Happy Reading♡
***
“Kita mau pindah ke luar kota, Dit. Rumah yang di sini mau Om jual.”
Seperti ada ribuan batu dijatuhkan ke atas bahunya yang melemas. Radit mengepalkan tangannya yang ia sembunyikan di balik punggungnya, berharap tak ada orang yang melihat. Sebab orang tahunya ia adalah cowok dengan seribu wajah jenaka yang tak pernah menunjukkan emosi.
“Kenapa mendadak? Kenapa tiba-tiba?” Radit bertanya.
Indri menoleh bingung. “Lho, Ifa nggak bilang sama kamu? Kita udah ada rencana ini sekitar dua Minggu yang lalu. Tante nggak bilang kamu karena Tante pikir Ifa udah bilang, soalnya dia bilangnya gitu.”
Radit benar-benar seperti akan meledak saat itu juga. Rahangnya mengeras dan kepalan tangannya menguat mencengkeram seragam. Ia lalu menoleh pada Ifana yang masih tak mau menatapnya.
Radit menarik senyum miringnya menatap Ifana. Tanpa menoleh pada Indri dan terus menatap Ifana, Radit berujar, “Dia bohong sama Tante. Dia nggak bilang apapun soal ini ke Radit.”
Ucapan Radit sontak membuat Ifana menoleh, lagi tatapan mereka bertemu. Tak seperti biasanya, kini seperti dengan tatapan tak terbaca menyiratkan kekecewaan.
Radit melengos keras memutuskan pandangan lebih dulu lalu melangkah menaiki tangga menuju kamar. Pintu ia banting dengan keras, menyiratkan emosi lewat sana.
“Radit, kamu mau ke mana? Kamu nggak mau pamitan dulu sini? Mama nyuruh kamu pulang buat pamitan, lho!”
Bahkan teriakan mamanya tak ia indahkan.
Tubuh Radit merosot ke lantai, matanya memejam lama. Rasanya tak pernah sesulit ini meredam emosi sebelumnya, tapi jujur sekarang benar-benar sangat sulit.
Berkali-kali ia mengacak rambutnya frustasi, juga berkali-kali memukul kepalanya hingga pusing.
Tangan Radit bergerak merogoh ponselnya. Setelah menemukan, ia mencari kontak Ifana dan mengirimkan sebuah pesan.
[Room chat: Bocah♡😤]
Sialan!
Gue benci sama Lo!
Emng seharusnya Lo pergi aja, nggk usah balik lg!
Radit membanting ponselnya begitu pesan terkirim, untung saja dibantingnya jatuh ke ranjang. Sebelum itu ia juga telah memblokir kontak Ifana, menjadikan tadi sebagai pesan terakhir yang akan Ifana terima darinya. Karena Radit mulai enggan berhubungan lagi dengan cewek itu.
Radit juga tak mau menunggu sampai cewek itu membaca atau bahkan membalasnya. Tujuannya hanya mengirim itu saja, seolah mengatakan dari hatinya paling dalam bahwa ia benar-benar benci padanya mulai detik ini.
Suara mobil datang, Radit bisa mendengarnya. Ia pun bangkit dan melangkah menuju balkon. Dibukanya lebar-lebar pintu balkon tersebut.
Dari tempatnya berdiri, ia bisa melihat keluarga kecil itu berpelukan dengan mamanya dan berucap entah apa lalu melambaikan tangan sebelum akhirnya masuk taksi yang baru datang itu.
Tiba-tiba Ifana mendongak karena merasa ada seseorang yang memperhatikan, tapi ia terkejut saat lagi dan lagi matanya bertemu dengan mata Radit.
Radit mendecak keras, ditutupnya pintu balkon dengan keras tak lupa tirai yang ia geser.
Lalu tak lama suara mobil itu menjauh, tampaknya mereka pun tak becanda soal ini, bahwa mereka benar-benar akan pergi. Keluarga keduanya itu ... benar pergi. Dan sialnya, Ifana tak pernah bilang mengenai ini padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Line of Destiny
Teen Fiction"Kak Tio nanti nikahnya sama Ifa, ya. Biar nanti dapat uang jajan terus dari Kak Tio!" "Kak Tio, Ifa udah mau lulus, nih. Besok kalau Ifa udah wisuda, kita nikah yaa!" "Kak Tio, Kak Tio. Sayang Ifa nggak?" *** Raditio Erlangga benci dengan tingkah m...