Huhu, maap telat up:(
Happy Reading guys♡
***
Waktu berjalan tanpa sadar sangat cepat, semakin hari hubungan Radit dan Erika semakin membaik, bahkan dikatakan lebih romantis seperti pasangan kekasih pada umumnya. Keduanya juga lebih sering memakan waktu bersama, meski pada akhirnya Radit kena omelan sang mama karena terlalu bersenang-senang sampai lupa kewajibannya sebagai seorang pelajar, padahal kelulusan sudah akan tiba selepas seminggu ia berkutat dengan soal-soal memusingkan kepala.
"WOI, DIT! HANDPHONE LO BUNYI, NIH!"
Di tengah keramaian kelas yang sudah seperti pasar itu, Geo berteriak pada Radit yang sedang konser bersama teman-temannya yang lain di depan kelas, menjadikan sapu sebuah gitar dan kemoceng rusak sebagai rambut palsunya.
Terpaksa Radit menghentikan aksinya yang akan naik panggung yang sudah dibuat sedemikian rupa dengan meja yang disejajarkan.
"Dih, ganggu amat!" Radit menggapai ponselnya, membaca nama si penelpon yang berani-beraninya mengganggu acara konser dadakannya.
Hampir saja ia mengumpat kesal, tapi tertahan saat ternyata yang menelponnya adalah Tante Indri.
Sembari melangkah keluar kelas karena bisingnya kelas mengganggunya, Radit mengangkat telepon Indri. "Ehm, Assalamualaikum. Halo, Tante? Ada apa ya?"
"Waalaikumsalam. Radit, boleh minta tolong nggak? Kamu udah waktunya pulang belum ini?"
Radit menautkan alisnya. "Kelas bebas, Tante. Nggak ada pelajaran, bahkan ada yang pulang duluan. Kenapa ya?"
"Bisa tolong jemput Ifana? Dia udah waktunya pulang tapi Tante ada urusan. Suami Tante juga ada urusan di kantor. Tolong ya, Radit."
Radit melirik jam di tangannya sejenak, keningnya berkerut tanda ia sedang berpikir sesuatu sebelum akhirnya menyanggupi permintaan Indri. "Iya, Tante. Bisa, kok."
"DIT, BURUAN MANGGUNG!" Teriakan temannya di depan kelas membuat Radit menoleh.
Ia mengambil kemoceng di atas kepalanya yang memang dari tadi terpasang di sana, seakan-akan itu adalah rambut. "Nggak bisa, gue mau pulang."
Sontak saja jawabannya itu mendapatkan sorak kecewa dari teman-temannya yang sudah bersiap akan konser dadakan di depan kelas. Padahal Radit pemimpinnya, ibarat ia adalah vokal utama konser ala kadarnya ini.
"Sorry, gue duluan ya!"
Radit berlari kecil keluar parkiran, mengambil mobilnya dan mulai meninggalkan gerbang sekolah. Menuju sekolah Ifana membutuhkan waktu agak lama mengingat jaraknya tak dekat, harus belok sampai persimpangan jalan.
✧✧✧
"Belum dijemput lagi?"
Ifana terjingkat pelan, mengelus dadanya lega saat menoleh dan mendapati Rangga lah yang datang.
"Iya, nih."
"Mau bareng lagi? Sekalian jalan-jalan?"
Ifana terlihat menimang-nimang, tertarik dengan ajakan tersebut tapi takut jika nanti mamanya malah datang di saat ia telah pergi.
"Eum ... nunggu sebentar dulu, ya. Takutnya nanti malah mama jemput."
Rangga mengangguk. "Nunggu depan aja."
Keduanya berjalan beriringan sampai keluar gerbang, berniat akan duduk di kursi dekat pos samping gerbang.
"Ciee yang besok lulus, nih!" Rangga melempar godaan pada Ifana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Line of Destiny
Teen Fiction"Kak Tio nanti nikahnya sama Ifa, ya. Biar nanti dapat uang jajan terus dari Kak Tio!" "Kak Tio, Ifa udah mau lulus, nih. Besok kalau Ifa udah wisuda, kita nikah yaa!" "Kak Tio, Kak Tio. Sayang Ifa nggak?" *** Raditio Erlangga benci dengan tingkah m...