi bagi Biru, Awan adalah jawaban dar...