Hening. Itu hal yang mendeskripsikan suasana di halaman belakang sekolah. Hanya terdengar suara sayup-sayup
semilir angin, bak lagu pengantar tidur. Membuat seorang siswi cantik kembali menutup matanya, terlena oleh kenyamanan di sana.Gadis petakilan itu memilih berteduh di bawah pohon, dengan posisi berselonjoran. Hanya dengan hitungan menit saja kantuk melanda Aurel. Gadis petakilan itu menunggu-nunggu rival-nya datang, berharap pesan Lyra dibaca oleh cowok itu. Dia menyuruh Lyra untuk mengechat Raga untuk menemuinya di halaman belakang sekolah. Aurel tidak memiliki nomor cowok itu –juga malas menghubungi cowok itu karena Aurel sudah terbiasa hanya menunggu cowok-cowok menghubunginya duluan.
Masalah kenapa Aurel memilih pindah tempat, itu karena Aurel tau ada orang yang mengintai mereka nanti di lapangan basket. Kali ini Aurel tidak ingin direcoki oleh siapapun, tidak seperti sebelum-sebelumnya Aurel membiarkan gosip bahkan dengan sengaja menaikkan gosip itu. Misalnya, pada hari dimana ketua OSIS menembaknya tetapi Aurel malah menolaknya, lebih tepatnya menarik ulur perasaan cowok itu sekaligus menikmati reaksi yang lainnya. Setelah itu Aurel bersama dengan ketua klub basket. Dari situ teman-teman sekelasnya, bahkan murid lainnya selalu mencerca pertanyaan yang sama sampai gosip itu benar-benar surut. Katakan saja Aurel redflag. Dan itu kenyataannya.
Sudah dibilang Aurel menganggap dirinya sebagai artis di sekolah. Mereka selalu saja penasaran dengan siapa berikutnya Aurel memiliki hubungan. Aurel bahkan bingung, seperti sebegitu pentingnya kah itu bagi mereka?
Aurel hampir saja masuk ke dalam mimpinya sebelum suara langkah kaki terdengar dan aroma parfum musk memenuhi indra penciumannya. Dengan wajah yang masih mengantuk Aurel membawa pandangannya pada orang itu. Tubuh tegap itu menutup, hingga menghalangi Aurel mengenai cahaya matahari.
“Kenapa lo manggil gue?”
Aurel langsung disambut dengan pertanyaan bernada rendah dan tatapan dingin, mengingatkan Aurel pada sang pujaan hatinya. Gadis petakilan tersebut sontak bangun dari duduknya.
“Gue kira lo gak datang,” gumam Aurel sembari membersihkan rok bagian belakang. “Gue mau lo bereskan gosip sialan itu,” ujar Aurel to the point. Namun melihat ekspresi Raga yang teramat santai, seperti tidak tau apa-apa, atau sebenarnya tidak peduli. Membuat Aurel menaikkan sebelah alisnya. “Tunggu, jangan bilang lo gak tau?” tanya Aurel.
Raga mengangguk teramat santai, lalu memasukkan kedua tangannya dalam saku celana. “Gue baru dapat kabar dari Tio,” sahutnya.
“Bagus, gue mau lo bereskan gosip kita.” Aurel kembali mengulangi ucapannya.
Raga mengernyitkan keningnya sebelum menyahut, “Kenapa? Bukannya lo selalu abaikan gosip tentang lo? Terus sekarang kenapa lo mau gue bereskan gosip itu?”
Aurel mendengkus. “Gue lagi gak pengen direcoki sama mereka.” Lagian, Aurel tidak suka digosipin sama Raga, apalagi isi gosipnya mereka seolah terlibat perasaan. Melihat cowok itu saja selalu berhasil menaikkan kekesalan Aurel.
Aurel melupakan momen-momen mereka beberapa hari terakhir, walaupun ada pertengkaran kecil di dalamnya.
“Ya itu urusan lo,” ujar Raga memiringkan kepalanya. “Bukan urusan gue.”
“Ya, tau itu urusan gue tapi gosip sialan itu ada gue sama lo di dalamnya, dan gue gak suka,” ujar Aurel jujur. Setelah mengatakan demikian Aurel menelisik ekspresi Raga, apakah cowok itu tersinggung? Aurel tidak mendapatkan ekspresi apa-apa di wajah ganteng cowok itu. Datar dan tenang.
“Jujur ekspresi lo kek gitu ngingetin gue sama seseorang,” celetuk Aurel terdengar sedikit kesal. Pada detik berikutnya Aurel menggeleng-geleng kepala, mencoba menghapus jejak Gara dalam kepalanya. Bahkan saat mendapat penolakan yang kesekian kalinya Aurel tetap kepikiran sama sang pujaan hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGARA
Teen Fiction"Aku tunggu kamu sampai beranjak dewasa, my little girl." ~Sagara Alexander Pratama. ••••• "Eum... Nama gue? Hmm... Gimana kalau panggil sayang aja biar om bisa ingat terus sama gue." ~Rosalind Aurellia Daisha. ••••• Yuk, langsung baca dan jangan lu...