32. Love or Obsession

1K 52 20
                                    

Seorang lelaki yang masih dengan setelan kantornya berjalan memasuki sebuah butik. Dia menyapu pandangannya ke segala arah, mencari seseorang. Namun, yang dia dapatkan semua mata tertuju kepadanya. Mereka melayangkan tatapan kagum akan ketampanan lelaki itu dengan terang-terangan.

“Itu bukan sih anak bu Sara?” tanya seorang pekerja perempuan baru– Salsa

Tania, pegawai lama, mengangguk beberapa kali. “Ganteng, ya?”

“Inimah bukan ganteng lagi tapi ganteng banget,” pekik Salsa tertahan.

Namun, Gara hanya menganggap angin lalu saja. Gara mengulas senyum tipis saat melihat sang mama berada di meja pojok ruangan. Dia melangkahkan kakinya cepat, mengabaikan pujian yang terlontar dari mulut pelanggan maupun pekerja lainnya.

“Bu, anak anda ganteng banget,” puji Maya terang-terangan, klien Sara yang sedang berkonsultasi mengenai gaun pengantin. Sehingga sang calon suami menyikut lengannya.

“Maaf sayang,” Maya cengengesan, memeluk lengan calon suaminya.

Sara hanya tersenyum simpul melihat pasangan tersebut. Kemudian Sara pamit sebentar, berjalan mendekati anaknya sembari membawa sesuatu. “Mama udah bilang ke bibi untuk bantu pekerjaan mama yang satu ini. Kamu tinggal kasih ini ke bibi, nanti mama kemalaman pulangnya nanggung pekerjaan di sini,” ujar Sara menyerahkan totebag berisi kain dan beberapa pola baju.

Gara mengangguk patuh.

Thank you, sayang,” ucap Sara mengecup dalam-dalam kening putra satu-satunya itu. “Kamu hati-hati di jalan. Jangan ngebut-ngebut!” peringat Sara karena tau putranya masih sering mengebut ketika berkendara. Kebiasaan Gara yang terbawa semenjak sekolah menengah atas hingga sekarang.

Kembali, Gara mengangguk patuh. Hanya sebentar berkunjung, Gara beranjak dari sana.

“Bu, kita ada punya teman siapa tau anak anda mau kenalan,” cetus Maya dengan wajah sumringah saat Sara kembali duduk.

Sara menggeleng kecil. “Gak bisa, dia udah punya calon.”

“Oh udah punya ya?” balas Maya menutup mulutnya menggunakan satu tangan. “Beruntung banget ceweknya bisa dapat cowok ganteng kaya anak anda. Btw, kapan pernikahannya? Kita mau datang juga.”

“Kita belum kepikiran ke sana. Mungkin masih lama kali karena calonnya masih sekolah. Kita, orangtua, rencananya mau mereka tunangan dulu setelah perempuannya lulus,” ucap Sara sembari senyum-senyum membayangkan putranya menikah dengan calon pilihannya– Aurel. Semoga saja apa yang diucapkannya menjadi kenyataan, dan prosesnya lancar. Sara sangat mengharapkannya.

🍭🍭🍭

Entah yang ke berapa kali Gara menghela nafas kasar. Gara enggan menggerakkan kakinya sejak tadi. Dia hanya bisa mematung  menatap seseorang duduk di ruang tengah, menunjukkan senyum yang tidak membuat orang lain tersenyum saat melihatnya. Senyum yang menyebalkan. Sebegitu banyaknya kenalan kenapa mesti orang itu yang bertamu di rumah yang  segede ini. Pada malam hari pula.

Gara kembali mendengkus. Bertepatan dengan itu seorang perempuan baya datang dari arah lain.

“Kamu udah lama datang?” tanya bibi Echa langsung meraih totebag saat Gara menyerahkan. “Kamu kok gak bilang sama bibi calon kamu secantik itu,” goda bibi Echa menoleh ke belakang, melihat Aurel sejenak. Bibi Echa yang tidak tau menahu karena baru balik dari kampung halaman, terkejut saat gadis itu memperkenalkan diri sebagai calon istri dari Gara.

“Bukan calon Gara, ngaku-ngaku dia,” tukas Gara dengan nada tak suka. “Dia cuma anak teman mama sekaligus anak rekan kerja ayah.”

“Oh ya? Kok kalian keliatan serasi?” ujar perempuan paruh baya tersebut sembari menatap bergantian pada Aurel yang tersenyum, lalu kembali pada Gara.

SAGARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang