1 : 1

21.9K 1.5K 105
                                    

Alana di dampingi oleh Devan berjalan beriringan di lorong kampus yang cukup ramai di jam jam siang seperti ini.

Mereka berdua hari ini memang sengaja datang siang ke kampus karna memang mata kuliah mereka akan dilaksanakan setengah jam lagi.

"Abim gimana?" Tanya Devan yang tahu tentang kabar Abim yang dikurung mamanya dari Alana sendiri.

"Baik baik aja dia," jawab Alana sedikit sedih mengingat keadaan adiknya yang kelaparan semalam saat ia pulang tadi."Hari ini dia nggak sekolah, thanks yah udah ngantar gue tadi."

Devan mengangguk. Tadi pagi ia sempat di telpon Alana untuk menjemputnya di suatu apartemen yang tidak Alana beritahu sampai sekarang apartemen siapa itu.

"Mungkin kalau nggak ada lo adek gue bakal kenapa napa. Tadi aja dia udah pucat," jelas Alana yang makin terdengar sedih.

"Sorry, Al. Tapi mama lo kejam amat jadi orang!" Ujar Devan sedikit canggung.

"Dulu gue maklumi sikap mama gue ke Abim. Gue juga dulu sering jadi pelampiasan mama karna papa masuk penjara karena kasus pembunuhan yang nggak gue percaya. Gue juga dulu benci sama papa gue. Tapi sekarang..." Alana terkekeh dengan wajah getir.
"Gue lebih benci mama gue."

"Keluarga gue hancur bukan karna kesulitan ekonomi atau karna masalah papa, Dev." Suara Alana kini berubah serak seraya menahan air mata agar tidak tumpah."Lo tahu sendiri mama gue sering bawa cowok keluar masuk rumah gue! Itu yang ngebuat keluarga gue hancur."

Devan tersenyum menepuk pundak sahabatnya itu."Sabar, Al. Lo harus kuat. Lo harus selesain tujuan lo itu dengan sukses." Devan memang sangat tahu masalah yang dihadapi Alana karna memang mereka bertetangga dan juga bersahabat baik.

Alana tersenyum tipis."Iya, Dev. Makasih."

"Tunggu dulu, Al," ujar Devan membuat langkahnya dan juga Alana terhenti.

"Apaan?" Tanya Alana menghadap Devan.

"Gue ke toilet bentar." Devan yang langsung pergi setelah pamit."Kalau mau duluan, duluan aja. Entar gue nyusul," ujarnya disela-sela langkahnya.

Alana menggelengkan kepala melihat tingkah sahabatnya itu. Tanpa menunggu lagi Alana kembali melanjutkan langkahnya menuju kelas seperti yang Devan minta tadi.

Tapi saat sedikit lagi menuju kelas Amanda dan sahabatnya Ajeng datang menghampirinya. Menghalangi jalan Alana.

"Gue malas ribut, Awas!" Sentak Alana mendorong Ajeng.

"Kurang ajar banget lo anak kecil!" Sungut Ajeng yang tidak terima. Ia balik mendorong Alana.

"Al, jangan kasar!" Tegur Amanda pada adiknya dan membela Ajeng sahabatnya.

"Lo buta apa gimana, hah?" Alana menunjuk dan menatap tajam kakaknya."Udah jelas dia yang salah. Malah lo bela. Gue adik lo atau DIA?" geram Alana yang tidak bisa lagi menahan emosi.

"Kakak lo ini, pasti belain gue!" Ujar Ajeng seraya terkekeh sinis."Dia cantik dan hidup mewah kaya gini sekarang itu karna gue, Paham lo! Jalang." Ajeng menoyor-noyor kening Alana menggunakan telunjuknya.

Alana hanya diam saja karena fokusnya kini pada kakaknya yang hangat diam saja. Mungkin benar apa yang dikatakan Ajeng makanya Amanda hanya diam saja disaat saat seperti ini.

Dengan penuh amarah Alana meriah tangan Ajeng lalu memelintirnya sekuat mungkin."JANGAN MENTANG MENTANG LO KAYA BISA INJAK INJAK GUE!" Jeritnya lalu mendorong Ajeng hingga tubuh gadis itu terhempas ke lantai.

"ALA!" Bentak Amanda menahan Alana yang ingin menyerang Ajeng lagi.

"Jangan ikut campur lo!" Alana yang sudah benar benar emosi mendorong kakaknya."Awas gue bilang!" Sentak Alana yang tangannya masih ditahan oleh kakaknya.

REYGAN (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang