Happy Reading guys♡
***
Ifana berlari menghampiri papanya, begitu dekat ia langsung menghambur ke pelukan sang papa.
“Eh, kenapa ini? Kamu kenapa, Sayang?” Derka bertanya pada Ifana dengan gurat khawatir sebab Ifana tiba-tiba datang dan memeluknya.
Begitu juga dengan Radit, ia mengerutkan kening menatap Ifana yang baru saja datang. Sayangnya, cewek itu tak menatap ke arahnya sedikit pun.
Ifana melepas pelukannya dan mendongak menatap Derka. “Papa, ayo pulang.”
“Eh? Udah cari baju hadiah buat mama?”
Ifana menggeleng tanpa suara.
“Terus? Kenapa tiba-tiba pengen pulang?”
“Nggak tau, pokoknya Ifana mau pulang.”
“Iya, iya. Kita pulang.” Derka tak jadi membeli buku, belum sempat memilih karena tadi sibuk bicara dengan Radit.
“Ayo, Pa.” Ifana menarik tangan papanya.
“Heh, Ifa! Bentar dulu, nggak mau beli buku dulu? Ini ada buku cocok buat Lo, judulnya menjadi anak mandiri.” Radit terkekeh dan mencoba melempar guyonan, tapi hanya dianggap angin belaka membuat Radit diam kali ini.
“Buruan, Pa.”
“Iya iya, bentar. Ini kamu nggak mau nyapa Kak Tio---” Ucapan Derka terhenti tiba-tiba saat ternyata Ifana telah menjauh, hampir saja tak terlihat dari pandangannya membuat Derka buru-buru berlari mengejar takutnya Ifana tersesat di antara banyaknya manusia di sini. Bahkan ia sampai tak pamit atau sekedar menyapa Radit.
Radit yang berdiri di tempatnya semakin mengerutkan kening, dibuat bingung dengan tingkah Ifana yang menurutnya absurd. Apalagi tadi ia diabaikan?
“Sayang!”
Radit menoleh. “Eh, udah? Tadi ke mana?”
“Ada urusan.” Erika tersenyum manis seperti biasa.
“Urusan apa? Sekarang udah selesai?”
Mengabaikan pertanyaan pertama, Erika lebih memilih menjawab pertanyaan kedua. “Iya. Udah, kok.”
✧✧✧
“Dari mana? Kok baru pulang?” Meira yang berdiri di samping pintu kini langsung menghadang langkah Radit, sementara tangannya bersedekap dada.
Radit nyengir lebar sambil menggaruk pelipisnya. “Hehe, dari ... dari itu---”
“Kencan?”
“Eh? Hehe, tau aja. Makin sayang deh sama Mama.”
“Ini terakhir kalinya Mama lihat kamu pulang sampai jam segini, ya. Kamu itu udah kelas dua belas, harusnya belajar! Bukan malah kencan mulu!”
“Iya, Ma. Maaf.” Radit menundukkan kepala merasa bersalah, kini tingkahnya sudah seperti anak kecil yang dimarahi orang tua.
“Udah, sana masuk. Jangan lupa belajar.”
Tanpa dikomando dua kali, Radit melangkah menuju kamarnya. Bukan untuk belajar, tapi ia langsung menghempaskan tubuhnya ke atas kasur dan merogoh ponsel di sakunya.
Lama ia bermain ponsel, sampai akhirnya dikejutkan kembali dengan teriakan sang mama yang menyuruhnya makan.
“IYA, MA. BENTAR, MAU MANDI DULU.”
Kali ini ia benar-benar akan mandi, tapi sebelum itu ia membuka pintu balkon, mengijinkan cahaya dan udara sore ini masuk kamarnya melalui pintu balkon tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Line of Destiny
Genç Kurgu"Kak Tio nanti nikahnya sama Ifa, ya. Biar nanti dapat uang jajan terus dari Kak Tio!" "Kak Tio, Ifa udah mau lulus, nih. Besok kalau Ifa udah wisuda, kita nikah yaa!" "Kak Tio, Kak Tio. Sayang Ifa nggak?" *** Raditio Erlangga benci dengan tingkah m...