Biar moodnya naik, aku update double deh, jangan lupa jejaknya♡
Happy Reading♡
***
Seharusnya hari ini adalah hari di mana Meira balik ke Jakarta, tapi karena Radit, wanita paruh baya itu mengurungkan niatnya. Bahkan taksi yang sudah ia pesan harus dibatalkan, barang-barangnya pun sudah ia kemas rapi tinggal dibawa.
Pagi-pagi Radit masih tidur sampai siang, sorenya cowok itu mengeluh kepalanya pusing. Lalu malam ini, mamanya mengomeli habis-habisan.
“Makanya jangan bandel, dibilangin juga!”
Tuk!
“Aduh!” Radit meringis, mengusap keningnya yang baru saja dipukul oleh mamanya dengan sendok. “Sakit, Ma,” ujarnya melas.
“Kemarin kenapa malem banget baru pulang, ha?! Padahal katanya cuma mau ke Indomaret.”
Radit memijit keningnya yang pusing bukan main. “Sekalian mampir ke rumah temen, Ma. Deket situ rumahnya.”
“Kalau boong hidungnya panjang!”
“Amit-amit!” Radit refleks mengusap hidungnya. Syukurlah tidak panjang beneran, Radit takut mamanya itu menyumpahinya betulan.
“Nih, minum obat dulu. Nggak usah ke dokter, lah, ya. Orang cuma demam sama pusing doang!”
Radit memasang wajah paling nelangsa. Ia menerima uluran beberapa tablet obat, menelannya dilanjut dengan meneguk air putih. Untung dia bukan tipe yang repot dengan segala jenis obat-obatan.
“Mama kalau mau ke Jakarta sekarang, nggak papa, kok.” Radit terbatuk pelan. Suaranya bahkan serak. “Kan Radit cuma demam sama pusing doang.”
Radit membalikkan ucapannya, membuat Meira melirik anaknya yang sudah membaringkan tubuh di sofa dengan mata memejam. “Ke kamar sana, jangan tidur di sini.”
“Iya.” Radit hanya menjawab, tapi perintah mamanya tak benar-benar ia laksanakan.
Meira hanya geleng-geleng kepala. Waniat paruh baya itu berlalu dari sana menuju dapur. “Kemarin kamu beli apa di Indomaret, sih, Dit?! Kenapa sama sekali nggak ada bahan masakan gini?!”
Radit mengusap telinganya saat mamanya berteriak lagi. Di saat-saat keadaannya seperti ini malah mamanya tega mengomeli.
“Mama mau keluar dulu, salah siapa mama mau masak tapi nggak ada bahan.”
Lalu setelahnya Meira menghilang dari balik pintu. Radit meringkuk tak berdaya di sofa. Mencoba memejamkan mata, tapi pusing kepalanya sangat mengganggu.
Suara pintu diketuk membuat Radit mendecak kesal. Itu tidak mungkin mamanya, Meira tak akan mengetuk pintu untuk apartemen anaknya sendiri apalagi Meira keluar beberapa menit yang lalu, tak mungkin secepat itu kembali.
Radit mau tak mau bangkit, memaksakan tubuhnya untuk berdiri dan melangkah membukakan pintu.
“Ck, Lo ngapain ke sini, sih?” Begitu kalimat pertama yang terucap oleh Radit saat mengetahui yang datang adalah Dani.
“Gitu amat sama tamu,” balas Dani. “Gue nggak sendirian, btw.”
Radit bersandar pada pintu. “Sama siapa?”
“Fa, sini!” Dani menoleh melambaikan tangan, membuat Radit mengernyit menatap itu. Tak lama, sosok Ifana datang tersenyum lebar.
Namun, bukannya senang atau bahagia, Radit malah mengerutkan kening tak suka. “Lo pada ngapain ke sini, sih?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Line of Destiny
Teen Fiction"Kak Tio nanti nikahnya sama Ifa, ya. Biar nanti dapat uang jajan terus dari Kak Tio!" "Kak Tio, Ifa udah mau lulus, nih. Besok kalau Ifa udah wisuda, kita nikah yaa!" "Kak Tio, Kak Tio. Sayang Ifa nggak?" *** Raditio Erlangga benci dengan tingkah m...