✧DuaPuluhLima✧

86.1K 6.1K 35
                                    

Ramein dulu guys, ntar malam update lagi(^^)♡

Happy Reading♡

***

Setelah dari apartemen Geo, Radit langsung menuju ke kafe. Hari sudah malam, dan bukan tanpa alasan ia ke kafe malam-malam begini. Kaca mobil ia buka perlahan, sosok Ifana keluar kafe membuatnya melambaikan tangan.

“Ifana!” serunya memanggil.

Ifana langsung menoleh, senyumnya melebar. Hari melelahkannya kini berubah cerah.

“Kak Tio, jemput Ifa?”

Radit mendelik. “Ge er!”

Dan senyum Ifana pun meluntur, seketika tawa Radit pecah. “Becanda. Iya, gue jemput Lo. Masuk, gih! Gue anter pulang.”

Ifana mengangguk antusias. “Seharian ini nggak lihat Kak Tio di kafe. Kemana aja, Kak?”

“Telat bangun sampai siang, terus sorenya ke apart Geo. Dia mau ke Jakarta hari ini.”

Ifana mengangguk paham. “Pasti kalau Ifa jadi istrinya Kak Tio, dipastikan Kak Tio nggak bakal telat bangun.” Ifana terkekeh geli setelahnya, apalagi saat tangan Radit mengacak rambutnya.

“Situ ngarep?!”

Ifana mencebik. “Nggak juga, sih.”

Jawaban Ifana dibalas cibiran oleh Radit.

Saat menolehkan kepala, Radit tersentak. Matanya membulat sempurna melihat sosok Meira datang. Mamanya itu turun dari taksi dan melangkah ke arah resto, tapi begitu mata Meira mengarah ke mobilnya, langkahnya terhenti.

Gawat!

Radit menoleh ke arah Ifana yang sepertinya belum menyadari kehadiran Meira, entah bagaimana reaksi cewek ini nanti. Yang pasti, mereka berdua tidak boleh sampai bertemu.

“Ifa, ngumpet sekarang.”

“Hm?”

Radit melepas sabuk pengamannya. “Ngumpet sekarang. Bentar, gue mau turun. Jangan buka pintu, jangan nampakin diri, apalagi sampai keluar mobil.”

Sebelum mamanya yang menghampiri mobilnya sendiri, lebih baik Radit yang turun meninggalkan Ifana yang keheranan. Tak lupa Radit meninggikan kaca mobil.

“Ma.”

Meira berkacak pinggang menatap Radit.

“Mama ngapain di sini?”

“Kamu pikir?! Kenapa handphone kamu nggak aktif? Kamu emang sering pulang larut malam gini, ya? Masa jam segini belum pulang juga?”

Radit meringis. “Mama nggak perlu khawatir.”

Meira memijit keningnya. “Ya udah, mama ikut mobil kamu pulangnya.”

“Eh?” Radit membatu.

“Kenapa?” Sementara Meira yang menangkap ekspresi wajahnya itu, Radit langsung tersenyum lebar. Tak mau mamanya curiga lagi.

“O--oh. Ya ... ya udah.” Demi apa, Radit gugup setengah mati. Berbagai kemungkinan muncul di kepalanya.

“Bentar, Mama mau ambil dompet Mama yang ketinggalan tadi pagi di ruangan kamu.” Tanpa kata lagi, Meira melangkah menjauh. Karena tujuannya ke sini memang mengambil dompetnya yang tertinggal pagi tadi.

Radit menghela napas panjang. Ia buru-buru membuka pintu mobilnya. Syukurlah, Ifana masih di sana.

Cewek itu menatap kepergian Meira dengan sendu, ternyata dia melihat semuanya.

Line of DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang