untuk kebutuhan cerita, apa yg dilakuin dek wawan aku pindahin jd peran jwoo.
happy reading anyway♡
***
Jihoon membalik halaman koran menjadi berita yang menjelaskan tentang hutang-hutang negara yang terus melejit tinggi.
Ia bergumam-gumam pelan, sok serius memahami rentetan huruf yang terpampang di depannya.
Satu tangannya yang menganggur terjulur santai, mengambil cangkir kopi yang menemani paginya bersama sepotong kue kering.
"Ah..." ia memejamkan matanya syahdu, menikmati aroma kopi yang bercampur dengan pengharum ruangan yang dipilih suaminya.
Benar-benar pagi yang selalu ia idamkan. Begitu tenang dan nyaman. Suasananya sangat teduh, cocok sekali untuk memikirkan urusan negara yang sesungguhnya tidak berguna.
Jihoon tersenyum riang, ini benar-benar menenangkan.
Sampai suatu kejadian membuyarkan itu semua.
Senyuman milik Jihoon bahkan masih terpatri, begitu tampan dan memesona. Tapi, tiba-tiba kegaduhan menyapa surga indah miliknya.
Dua suara kecil nan nyaring saling menyahut, disusul dengan tangisan kencang dari yang paling muda.
Ah, hilang sudah kenyamanannya.
Anak-anaknya kembali saling menjambak dan menggigit hanya karena sebungkus ciki tolol tidak enak.
Ia mencoba kembali pada kegiatannya, memilih untuk mengabaikan kegaduhan yang ada.
Tapi, itu tidak berhenti sama sekali. Malah semakin bertambah parah ketika Jeongwoo memukul kepala Junghwan cukup keras.
Si bungsu semakin menjerit-jerit, menangis parah seolah ia baru saja disayat pisau tajam.
Tak cukup sampai di situ, Doyoung malah ikut mencubit pipi Junghwan, membuat tangisan itu semakin menjadi.
Telinga Jihoon berdengung panas, ia melirik sekitarnya, mencari keberadaan seseorang yang bisa ia suruh untuk menghentikan tangisan Junghwan.
Tapi, anak-anaknya yang lain malah terlihat acuh tak acuh, asik bersama gawai di tangan masing-masing.
Ia bangkit, berniat mengambil benda bodoh yang menjadi rebutan ketiga anaknya. Tapi Jeongwoo membawa lari makanan itu, mengitari kursi ruang tamu dengan Doyoung yang mengejar.
Sementara Junghwan, balita berusia dua tahun itu tidak berhenti berguling-guling di atas karpet dengan jeritan tangis menyakiti telinga.
"Haah~" satu tarikan nafas dan akan ia diamkan anak-anak bedebah itu.
"HEY! DIEM! SIAPA YANG NGAJARI KALIAN SALING PUKUL CUMA GARA-GARA CIKI?! HAH?!"
Hening, Jeongwoo melepaskan bungkusan ciki yang ia bawa dan terkesima kaget. Mulutnya terbuka beberapa senti dengan mata membulat hampiri keluar.
Sang kakak tak jauh berbeda, anak berusia empat tahun itu terkejut mendengar ayahnya tiba-tiba berteriak galak.
Tapi, Junghwan tidak berhenti menangis sama sekali, malah semakin kencang.
Lalu, sebuah pukulan keras menyapa punggung Jihoon dibarengi suara melengking marah. "Kan bisa dibilangin baik-baik, kenapa malah marah-marah kenceng gitu?!"
Jihoon tak memiliki kesempatan untuk mengeluhkan rasa sakitnya karena dipukul sebegitu kerasnya oleh Hyunsuk,
Ia hanya bisa merengut saat Hyunsuk mendorongnya ke belakang, menjauhkannya dari Junghwan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Everything
RandomOneshoot collection of Jihoon x Hyunsuk ↺BxB || Homo || Gay || Yaoi