“Gue tau cewek gue cantik tapi gak usah diliatin terus.” Luca menyeletuk rendah dengan tiba-tiba, membuat yang lainnya menoleh padanya. Meraih tangan Aurel. Dia mengecup-ecupi punggung tangan Aurel dengan lembut. Menandai kepemilikannya.
Teman-temannya sudah terbiasa melihat pandangan seperti itu, karena dengan begitu itu Luca bisa mengekspresikan perasaannya.
“Sorry,” ucap Altair cengengesan, tanpa rasa bersalah.
Azka menggeplak sisi tubuh Altair. “Ingat, punya teman lo tuh!”
Altair mengangguk-angguk. “Gak sengaja,” sahut Altair. “Gue cuma penasaran kenapa lo milih cewek yang beda jauh dari tipe lo sebelumnya?”
“Tipe yang kek mana?” tanya Aurel penasaran.
“Yang hot hot.” Leo menjawab pertanyaan Aurel dengan sedikit dramatis. “Sedangkan lo, imut-imut,” lanjutnya.
Aurel menggembungkan pipinya, mengerti kalimat yang tidak langsung mengatakannya seperti anak kecil.
“Gue pindah haluan,” jawab Luca enteng. “Gue baru nyadar ternyata lebih menggoda yang bentukannya begini.”
“Imut-imut menggemaskan maksudnya.” Luca memperjelas ucapannya yang ambigu ketika melihat mata teman-temannya membulat. Yang lainnya pada manggut-manggut setelahnya.
Aurel memeluk lengan kekar Luca, dan menyadarkan kepalanya di sana. “Dan lo tipe gue banget. Seksi and gentleman,” ujar Aurel menatap lembut lelaki di sampingnya.
Naura menyemburkan minuman dalam mulutnya mendengar itu. Astaga, sepertinya Aurel benar-benar berniat membuat Gara cemburu.
“Pelan-pelan minumnya,” ujar Leo sembari memberi tisu, sontak langsung disambar Naura. Naura mengelap mulutnya yang basah dengan pelan-pelan sembari melirik ke Aurel.
“Lo ngajak gue di waktu yang tepat disaat gue lagi butuh hal yang bisa ngubah mood gue selama lima hari ini. Bayangin aja dalam lima hari gue ngurung diri dalam kamar,” curhat Aurel sesekali melirik pada lelaki yang sejak tadi tidak mengangkat pandangannya dari piring. Aurel berdecak kesal dalam hati. Dasar lelaki matang satu ini. Dengan apa lagi Aurel lakukan agar bisa mengalihkan pandangan sang pujaan hati dari piring sialan itu?
“Thank you baby,” ucap Aurel tersenyum dengan manis, kembali menyadarkan kepalanya tetapi matanya tertuju pada Gara. Aurel tersentak kaget, sontak membuang muka karena lelaki itu melirik sangat tajam padanya. Menyeramkan.
Naura cekikikan, dengan masih membersihkan sekitar mulutnya. Dia berusaha untuk tidak mengeluarkan tawanya. Aurel, benar-benar dah tuh bocah ingusan.
“Kenapa lo badmood? Gak bosan ngurung diri dalam kamar? Lima hari lagi tuh,” celetuk Leo.
“Yang mau gimana gak bosan kalau dah badmood,” jawab Aurel mengedikan bahu. “Gue gak ada semangatnya ngapain-ngapain cuma karena bentakan cowok,” lanjut Aurel datar. Kembali melirik si pelaku melalui ekor matanya.
“Cowok bodoh mana yang tega bentak orang seimut lo? Kasih tau gue, biar gue geplak kepalanya,” ujar Leo sok jadi pahlawan. “Beraninya ngomong kasar sama cewek,” dumelnya.
Aurel menjauhkan tangannya dari lengan kekar Luca, lalu menunjuk si pelaku dengan polosnya. Membuat yang lainnya mengikuti kemana jari itu menunjuk. Dan bisa dibayangkan bagaimana ekspresi mereka. Antara terkejut dan tak percaya.
“Gara?” tanya Azka memastikan. Gara membentak seorang perempuan? Walaupun Gara tidak akrab dengan perempuan asing tidak mungkin berkata kasar, kecuali perempuan itu melewati batas.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGARA
Ficção Adolescente"Aku tunggu kamu sampai beranjak dewasa, my little girl." ~Sagara Alexander Pratama. ••••• "Eum... Nama gue? Hmm... Gimana kalau panggil sayang aja biar om bisa ingat terus sama gue." ~Rosalind Aurellia Daisha. ••••• Yuk, langsung baca dan jangan lu...