18. Pesan dari Sang Mama

1.6K 202 34
                                    

Sara menggeleng. “Bukan, Tante cuma gak mau kamu kamu merasa sakit hati karena diabaikan terus sama Gara,” ujar Sara mengelus kepala Aurel. Sara mengatakan itu karena teringat dengan Ayana, mama dari gadis di sampingnya, yang selalu mengejar-ngejar Alex tanpa kenal rasa lelah dan sakit. Ayana selalu mengabaikan hatinya yang merasa nyeri tiap kali Alex mengabaikannya, bahkan saat Alex punya pacar walaupun bohongan.

Seandainya kisah itu terjadi Sara akan merasa sangat sedih kalau Aurel, anak gadis sahabatnya, akan diperlakukan dengan buruk oleh anaknya sendiri– Gara.

“Tante tenang aja, Aurel yakin gak lama lagi dia kepincut sama Aurel.” Gadis petakilan itu memberi senyum terbaiknya, memberitahu Sara bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Sara mengulas senyumnya. “Kalo anak Tante nyakitin kamu, bilang sama Tante ya.”

“Aurel janji,” sahut Aurel mengangguk-angguk. “Anak Tante gantengnya kebangetan,” lanjutnya saat melihat Gara sudah kembali dengan membawa piring berisi mangga yang sudah dipotong-potong.

Sara mengalihkan pandangannya pada Gara, lalu tertawa kecil. Aurel sangat terang-terangan memuji Gara di depan orangnya sendiri.

Thank you, baby,” ucap Aurel mencomot mangga.

Gara berdecak kesal. Lagi, gadis centil itu memanggilnya dengan sebutan yang mengusik telinganya.

“Kamu ngapain manggil dia baby, yang udah tua gini?” ujar Sara tersenyum melihat putranya yang sedang mengunyah mangga. “Seharusnya dia yang manggil kamu baby,” lanjutnya.

Aurel mengedikan bahu. “Ya, pengennya sih gitu tapi cowok di depan keknya ogah manggil baby ke Aurel.” Aurel menatap Gara dengan senyum yang sedikit dipaksa. “Ya kan, baby?”

“Stop manggil baby-baby!” hardik Gara yang sejak tadi hanya diam mendengar kicauan gadis centil itu.

Aurel menggeleng-gelengkan kepala. “Gak mau,” tolaknya. “Aurel nggak akan berhenti manggil dia baby sampai telinganya panas dengerinnya. Sebelum dia mau manggil Aurel baby," adu Aurel pada Sara. Kemudian menatap wajah tampan Gara, kedua alis Aurel naik-turun.

Sara tercengang. Melihat Aurel yang dalam mode begini, mengingatkan Sara pada Ayana. Aurel dan Ayana sangat mirip. Bahkan Sara bisa melihat Ayana pada gadis di sampingnya, tidak hanya wajah mereka yang mirip tapi juga dari gaya bicara.

Benar-benar titisan Ayana.

“Jangan harap!” sahut Gara datar.

“Oke, baby,” ujar Aurel dengan sengaja menekankan kata terakhirnya agar Gara terganggu. Kemudian ia menolehkan wajahnya pada Sara. “Anak Tante keras kepala banget, nurun dari siapa sih?”

“Ayahnya,” jawab Sara.

“Ayah mertua?” Aurel kembali menatap Gara, mengamati tiap inci wajah lelaki itu. Apakah ketampanan lelaki itu juga nurun dari sang ayah? Setampan apa calon mertuanya itu?

“Ayah mertua gak ada di sini ya?” tanya Aurel mengabaikan tatapan tajam Gara. “Aurel belum pernah liat ayah mertua, bahkan di reunian hari itu gak datang.”

Aurel menatap bergantian mama-anak itu.

Sara mengelus rambut panjang Aurel. “Kamu pengen banget ketemu sama ayahnya Gara?” Aurel mengangguk. “Sayangnya ayah Gara gak di sini.”

“Lagi kerja ya?”

Sara mengangguk kecil.

“Aurel pengen banget ketemu calon ayah mertua, pengen liat lebih tampan yang mana. Menurut Tante siapa lebih tampan?”

SAGARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang