Halo
Alex keluar dari ruangan meeting setelah berpisah dengan rekannya. Dia menelusuri lorong menuju ruangannya yang tak jauh dari sini, seraya membaca singkat kembali materi presentasi tadi.
Kepalanya menengadah, pupilnya melebar seketika melihat pintu ruangan kerjanya terbuka dari jarak dekat. Dia melajukan kecepatan jalannya. Hal pertama yang ia lihat adalah putrinya duduk dengan anteng di sofa. Tumben sekali tidak ngoceh-ngoceh.
"Papi kiraan siapa yang masuk ngasal gak nutup pintu," ucap Alex melangkahkan kaki ke mejanya, meletakkan dokumennya di meja. "Tumben sekali kamu diam gitu? Dan... lemas?"
Alex langsung berlari ke putrinya. "Gak panas," kata Alex seraya memeriksa suhu tubuh sang putri sematang wayangnya.
"Kamu pusing?" Alex memijat kepala Aurel dengan lembut.
"Papi," panggil Aurel masih mematung.
Alex menurunkan tangannya. "Iya?"
"Aurel gak demam atau pusing, cuma kena shock attack," Aurel menaikkan kepalanya, menatap Alex dengan kesadaran yang tak sepenuhnya sadar.
Kening Alex mengerut, bingung. "Shock attack? Emang ada? Bukannya panic attack?"
"Ada, Aurel yang buat."
Alex tertawa kecil. Ada-ada saja anak gadisnya ini. "Terserah kamu. Terus kenapa kamu shock sampe lemas gini?"
"Aurel gak mau kasih tau," ujar Aurel geleng-geleng kepala. "Mikirin aja buat Aurel lemas apalagi cerita, makin lemas nih badan." Bahu gadis petakilan itu turun.
"Kasih tau dong, apa yang bisa buat kamu lemas dan gak ngoceh-ngoceh kek gini?" tanya Alex penasaran. "Biar itu bisa papi jadikan kartu as kalo kamu gak bisa dibilangin dan larang perintah papi."
Aurel melotot. "Maksudnya papi nyuruh orang itu buat-" Aurel menutup mulutnya dengan kedua tangan, tidak sanggup melanjutkan kata berikutnya.
Alex mengangguk cepat.
"NO!" tegas Aurel membuat lelaki paruh baya di depannya terkejut. Yang ada gue langgar tiap larangan papi, ini mah enakan di gue, pekik Aurel dalam hati.
"Gak usah teriak-teriak! Kamu ngagetin papi aja," decak Alex mengelus dada. "Oh iya, kenapa dia nggak datang?" Dia sampai lupa ada seseorang yang harus ia temui.
Aurel mengarahkan pandangannya pada Alex yang berjalan ke kursi kebesarannya seraya menelepon seseorang. " Siapa Pi?"
"Calon mantu," jawab Alex menampilkan senyum lebarnya.
Mendengar sebutan sang papi pada pujaan hati membuat jantung Aurel kembali berdebar tak karuan. Apalagi kejadian romantis dan tak baik buat jantungnya tadi kembali terlintas di kepalanya. Aurel menggeleng-gelengkan kepala, mencoba menghilangkan memori tersebut tapi tidak bisa.
Sontak Aurel berdiri, berlari keluar begitu saja membuat Alex kembali terkejut dengan tingkahnya yang sangat aneh hari ini.
"Kenapa lagi nih orang?" gumam Alex geleng-geleng kepala. “Kamu jangan pulang duluan.”
Begitu keluar dari ruangan itu Aurel meraung-raung kecil, kedua tangannya menutup wajahnya yang sudah dipastikan memerah.
“Mami,” teriak Aurel berlari-lari kecil tak tau arah, yang terpenting memori ini harus menghilang dari kepalanya, setidaknya untuk sementara waktu. Sehingga gadis petakilan itu tidak menyadari bahwa ada seseorang yang mendengar dari balik dinding.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGARA
Teen Fiction"Aku tunggu kamu sampai beranjak dewasa, my little girl." ~Sagara Alexander Pratama. ••••• "Eum... Nama gue? Hmm... Gimana kalau panggil sayang aja biar om bisa ingat terus sama gue." ~Rosalind Aurellia Daisha. ••••• Yuk, langsung baca dan jangan lu...