✧DuaPuluhSembilan✧

82.4K 6K 62
                                    

Karena part sebelumnya lumayan rame, ydah next lah yaa

Happy Reading♡


***

Radit menjauhkan es krim di tangannya takut-takut menetes dan jatuh mengenai kepala Ifana, apalagi cewek itu bersandar pada dadanya.

Setelah berhasil menghentikan tangis Ifana tadi, Radit membujuk cewek itu untuk membeli es krim sebanyak yang ia mau.

Tak mudah menghentikan tangis Ifana tadi, karena ia harus berkali-kali menenangkan jantungnya yang makin kurang ajar saat di dekat Ifana. Sialan memang!

“Fa, jauhan sana dudukny---”

“Tuh, kan! Kak Tio emang jauhin Ifa, Kak Tio marah sama Ifa!”

Radit mengacak rambutnya frustasi. “Nggak gitu, Fa.”

“Ya kalau nggak gitu kenapa Kak Tio anti banget kayaknya sama Ifa! Ifa udah mandi, lho, Kak. Nggak bau lagi!”

“Ya karena---” Radit diam sejenak. Mengalihkan topik adalah ide yang bagus saat ini. “Eh, mau jalan-jalan nggak abis ini?”

“Mau!”

Berhasil, Ifana mengangkat kepalanya menjauh dari Radit.

“Ya udah, buruan abisin es krimnya.”

“Siap!” Ifana menurut menghabiskan es krimnya dengan cepat sampai tanpa sadar krimnya belepotan ke mana-mana.

Radit menatapi itu, tanpa ada niat membersihkannya karena Ifana lebih menarik di matanya.

“Kenapa?”

Radit buru-buru memutus pandangan saat Ifana membalas tatapannya. “Apanya?”

“Kak Tio ngelihatin Ifa mulu perasaan, dari tadi di kedai es krimnya gitu juga, lirik-lirik Ifa.”

“Pede abis!” Radit terkekeh geli seakan sedang menertawakan kepedean Ifana padahal apa yang dikatakan Ifana tak salah.

Ifana mencibir menanggapi uacapan Radit, ia kembali fokus pada es krim lalu berujar, “Lihatin Ifa mulu, padahal dideketin nggak mau.”

Radit menarik napas panjang. Ditariknya rambut Ifana membuat cewek itu mengaduh kecil. Keisengannya itu berakhir kejar-kejaran di taman layaknya anak kecil karena Radit berhasil membuat es krim di tangan Ifana terjatuh.

“KAK TIOO!”

Radit berhenti berlari, cowok itu menoleh mendapati Ifana yang duduk terjatuh di atas rumput taman. Bukannya menolong, Radit malah terbahak. “Ngapain Lo duduk di situ? Sofa di rumah lebih empuk kali!”

Ifana mencebik. “Jatoh, Kak! Tolongin.” Ifana bisa bangkit sendiri aslinya, tapi sengaja membuat Radit repot.

Radit mengulurkan tangannya membantu Ifana. Namun, tanpa ia sadari Ifana tersenyum licik. Bukannya meraih tangannya lalu berdiri, Ifana malah menariknya hingga jongkok di hadapan cewek itu. Tak memberi jeda, Ifana lalu melompat ke punggung Radit, mengalungkan tangannya ke leher cowok itu.

“Eh, Setan! Turun nggak?!”

Ifana menggeleng keras. “Nggak mau, ayo gendong sampai mobil!”

“Lo udah gede, Fa. Berat!”

“Nggak, Kak Tio kuat ayok semangat yuk!”

“Sialan.” Radit mengumpat lirih, mau tak mau ia bangkit menuruti Ifana untuk menggendongnya sampai mobil.

“Harus ada imbalan nggak, sih, buat gue yang berusaha keras ngangkat karung beras ini?”

“Aduh!” Radit mengusap kepalanya yang kena jitakan Ifana. “Kasar Lo!”

Line of DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang