✧DuaPuluhTiga✧

87.8K 6.5K 22
                                    

Update malem, hehe(^^)



Happy Reading guys♡

***

Mata Ifana melebar, senyumnya yang sempat menyurut beberapa saat kini mengembang lebar lagi. Apalagi saat Radit melanjutkan ucapannya.

“Lo bisa kerja di kafe.”

Perasaan Ifana membuncah. Tak pernah ia sebahagia ini. “Sekarang?” serunya.

“Nggak, besok.” Radit melengos samar.

Walau agak menyurut, tapi Ifana tetap memasang senyum lebarnya. “Beneran, kan? Nggak boong, kan?”

“Hm.”

“Yes!” Ifana mengepalkan tangan ke atas memukul udara. Matanya sampai menyipit karena senyumnya. “Makasih, Kak Tio ganteng!”

Radit mengangguk beberapa kali. “Sama-sama, Ifa jelek,” balasnya datar.

Balasan Radit kali ini membuat Ifana mencibir kecil, tapi langsung tersenyum kembali. Ia merentangkan tangan lebar-lebar. “Peluk dulu, dong, kalau nggak boong.”

Radit mendecak. “Nggak.”

“Ih, berarti boong, nih!”

“Nggak.”

“Masih ngambek ternyata.”

Radit mengalihkan wajah.

Ifana terkekeh geli, agak bingung sebenarnya bagaimana cara membujuk cowok itu. Karena dulu Radit jarang sekali atau bahkan tak pernah marah seperti ini. Dulu marahnya Radit adu mulut dengannya, bukan menghindar dan irit ngomong seperti sekarang.

“Ya udah, deh. Biar Ifa yang meluk Kak Tio!”

Punggung Radit membentur pintu mobil karena tanpa aba-aba Ifana memeluknya.

“Makasih banyak, Kak Tio.” Awalnya Radit masih mengalihkan wajah enggan membalas pelukan Ifana, tapi saat cewek menggumam lirih, Radit membalas dengan mengelus rambut Ifana.

“Jangan sering ngambek lagi, ya.”

“Oke, gue bakal lebih sering ngambek.”

Ifana mencebik lalu melepaskan pelukannya dan memberikan tatapan sinis pada Radit.

“Jadi beli es krim nggak?” Ifana mengangguk semangat.

“Oke, tapi turun dulu ijin sama Tante Indri.”

✧✧✧

“Tunggu sini aja, bentar.”

Ifana mengangguk saja saat Radit menyuruhnya duduk di salah satu kursi kafenya. Cewek itu tampak sibuk memakan es krimnya sembari mengedarkan pandangan, dalam hati ia berdecak kagum melihat kafe Radit yang sangat sederhana tapi elegan di matanya itu.

Tadinya setelah beli es krim mereka ada niat pergi nonton film di bioskop, tapi Radit tak sengaja menyeletuk ada banyak kerjaan. Jadilah di sini mereka, Ifana memaksa Radit menyelesaikan pekerjaan apa yang dimaksud cowok itu.

Ifana tak diantar pulang dulu karena juga dipaksa Radit menemaninya.

Kursi di depan Ifana berdecit pelan. “Eh, Ifana. Kita ketemu lagi.”

Ifana mendongak, ternyata sosok Geo yang menarik kursi dan duduk di depannya. Ifana membalas dengan senyuman.

“Nunggu Radit ya?” tanya Geo.

“Iya, Kak.”

“Mau pesen makan nggak?”

“Ngga---”

Line of DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang