2 : 5

15.5K 1K 40
                                    

Dengan susah payah ahkirnya Reygan berhasil menjangkau ujung tembok balkon ruangan Alana untuk ia pijak. Cowok dengan sedikit menahan rasa sakit tersenyum tipis melihat Alana yang sedang duduk membelakanginya diatas brankar rumah sakit.

Rupanya ia tidak salah, Alana memang sudah sadar. Tapi mengapa gadis itu cepat sekali sadarnya. Dokter mengatakan Alana akan sadarkan diri sejam lagi setelah transfusi darah selesai.

Dan juga, mengapa gadis itu terlihat cantik sekali saat mengenakan pakaian rumah sakit itu. Terlihat pas, indah dan.... Seksi.

"Lo nggak papa, Al?"

Reygan bisa melihat jelas dari kaca jendela ruangan kalau Alana sedang melakukan panggilan video call dengan Devan.

"Nggak papa, Dev. Tapi punggung gue agak sakit," jawab Alana membuat Reygan tersenyum hanya karna mendengar suara gadis itu.

"Aku senang kamu udah sadar." Reygan perlahan duduk diatas pembatas balkon itu."Jangan sakit lagi yah cantik. Aku nggak suka." Reygan tersenyum walau ada rasa cemburu karna Devan lah orang yang pertama kali Alana beritahu kalau ia sudah sadar.

"Emang nggak tahu diri yah bokab lo! Udah di bebasin. Eh malah mau ngebunuh orang yang udah bebasin dia!"

"Jangan ngomong gitu, Dev!" Tegur Alana pada sahabatnya itu karena baru saja mengatai papanya. Ya, walaupun apa yang dikatakan Devan itu benar.

"Gue jadi kasihan sama Reygan, Al." Reygan memicingkan matanya ingin berkonsentrasi mendengar apa yang dikatakan Devan lagi."Dia kayaknya tulus sayang sama lo, Al, sekarang. Mana ada anak yang rela ngeluarin pembunuhan mama dari penjara. Reygan tulus sama lo, Al."

Alana menghela nafas berat."Gue tahu. Tapi gue nggak berhak dapatin ketulusan itu. Gue nggak layak buat dia."

Reygan menggeleng tegas seraya turun dari atas balkon menghampiri Alana yang kini terdengar menangis.

"Jangan nangis, Ala. Aku nggak suka," ujar Reygan di sela-sela langkahnya.

"Cepat pulang, Dev. Gue butuh lo banget." Alana menyerkah air mata yang sudah membasahi pipinya.

"Iya, Al. Gue udah di pesawat. Malam saat gue udah sampai Jakarta, gue langsung kesana. Lo boleh ceritain apapun sama gue."

Devan menutup sambungan telepon tidak kuat melihat air mata gadis yang ia cintai menetes tepat didepan. Andai maminya tidak mengajak dirinya untuk pergi keluar kota menemui neneknya yang memang tinggal di Semarang. Devan pasti sudah disamping Alana, memberikan support pada gadis itu.

Apalagi saat mendengar kabar penusukan Alana, Devan menjadi sangat menyesal untuk ikut bersama maminya. Pergi meninggalkan Alana sendirian adalah hal yang Devan tidak akan lakukan lagi.

Alana meletakan ponselnya diatas meja. Gadis itu hendak kembali berbaring namun pelukan seseorang dari arah samping berhasil membuatnya kaget.

"Jangan nangis, Ala. Aku nggak suka." Reygan menatap sekilas wajah Alana lalu kembali menyembunyikan wajahnya di bahu gadis itu."Maafin aku.."

Alana mendorong tubuh Reygan dan berhasil melepaskan pelukan cowok itu secara paksa."Lepas, kak!"

Reygan yang awalnya berdiri disamping ranjang Alana beralih duduk diatas kursi disebelahnya."Kamu marah sama aku. Maaf.."

Alana menjauhkan tangannya karna Reygan ingin menyentuh tangannya itu."Kenapa lo minta maaf." Alana mengelus lembut luka di wajah Reygan."sakit? Maafin papa gue."

Reygan tersenyum sekilas meraih tangan Alana untuk ia genggam."Nggak sakit kok. Ini bukan salah papa kamu. Dia marah sama aku. Jadi dia ngelakuin hal ini. Kamu jangan merasa bersalah gitu."

REYGAN (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang