✧TigaPuluh✧

89.2K 6.8K 216
                                    

Happy Reading♡


***





"Tante? Mau ke mana? Kok buru-buru gitu?"

Meira menoleh saat tepat ia menutup pintu. Dani bersama istrinya melangkah mendekat.

Mengabaikan pertanyaan Dani, Meira malah melemparkan pertanyaa. "Eh, Dani. Tante mau tanya, dong. Radit, tuh, punya pacar ya?"

"Hm?" Dani terlihat bingung, cowok itu saling pandang dengan istrinya. "Kayaknya ... nggak, deh, Tante."

"Masa, sih? Tante penasaran. Bukan apa-apa, Tante cuma pengen kenal aja sama pacarnya Radit karena selama ini Radit nyembunyiin itu dari Tante, padahal Tante fine-fine aja kalau Radit punya pacar. Terus, masa kemarin Radit bilang mau lamar pacarnya bulan depan?"

"Hah?" Kebingungan Dani bertambah. "Masa, sih, Tante? Boong kali Raditnya. Dia, kan, emang gitu."

"Ya makanya, ini Tante mau ikutin dia."

✧✧✧

"Kak Tio!"

Radit menurunkan ponselnya, senyumnya mengembang lebar saat Ifana terlihat di antara banyaknya siswa-siswi yang keluar dari gerbang.

Ifana langsung menghambur ke pelukan Radit saat cowok itu dengan sengaja merentangkan tangannya.

"Hari nggak usah ke kafe, ya." Radit berujar tanpa melepaskan pelukannya.

"Kenapa?"

"Bahaya. Ada mama."

"Oh, gitu. Tapi nggak papa? Apa kata pekerja lain kalau aku nggak profesional gini, suka bolos kerja."

"Nggak papa, gue yang punya kafe."

Ifana terkekeh mendengar balasan santai Radit. "Beneran, nih?"

"Iyee."

"Hari ini mau jalan-jalan lagi?"

Ifana mendongak menatap Radit, keningnya berkerut seolah sedang berpikir. "Nggak dulu, deh. Capek. Mau ke makam papa aja nggak, Kak?"

Radit tersentak, cowok itu diam lama menatap senyum Ifana. Radit tahu Ifana merindukan sosok pria dewasa yang biasa ia sebut papa. Ifana terpaksa mendewasakan diri untuk tidak terus manja apalagi saat papanya tiada. Itu terlalu mendadak baginya, tapi dia juga tidak bisa stuck di tempat.

Radit mengangguk kecil, melepaskan pelukannya dan beralih menggenggam tangan Ifana untuk masuk mobil. "Ayo!"

Mobil perlahan menjauh dari sekolah Ifana, sementara cewek itu sibuk melambai ke arah luar mobil di mana Ifana baru saja melihat temannya keluar gerbang.

"Ini ke mana arahnya?"

"Lurus aja, nanti di pertigaan belok kiri."

"Mau ajak Tante Indri dulu nggak?"

Ifana menggeleng pelan. "Nggak usah, Kak. Nanti mama sedih lagi, aku nggak bisa lihatnya."

Selama ini Ifana hanya bisa menahan sedihnya.

"Kak Tio nggak penasaran apa yang terjadi dua tahun belakangan?" Ifana bertanya pada Radit.

"Nggak, tapi kalau Lo mau cerita ... gue bakal dengerin."

"Sebenarnya waktu itu kita pindahan karena papa ada kerjaan di daerah Bandung, tapi malah kena tipu dan berujung pada penggelapan dana perusahaan tempat kerja papa. Apalagi ternyata papa punya riwayat jantung---"

"Stop, jangan dilanjutin kalau Lo nggak mau gue kasihanin. Lo tau, gue orangnya nggak tegaan."

Ifana tersenyum miris. "Emang kelihatan menyedihkan banget," gumamnya. "Saat Kak Tio bilang mau maafin Ifa dan tetap baik sama Ifa sampai sekarang---"

Line of DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang