8. Jadian?

4.8K 450 12
                                    

Dukungan kalian sangat berarti untuk seorang penulis maka dari itu jangan lupa vote dan komennya‼️

Tandai kalo ada typo ya

Penuhi kolom komentar yukkk💆

Absen sini🙋

Enjoy guys💓


••|••

Di sinilah Aurel berakhir, di lapangan sekolah yang begitu luas. Menghadap bendara dengan tangan menghormat. Teriknya sinar matahari menyilaukan matanya. Peluh keringat berlomaba-lomba bercucuran di pelipisnya. Tarikan nafas sudah seperti rutinitasnya sekarang. Siasatnya untuk keluar dari perpus ketauan entah gimana caranya tuh guru mengetahuinya. Apes banget Aurel hari ini.

Dirinya terus menggerutu dalam hati.

Sekali lagi Aurel menarik napas panjang lalu menoleh ke samping, menatap datar cowok yang penuh luka di pelipisnya, dan kembali menghadap depan, perlahan ia menghela napas. Dihukum seperti ini bersama dengan musuh rasanya ubun-ubun kepalanya seperti mau meledak saja.

"Gitu aja terus," cibir cowok yang notabenenya musuh Aurel sekaligus cucu pemilik sekolah ini. Raga.

Aurel memanyunkan bibirnya kesal.

"Jangan sok akrab!"

"Aish, panasnya," dumel Aurel. Ia menurunkan tangannya lalu mengibas-ibaskan tepat di wajahnya. Walaupun tidak terlalu berangin.

Terjadi keheningan selama beberapa menit. Aurel menikmati angin sepoi-sepoi yang menyentuh kulitnya, keringatnya menyerap seketika. Tetapi itu tidak berlangsung lama.

Aurel yang tidak tahan dengan kesunyian mencoba buka suara.

"Gue dengar lo berantem sama Zico?" Tanya Aurel setelah berdehem. Kabar mengenai perkelahian antara kedua cowok tersebut tersebar dengan cepat. Padahal keriuhan yang terjadi di kantin tadi sempat memenuhi setiap sudut sekolah. Sudah tidak menjadi rahasia umum lagi Zico merupakan musuh bebuyutan Raga yang sebenarnya di sekolah ini. Apalagi Zico merupakan wakil ketua geng musuhnya.

"Terus?" Balas Raga dengan nada datar tanpa menatap mata lawan bicaranya.

Kepala Aurel menggeleng. "Kalian kalo di luar sekolah berantem juga?"

"Tergantung." Kini mata Raga jatuh ke cewek itu. "Gimana cara mereka ajak duel. Kalo sekedar bullshit doang ogah ngeladeninnya."

"Kebiasaan cowok," sahut Aurel. "Kalian musuhan gitu udah lama?" Sepertinya hanya Aurel yang tidak tahu terlalu banyak mengenai hubungan buruk antara kedua cowok itu. Selama ini, dia hanya mendengar sekilas gosip mereka terus mengabaikannya. Aurel sibuk mengganggu guru bk dan murid lain.

Raga mengangguk. "Dari zaman SMP."

Mulutnya terbuka membentuk o dan mengangguk-angguk. "Kalo enggak salah denger si Zico wakil ketua dari geng sekolah sebelah kan?"

Raga mengangguk kecil sebagai tanggapannya.

"Apa ya nama geng mereka?" gumam Aurel tampak berpikir, mencoba mengingat-ingat nama geng itu.

"Wolf."

Dari situ terjadi percakapan antara Aurel dan Raga. Aurel terus memberi pertanyaan tentang kedua geng yang sudah bermusuhan sejak lama, sedangkan Raga memberi jawaban, tidak menambah-nambahkan cerita.

Namun, tak sengaja mata gadis petakilan itu melihat perawakan seorang lelaki yang sangat familiar di lorong depan lapangan. Aurel memicingkan matanya, memastikan kalau lelaki itu  adalah Gara, lalu senyumannya mengembang  begitu lebar. 

"OM!" 

Raga terkejut mendengar teriakan gadis di sampingnya, membuat telinganya berdenging kesakitan. Dia menolehkan kepalanya dan keningnya berkerut.

"Lo manggil siapa sih?" 

Aurel menunjukkan orang di depan sana menggunakan dagunya, membuat Raga mengikuti arah pandangannya. 

"Hah?!" Raga membeo tidak paham. "Itu om lo darimananya?" tanya Raga bingung karena orang yang ditunjuk Aurel adalah abangnya--- Gara. So, darimana hubungannya?

Aurel menggeleng kepala. 

Dapat Raga lihat senyum gadis itu tidak memundar, mata Aurel terus terfokus pada Gara. Raga menyinggungkan senyum miringnya, mengerti senyuman yang tercipta di wajah Aurel. Gadis petakilan itu salah memilih target untuk dijadikan objek mainannya. Gara mau digombalin? Hah, Aurel tidak akan berhasil. 

Di seberang sana, Gara menghentikan langkahnya ketika mendapatkan suara cempreng yang dia yakini milik gadis centil. Dia menoleh. Yup, di sana ada Aurel yang sedang tersenyum padanya. Dia memandang kesal, kenapa harus bertemu gadis centil itu lagi? Namun, ada sesuatu yang mengganggu pandangannya ketika matanya bergerak ke samping. Ada Raga berdiri di samping Aurel. 

"Om." Aurel kembali memanggil Gara seraya melambai-lambaikan tangan, memberi isyarat pada cowok itu untuk datang datang. Aurel semakin mengembangkan senyumnya saat Gara melangkahkan kakinya. Tumben sekali cowok itu mengindahkan perkataannya. 

Aurel menaik-turunkan kedua alisnya. "Hai, beb," sapa Aurel saat Gara sudah berada di hadapannya dan mengabaikan cowok yang sedang terkekeh di sampingnya.  "Tumben banget? Kangen sama gue ya?" Aurel menarik sudut bibirnya. 

Gara menghela nafas kasar. "Gak usah pede jadi orang!"

"Idihhh, siapa yang pede. Om kalo rindu bilang aja, gak usah malu-malu," ujar Aurel semakin membuat Gara muak padanya.

"Dia emang gak ada niatan sama gak ada waktu buat ngerinduin lo," sahut Raga.

Aurel menoleh ke samping dan menampilkan wajah kesal pada Raga. "Diam. Lo jangan ganggu orang lagi pdkt-an!" hardiknya.

Raga merotasikan matanya. "Dia nggak ada niatan buat pdkt-an sama lo."

"Sotoy! Tau darimana lo?"

"Noh, liat mukanya," jawab Raga sambil menunjuk orang di hadapan mereka menggunakan dagunya.

Aurel mengalihkan pandangannya ke Gara yang menunjukkan ekspresi datar, membuat dirinya berdecak dalam hati. Cowok itu seperti tidak ingin melihatnya. Kedua alis Aurel tertekuk, memperhatikan kedua cowok itu saling adu tatapan. 

Aurel mendelik, tersentak melihat Gara menyimpulkan senyum tipis pada Raga ketika Raga mengedip mata. Gay. Satu kata yang terllintas di kepala gadis centil itu. Aurel menggelengkan kepala cepat, menghenyakan pikiran itu. Tidak, Gara, cowok itu tidak boleh jatuh dalam  pelukan orang lain, walaupun cowok itu gay sekalipun, Aurel tetap akan menarik cowok itu ke dalam hidupnya. Gara hanya boleh jatuh dalam pelukannya. 

"Om, jangan lupa kita udah jadian ya!" teriak Aurel tidak terima Raga mendapatkan senyum tipis dari Gara, sedangkan dia tidak pernah mendapatkannya. Gara terlalu pelit padanya padahal sama calon istri sendiri. 

"Aurel," panggil seorang guru geleng-geleng kepala datang dari belakang, seraya menggendong buku tebal di tangannya. Membuat kedua murid itu menoleh ke belakang secara bersamaan. "Ikut bu ke ruang bk," titahnya. 

Dengan pergerakan malas Aurel mengekori guru itu sambil bergerutu dalam hatinya. Mood-nya sedang tidak baik hari ini.

Raga yang masih berdiri di tempatnya, memandangi gadis petakilan itu. Sebelah sudut bibirnya naik. "Jadian? Hah!" Raga tertawa mengejak mendengar perkataan Aurel yang asal ceplos saja. Tidak mudah menaklukan hati Gara.  Aurel tidak akan pernah bisa melakukannya. Raga sangat yakin  dengan itu.

••|••

Maaf guys baru upload sekarang:[udah dua bulan gak buka wattpad huhu... kalian masih pada nungguin ya cerita ini?

dukung cerita Sagara ya melalui komen, vote, dan share  cerita ini yaaa

Spam komen yuk, next!!!

See you👋

Terimakasih atas waktunya✨

Bertanda
14metanoia

SAGARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang