Happy Reading♡
***
Hari kelulusan tiba. Ini adalah hari terakhir untuknya menginjakkan sekolah yang seakan sudah menjadi rumah kedua baginya. Meski begitu tak ada sedih-sedihnya untuk Radit, padahal hampir semua temannya terutama cewek menangis sambil berpelukan.
“Nih!” Geo datang melemparkan sebotol minuman pada Radit yang sigap menangkap. Geo lalu duduk di sampingnya. “Abis dari sini udah ada rencana?”
Radit mengedikkan bahu. “Pengennya, sih, nikah aja.”
Jawaban asal Radit mendapatkan toyoran di kepala dari Geo. “Masih beban orang tua jangan sampai Lo jadi beban istri!”
Radit mencibir, lalu meneguk minumnya. “Lo sendiri?”
“Gue mau kerja, adek-adek gue harus tetap sekolah.” Dari antara teman-temannya, Geo memang yang paling pekerja keras. Menjadi anak laki-laki pertama, Geo seakan dituntut menghidupi kehidupan adik-adiknya yang masih sekolah.
“Temen Lo itu ....” Radit menggantungkan ucapannya sembari menunjuk ke arah Davin. “Jadi ambil kuliah di Jerman?”
“Mungkin,” balas Geo.
Lalu sosok Davin, dia memang yang paling pintar. Radit menggaruk kepalanya, kenapa di sini hanya dia sendiri yang belum tahu ingin seperti apa kedepannya? Radit bahkan tak pernah berpikir atau repot-repot memusingkan kepala soal rencana kedepannya.
Radit bangkit dari duduknya. “Gue pergi dulu, mau lihat pacar.”
Setelahnya, Radit pergi meninggalkan Geo. Radit tak berbohong, dia memang berniat menghampiri sosok Erika tak jauh dari tempatnya berdiri.
Ah, soal rencana setelah lulus ... Radit tak pernah menanyakan ini pada Erika.
Erika tak jauh berbeda seperti Davin, dia punya otak yang tak bisa diragukan lagi. Juga, kehidupan ekonominya yang tinggi. Pasti orang tua Erika ingin anaknya sekolah di universitas elit luar negeri.
“Eh?” Erika berbalik, langsung tersenyum pada Radit. “Kenapa?”
“Aku mau ngomong.”
“Ayo, ke sana aja.” Erika menarik tangan Radit menjauh dari kerumunan, melangkah ke tepi halaman sekolah.
“Mau ke kelasku aja?” Radit memberi ide.
“Oh? Boleh, deh.”
Keduanya lalu berjalan beriringan menuju kelas Radit yang kebetulan di lantai satu, tangan mereka juga saling menggenggam. Kelas kosong tak ada orang, lagipula siapa yang akan berdiam diri di kelas saat hari kelulusan tiba?
“Bentar, aku ambilin punya kamu.”
Erika dibuat bingung. “Punyaku? Apa emang? Aku punya barang di kamu, ya?”
Pertanyaan Erika tak diindahkan Radit yang seibuk mencari sesuatu entah apa di laci mejanya. Erika melebarkan mata saat tahu barang yang dimaksud Radit.
“Happy Graduation, Sayang!”
Sebuah Flower Balloon Bloom warna soft blue yang menjadi warna favorit Erika. Erika ingat ia pernah bilang suka dengan hal-hal semacam itu dua bulan lalu saat hubungannya dengan Radit masih indah-indahnya.
“Cantik banget, makasih!”
“Cantikan kamu. Kamu suka?”
Erika tersenyum malu. “Suka banget! Tapi, aku nggak ada hadiah apapun buat kamu.” Di akhir kalimat, Erika menunduk lesu. Tahu begini tadi ia menyiapkan sesuatu untuk pacarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Line of Destiny
Novela Juvenil"Kak Tio nanti nikahnya sama Ifa, ya. Biar nanti dapat uang jajan terus dari Kak Tio!" "Kak Tio, Ifa udah mau lulus, nih. Besok kalau Ifa udah wisuda, kita nikah yaa!" "Kak Tio, Kak Tio. Sayang Ifa nggak?" *** Raditio Erlangga benci dengan tingkah m...