Happy Reading Guys♡
***
Mobil Radit berhenti tepat di depan gerbang sekolah Ifana. Yang tak lama, sosok yang Radit cari memunculkan diri dan masuk begitu saja ke dalam mobilnya.
“Gara-gara Lo gue nggak jadi kencan tau, nggak!”
Baru saja menjatuhkan punggungnya di sandaran kursi mobil, gerutuan Radit terdengar membuat Ifa mendengkus. “Kencan mulu, Ifa aduin mamanya Kak Tio, lho!”
Dan ancaman itu mampu membuat Radit diam, tapi menahan kesal. Ia seperti punya banyak kepribadian. Jika bersama teman-temannya, dia akan jadi sosok menyebalkan. Bersama Erika pacarnya, Radit jadi sosok manis dan perhatian. Lalu dengan Ifana, Radit jadi sosok penyabar karena terus berusaha menahan emosi.
“Daripada kencan, mending beliin Ifa es krim.”
“Es krim mulu, gue aduin mama Lo tau rasa!” Radit tersenyum puas saat berhasil membalikkan perkataan Ifana.
“Ifa bukan anak kecil lagi, mama udah bolehin Ifa makan banyak es krim, kok. Aduin aja, Ifa nggak takut.”
“Waaah!” Radit terperangah kehilangan kata-kata, ia mengusap wajahnya kasar.
“Ya? Beliin Ifa es krim ya, Kak? Plis? Yayayaya?” Ifana memohon, menyatukan tangannya dan mendekatkan wajahnya hingga mengganggu Radit yang sedang menyetir.
“Ck, iya! Minggir, dong! Muka jelek Lo ini ngejalanin jalanan aja.”
Ifana menjauhkan wajahnya sembari merenggut sebal dikata jelek, meski begitu ada sedikit senyum puas karena permintaannya diiyakan.
“Ada kaca nggak, sih?” Ifana sibuk meraih kaca di mobil, memperhatikan wajahnya. “Ifa cantik, kok. Kata temen cowok Ifa di sekolah, Ifa itu cewek paling cantik. Kak Tio masih muda tapi rabun, ya. Kok bisa-bisanya bilang Ifa jelek.”
Radit diam saja, malas menanggapi perkataan tak penting yang mengakibatkan debat tanpa akhir.
“Kak Tio,” panggil Ifana menoleh pada Tio, cewek itu mulai bercerita. “Masa kemarin ada temen Ifa yang bilang suka sama Ifa.”
Radit mengernyit, sontak menoleh sekilas lalu kembali fokus menyetir. “Suka gimana maksudnya?”
Walau menyebalkan baginya, tapi Radit selalu jadi pendengar setia bagi Ifana. Mungkin ini yang menjadi alasan mengapa Ifana sangat suka jika bercerita panjang lebar pada Radit.
“Yaa ... suka pokoknya. Terus dia tanya, mau jadi pacarnya atau nggak, gituuu.”
“Dasar anak SMP,” gumamnya. Radit mengulum bibir, menahan tawa yang sebentar lagi akan menyembur. Meski begitu, ia tetap mendengar sembari menyahut, “Terus? Lo terima?”
Ifana menggeleng. “Nggak, abis nolak Ifa langsung kabur. Soalnya Ifa nggak suka sama dia.”
Radit akui, Ifana memang suka berkata apa adanya tanpa ada yang ditutupi meskipun dengan orang baru.
“Emang Lo sukanya sama siapa? Leo anak tetangga sebelah?” ujar Radit menyebutkan cowok seumuran Ifana yang juga tetangga mereka.
“Nggaklah!” Ifana buru-buru menyangkal. “Ifa sukanya sama Kak Tio!”
“Hm?” Sebelah alis Radit terangkat, sekitar dua detik ia menoleh pada Ifana memperhatikan cewek itu yang tersenyum lebar padanya. Selama dua detik itu pula keadaan mobil hening.
“Soalnya Kak Tio sering kasih uang jajan ke Ifa!” serunya sembari menempelkan kepala pada pundak Radit, tapi dengan segera ditepis cowok itu.
Radit mencibir pelan, mendengkus sudah menduga hal itu. “Ntar gue kasih tau Leo, biar dia yang sering kasih uang jajan Lo mulai saat ini. Biar Lo juga suka sama dia.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Line of Destiny
Teen Fiction"Kak Tio nanti nikahnya sama Ifa, ya. Biar nanti dapat uang jajan terus dari Kak Tio!" "Kak Tio, Ifa udah mau lulus, nih. Besok kalau Ifa udah wisuda, kita nikah yaa!" "Kak Tio, Kak Tio. Sayang Ifa nggak?" *** Raditio Erlangga benci dengan tingkah m...