3 : 9

17K 1K 147
                                    

Alana terdiam membisu seraya menghentikan langkahnya disaat brankar rumah sakit yang mengangkut Devan sedang terluka parah masuk keruangan bersama dua suster dan seorang dokter. Gadis itu sangat merasa bersalah dengan kondisi sahabatnya itu. Kaki yang diperban karna luka tembakan dan wajah yang babak belur karna ulah tiga bodyguard Reygan.

"KAK AL!" Teriak Abim adik Alana yang Alana tanpa sadar berada tepat di samping ruangan Devan. Tak ha hanya Abim, Amanda juga ada disana.

Alana menghampiri adik dan kakaknya itu lalu langsung memeluk mereka. Alana tidak menangis hanya terdiam membisu. Entahlah, gadis itu pun juga bingung dengan dirinya. Atau mungkin air matanya sudah habis menangis penderitaan nya selama ini.

"Lo nggak papa 'kan? Muka lo pucat banget," ujar Amanda setelah melepaskan pelukannya menangkup wajah sendu adiknya itu."Mama, Al.. mama.." Amanda terisak.

"Mama kenapa?" Tanya Alana tanpa ekspresi apapun."Apa yang udah dilakuin iblis itu?" Tanyanya dengan tatapan yang mulai berbuah marah.

"Mama didorong kakak jahat itu sampai mama jatuh ke lantai bawah...." ujar Abim ambil terisak dan memeluk Alana."dia jahat kak, di bawa pergi kakak terus mukul kak Manda dan ngejahatin mama. Aku benci dia.."

Mendengar hal itu, amarah Alana langsung meluap. Apalagi saat melihat wajah kakaknya yang lebam karna ulah Reygan. Gadis itu mengepalkan kedua tangannya.

"Gue berharap dia membusuk dalam penjara!" Desis Alana mengingat kejadian setengah jam lalu. Saat ambulans datang menjemput dirinya dua sahabatnya. Sedangkan Reygan dan tiga bodyguardnya di jemput oleh mobil polisi atas laporan Alana.

"Kata dokter, mama koma. Pembuluh darahnya pecah Al, gimana ini dek? Gue bingung.." ujar Amanda memberitahu Alana. Walau Amanda anak paling tua, tapi rasa takut akan kehilangan mamanya lebih besar dari kedua adiknya.

"Mama pasti baik baik aja," jawab Alana menenangkan kedua saudaranya. Gadis itu menghela nafas panjang menguatkan dirinya.

"Kak El, mana kak?" Tanya Abim yang tadinya Alana sudah mulai tenang kini kembali murung.

"Gue mau ngucapin terima kasih sama Eldan. Mana dia?" Giliran Amanda yang bertanya."Devan baik baik aja kan? Gue tadi lihat kakinya di perban terus bonyok. Terus keadaan Eldan gimana?"

Alana hanya diam tidak menjawab sampai seorang pria berpakaian perawat datang menghampiri Alana.

"Maaf, mbak? Tapi jenazah atas nama Eldan apa bisa di otopsi sekarang atau....?" Tanya pria itu yang membuat Amanda juga Abim terdiam dengan wajah syok.

"Maaf mas. Bisa tunggu sebentar. Mama Eldan sebentar lagi sampai kesini," jawab Alana yang seperti menahan tangisan.

"Baik, kami akan menunda sekitar tiga puluh menit.." setelah mengatakan hal itu pria tadi pergi.

"Al.." Amanda merangkul pundak adiknya."Kenapa bisa Al? Eldan nggak mungkin..."

Alana menghela nafas dengan mata berkaca-kaca."Iblis itu udah ambil Eldan dari gue... Dia udah... Gue..." Alana tidak dapat lagi berkata-kata dan Amanda langsung memeluk adiknya itu karna paham perasaan yang dirasakan Alana saat ini.

"Udah, Al. Lo yang kuat. Kuat demi kita juga mama. Jangan lemah gini Al." Amanda mengelus rambut panjang adiknya itu.

"Gue nggak tahu apa gue bisa kuat setelah kepergian Eldan. Gue benci diri gue sendiri karna Eldan pergi karna nyelamatin gue.." air mata Alana tumpah seketika. Pelukan dari kakaknya membuat rasa hancur yang ia tahan langsung ia keluarkan saat ini juga.

"Jangan nangis kak, masih ada Abim yang akan selalu jagain kakak." Abim naik keatas kursi yang berada tepat disamping kedua kakaknya. Kemudian bocah sepuluh tahun itu memeluk erat kedua kakaknya yang saat ini tengah rapuh.

REYGAN (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang