Dengan wajah yang masih tertekuk, Aurel menapaki kakinya ke pekarangan rumah bernuansa klasik elegan tersebut. Aurel tidak memandangi keindahan halaman yang dihiasi berbagai pohon dan tanaman yang banyak disukainya. Aurel dan Raga adu mulut walaupun sebentar tetapi mampu menarik perhatian para pelanggan kafe, termasuk Aditya yang merasa tak asing dengan suara cempreng Aurel. Aditya bergegas saat mengarahkan pandangannya pada sumber keributan tersebut, ada Aurel di sana. Aditya langsung menarik mundur Aurel, membawa Aurel keluar. Setelah menenangkan gadis itu dalam mobil, Aditya kembali masuk ke kafe membayar pesanan mereka dan membawa barang-barang Aurel. Walaupun mereka berjalan-jalan ke mall, tetap saja mood Aurel lagi buruk.
Aurel menunduk dan mengambil kerikil. Tangannya meremas kuat kerikil tersebut lalu melempar ke sembarang arah, menyalurkan kekesalannya yang tak kunjung reda. Aurel benar-benar tidak suka dengan Raga, yang sangat kasar itu. Tidak bisakah cowok itu berlaku lembut? Ck, menyebalkan!
Umpatan Aurel pada Raga hanya sampai di ujung lidahnya karena sosok lelaki tampan menjulang tinggi berdiri di hadapannya. Karena kekesalannya yang sampai di ubun-ubun, Aurel tidak sadar sudah berada di kediaman keluarga cowok pujaan hatinya, bahkan tidak sadar sudah berdiri di depan pintu.
Dengan berdirinya Gara di hadapannya membuat kekesalan Aurel mereda saat menatap lelaki yang ketampanannya di luar nalar itu di hadapannya. Walaupun raut tidak suka sangat jelas terpancar di wajah tampan itu.
"Hai, baby," sapa Aurel melambaikan tangan, tidak ketinggalan menunjukkan senyum cantiknya.
Gara berdecak. "Saya sudah dewasa," jawab Gara tak suka dengan panggilan gadis itu. Apa gadis itu lupa dengan panggilan om itu sampai-sampai memanggilnya dengan baby?
Mendengar itu, Aurel tertawa. "Yeah, i know. I just wanna call you baby. Panggilan sayang untuk om," jelas Aurel mengedipkan mata.
Benar-benar centil.
Tidak ingin mendengar hal yang terdengar lebay keluar dari mulut Aurel, Gara kembali melanjutkan jalannya keluar yang sempat terhenti karena kemunculan Aurel saat membuka pintu. Ada pesanan sang mama yang tertinggal dalam mobil.
Namun keinginan Gara harus terpendam karena Aurel mengikutinya dari belakang. Gara diam-diam mengambil nafas panjang, dia sudah tau gadis itu akan merecokinya kembali. Jika dia melarang Aurel, tentu saja tidak akan diindahkan gadis itu.
"Om keliatan ganteng banget kalo pake kaos beginian," puji Aurel menelisik penampilan Gara dari bawah sampai atas, yang tidak seperti biasanya mereka bertemu. Biasanya Aurel hanya bisa melihat Gara menggunakan kemeja. Kemudian pandangannya naik, menatap wajah Gara.
Gara terlihat fresh kalau menggunakan kaos polos hitam, menampakkan otot-otot lengannya, yang menjadi objek pandangan Aurel sejak tadi.
Gara tidak menyahuti pujian gadis di sampingnya.
"Ini pertama kalinya gue liat otot lengan om, kekar banget," lanjut Aurel membuat Gara melebarkan langkahnya. Aurel mengulas senyum lebar, sangat menyenangkan menjahili lelaki itu.
Aurel berlari kecil mengejar Gara yang sudah berhenti di samping mobil. Aurel mengintip benda apa yang mau diambil lelaki itu, walau usahanya sia-sia karena tubuhnya yang kecil terhalang oleh punggung lebar Gara. Membuat Aurel menghela nafas lalu mundur selangkah. Pipinya menggembung.
Setelah mendapatkan plastik berwarna hitam, Gara berbalik badan. Dia tersentak kaget mendapatkan Aurel yang berdiri di depannya dengan jarak yang sangat dekat. "Kamu ngapain sih diri di situ?" geram Gara pindah tempat. Kemudian menutup pintu mobilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGARA
Roman pour Adolescents"Aku tunggu kamu sampai beranjak dewasa, my little girl." ~Sagara Alexander Pratama. ••••• "Eum... Nama gue? Hmm... Gimana kalau panggil sayang aja biar om bisa ingat terus sama gue." ~Rosalind Aurellia Daisha. ••••• Yuk, langsung baca dan jangan lu...