Happy Reading guys♡
***
Begitu bel pulang sekolah berbunyi dan guru pengampu keluar kelas, Radit yang dari tadi telah mengemasi buku-bukunya kini berlari keluar kelas tak mengindahkan teriakan dari Geo yang bertanya mau ke mana ia.
Radit berhenti di koridor kelas dua belas IPS.
“Eh, buset! Ngagetin aja Lo, Dit.” Teman satu ekskul Radit menghadang di depan pintu kelas XII IPS 2. Ia baru keluar kelas, tapi dikejutkan dengan kehadiran Radit yang tiba-tiba.
Radit mengintip ke dalam kelas tersebut.
“Cari siapa?” tanya teman Radit tadi.
“Erika, ada nggak?”
“Oh? Erika? Lah, Lo pacarnya, kan? Lupa gue! Soalnya jomplang banget Erika yang cantik pinter gitu.”
Radit melotot tak terima. “Sialan, terus gue jelek goblok gitu?”
Teman Radit tergelak. “Menurut Lo? Kan Lo sendiri yang nyimpulin.”
Satu orang lagi keluar dari kelas, membuat Radit refleks menghentikan karena tanya pada teman Radit tadi tak ada gunanya. “Eh, eh! Nina, kan? Erika ada nggak? Bisa tolong panggilin?”
Cewek yang dipanggil Nina itu mengernyit. “Erika? Dia nggak sekolah hari ini,” jawabnya dan berlalu pergi.
“Nah, itu yang mau gue bilang! Erika nggak sekolah.” teman Radit menyahut lagi.
“Hah? Erika nggak sekolah? Kenapa?” gumam Radit.
Teman Radit mengedikkan bahu. “Ijin, mungkin. Soalnya pas absen namanya cuma dilewatin sama guru, mungkin ijinnya ke guru.”
“Napa? Berantem ya? Biasa, mah, itu dalam urusan percintaan. Gue---”
Radit mengangkat tangannya, memberi kode pada temannya itu agar diam. “Oke, gue ngerti masalah lo.”
“Sialan Lo, Radit! Gue mau curhat, WOI!”
Namun Radit keburu pergi. Saat di parkiran, Radit menghentikan langkahnya karena ponselnya terasa bergetar.
“Halo? Kenapa?”
Suara Ifa terdengar dari seberang telpon. “Kak Tio bisa jemput Ifa nggak?”
“Suruh jemput papa Lo nggak bisa emang? Atau nebeng temen Lo.”
“Kak Tio lupa kalau papa di luar kota dan baru pulang besok? Temen-temen Ifa juga udah pada pulang. Ifa takut naik ojek atau bus, Kak.”
“Hm, tunggu bentar. Gue jemput.” Pada akhirnya Radit mengiyakan permintaan Ifana.
Radit menghela napas panjang. Radit benar-benar lelah, tapi bukan lelah fisik. Ia lelah dengan segala sikap Erika yang sama sekali tak peduli dengan usahanya mempertahankan hubungan mereka. Niatnya sudah bulat, ia akan menghampiri Erika ke rumahnya, bertemu dengan cewek itu untuk mengakhiri hubungan mereka.
Tak peduli dengan hatinya yang memang masih berharap lebih dengan cewek itu.
Radit melajukan motornya cepat menuju sekolah Ifana. Kalau saja cewek itu tidak menyuruhnya menjemput, mungkin Radit sudah melaju ke rumah Erika kini.
Lampu merah, Radit berhenti juga dengan pengendara lain. Matanya mengedar selagi menunggu lampu merah berganti warna.
“Erika?” gumamnya. Mata Radit menyipit memastikan penglihatannya tak salah. Benar, ia melihat Erika di salah satu toko besar dekat tempatnya berada.
Niat ingin ke rumah gadis itu, tapi malah beremu di jalan. Radit membelokkan motornya ke arah toko tersebut, mendadak ia lupa Ifana yang mungkin saja bosan karena menunggunya terlalu lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Line of Destiny
Подростковая литература"Kak Tio nanti nikahnya sama Ifa, ya. Biar nanti dapat uang jajan terus dari Kak Tio!" "Kak Tio, Ifa udah mau lulus, nih. Besok kalau Ifa udah wisuda, kita nikah yaa!" "Kak Tio, Kak Tio. Sayang Ifa nggak?" *** Raditio Erlangga benci dengan tingkah m...