Alex melangkahkan kakinya ke luar dengan satu tangannya menenteng tas kerja dan tangan yang lainnya merapikan dasi yang miring. Berada di ambang pintu, Alex tidak mendapatkan putrinya lagi, mungkin sedang makan. Maka dari itu Alex menutup pintu saat sudah berada di luar. Bertepatan dengan membalikkan tubuh, senyum lebar terbit di bibirnya. Dia maju beberapa langkah untuk melihat dengan jelas di depan sana.
“Liat,” celetuk Alex melihat sebuah mobil yang terparkir di halaman rumahnya. Alex geleng-geleng kepala, menyayangkan tolakan putrinya. “Kalau aja kamu gak nolak ajakan Papi tadi kamu bisa semobil sama–”
Kalimat Alex menghilang di udara ketika seorang lelaki keluar dari mobil, berdiri begitu gagahnya. Aura matang lelaki itu sangat jelas terpancar apalagi bersetelan kemeja dibalut jas. Refleks, Alex membalas senyum pemuda itu. Alex menghampiri pemuda itu.
“Kamu selalu tepat waktu,” ujar Alex menepuk-nepuk pundak saat berdiri di depan Gara. “Bahkan lebih awal dari perjanjian.” Alex tersenyum bangga, sangat menyukai kedisiplinan dan etos kerja Gara.
Mengenai Gara yang berada di pekarangan rumah, Alex yang menyuruhnya agar bisa berdiskusi sebentar mengenai proyek yang akan dipresentasikan bersama rekan lainnya. Awalnya Gara memang menolak dan sudah pasti alasannya karena gadis yang sedang dihindari, tetapi Alex berkata kalau Aurel tidak akan keluar dari kamarnya sebelum jam tujuh. Namun, siapa sangka Aurel bangun lebih awal.
Gara mengulas senyum.
“Saya senang banget kalau kamu yang jadi suami dari putri saya.” Alex bergumam sebelum masuk ke dalam mobil, disusul oleh Gara.
Ketika supir mengendarai mobilnya menuju kantor, kening Alex berkerut, merasakan sesuatu yang janggal dari balik tasnya. Di sepersekian detiknya, dia menepuk kening, mengingat pesan sang putrinya– bekal.
Buru-buru Alex mengeluarkan bekal dari tasnya, mampu menarik perhatian Gara yang baru saja mengeluarkan laptop.
“Paman, sarapan aja dulu, kita diskusi nanti,” ujar Gara penuh perhatian, membiarkan laptop tetap tertutup agar tidak mengganggu Alex makan.
Alex menggeleng kepala. “Paman udah makan, bekal ini buat kamu,” sahut Alex mengulurkan bekal tersebut. “Aurel yang buat.”
Alex tau jika dia tidak memberitahu siapa yang membuatnya, Gara pasti menerima bekal itu. Namun, Alex tidak ingin pemuda itu menerimanya karena dia, bukan Aurel.
“Jangan ditolak,” ujar Alex. “Aurel yang biasanya bangun lama, tadi dia harus bangun subuh-subuh sekali cuma ingin masakin kamu ini.” Alex meraih tangan Gara untuk mengambil bekal hasil masakan putrinya.
“Jadi jangan ditolak, gapapa kamu makan sesuap, itu udah bayar kerja kerasnya.” Alex melanjutkannya. Menatap kediaman Gara yang mengamati bekal tersebut.
Alex mengulas senyum tipis melihat Gara ragu-ragu membuka bekal, sebelum berkata, “Walaupun hanya nasgor biasa, tapi ini first time dia masak.”
Gara tampak terkejut mendengarnya, tentunya tanpa Alex tahu. Lalu, dengan sisa-sisa keterkejutannya Gara menyuapi nasi goreng ke mulutnya sebelum mengamati masakan gadis centil itu.
Alex tersenyum. “Gimana?” tanya Alex walaupun tau bagaimana rasa dari masakan itu.
“Enak,” jawab Gara pelan tapi masih bisa terdengar oleh Alex yang semakin melebarkan senyumnya. “Tapi saya gak bisa habisin ini karena sudah sarapan tadi,” lanjut Gara menoleh ke samping.
Alex menggeleng, “Gapapa, sesuap aja udah lebih dari cukup. Kamu simpan aja, mana tau kamu lapar tiba-tiba nantinya.”
🍭🍭🍭
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGARA
Teen Fiction"Aku tunggu kamu sampai beranjak dewasa, my little girl." ~Sagara Alexander Pratama. ••••• "Eum... Nama gue? Hmm... Gimana kalau panggil sayang aja biar om bisa ingat terus sama gue." ~Rosalind Aurellia Daisha. ••••• Yuk, langsung baca dan jangan lu...