Gais, noted kalau ada typo atau kata yang ga enak dibaca♡
Happy Reading♡
***
“Ifana, mau langsung pulang?”
Ifana menoleh saat Meira bertanya. “Iya, Tante.”
“Tante pesenin taksi bentar, ya.”
“Kayaknya nggak perlu, deh, Tante. Ifa bisa pesen sendiri, kok.”
Walau ditolak seperti itupun, Meira tetap keras kepala memesankan taksi untuk Ifana pulang.
Sejam yang lalu Radit berhasil keluar dari rumah sakit yang menyebabkan hari-harinya membosankan itu. Dan kali ini cowok itu tertidur pulas di kamarnya.
Ifana bersama Meira tadinya yang juga di kamar cowok itu, tapi pada akhirnya Meira keluar sebentar memesankan taksi untuk Ifana meski Ifana telah menolaknya.
Ifana bangkit, berjalan menuju ke arah meja di samping sebuah almari besar di kamar Radit. Ia pun juga duduk di kursi depan meja tersebut.
Ada sebuah bando yang menyita perhatiannya. Senyum Ifana terbit mengingat itu adalah bando berkarakter harimau yang ia pilihkan untuk Radit kala itu. Ternyata masih disimpan dengan baik oleh Radit.
Ifana meletakkan kembali ke tempat semula. Matanya kemudian beralih menatap buku-buku yang terjejer rapi di sana, yang rata-rata buku tentang bisnis. Pasti, cowok itu sedang belajar bisnis meneruskan perusahaan sang papa. Padahal Ifana yakin sekali buku-buku ini tak terlalu digunakan Radit mengingat betapa tipisnya minat baca cowok itu.
“Ngapain?”
Ifana terkejut setengah mati, suara serak khas bangun tidur itu mengagetkannya. Ia refleks menoleh mendapati Radit yang terbangun dari tidurnya dan kini merubah posisi menjadi duduk.
Radit mengucek matanya. “Main sentuh-sentuh aja Lo,” cibirnya.
Ifana meletakkan buku yang memang sempat ia sentuh.
“Sini!” Radit memberi kode agar cewek itu mendekat.
“Udah mau pulang?” tanya Radit yang juga mendekat sampai tepi ranjang.
“Iya, tadi katanya Tante Meira pesenin Ifa taksi, tapi kok lama ya?”
“Biarin.” Radit merogoh kantong bajunya, mengambil sesuatu dan menyodorkan pada Ifana. “Tadi di rumah sakit, gue dikasih ini sama anak kecil yang juga korban kecelakaan yang sama kayak gue.”
Ifana termangu menatap penjepit rambut di tangan Radit. Matanya mengerjap bingung kali ini. “Terus?”
“Ya ini, buat lo.”
“Kenapa dikasih ke Ifa?”
“Ya masa gue pakai sendiri? Nggak lucu, dong, ntar gue bukannya ganteng malah cantik. Mau punya calon suami cantik?”
Ifana diam mencerna ucapan Radit, meski sudah jelas ucapan cowok itu. Hanya saja otak Ifana perlu diperbarui agar cepat mencerna setiap ucapan dengan baik.
“Ck, kode mau gue pakein ternyata.”
Radit memakaikan penjepit tersebut di rambut Ifana sebelah kanan atas. Warna kuning berkarakter matahari sangat mencolok di rambut cewek itu yang hitam.
“Dah, cantik. Tapi kalau udah cantik gini jangan lirik-lirik cowok lain, ya?”
Ifana menyentuh penjepit di rambutnya, lalu mengangguk lugu dan tersenyum lebar. “Siap, Kapten. Kak Tio juga jangan lupa nyasarin box es krim ke rumah Ifana, ya?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Line of Destiny
Novela Juvenil"Kak Tio nanti nikahnya sama Ifa, ya. Biar nanti dapat uang jajan terus dari Kak Tio!" "Kak Tio, Ifa udah mau lulus, nih. Besok kalau Ifa udah wisuda, kita nikah yaa!" "Kak Tio, Kak Tio. Sayang Ifa nggak?" *** Raditio Erlangga benci dengan tingkah m...