“Ingat, ya, kerja sama tim. Kalian berusaha semaksimal kalian. Kalian jangan khawatir jika kalian kalah atau apapun itu. Yang penting adalah kalian sudah berusaha. Jika kalian menang ronde pertama, kita sudah otomatis juara kedua dan akan ikut ronde berikutnya. Jadi, kalian harus siap. Apakah kalian mengerti?”
“Kami mengerti!”
“Bagus! Pertahankan! Semangat!”
“Terima kasih!”
Linzy dan teman-teman satu kelompoknya menjawab serempak salah satu teman dari kelompok mereka memberikan semangat sekaligus nasihat. Linzy tersenyum senang. Sebenarnya lomba basketnya masih nanti. Sekitar tiga puluh sampai empat puluh menit lagi mungkin atau lebih. Tergantung pembawa acara dan jalannya lomba yang mungkin bisa lebih dari jadwal. Setelah lomba ini, akan ambil rapot dan mereka akan libur. Jungkook sudah dinyatakan lulus, semua anak kelas dua belas. Mereka akan masuk ke jenjang berikutnya yakni kuliah dan Linzy akan masuk ke kelas dua belas.
Sesuai janji, Jungkook akan menonton Linzy lomba. Jungkook sudah izin kemarin dan Jungkook sudah izin juga kepada wali kelasnya, wali kelasnya mengizinkan. Wali kelasnya sudah bertanya juga ke guru-guru lain dan diizinkan. Benar kata Jungkook. Anak kesayangan memang berbeda. Terlebih sudah tak terhitung berapa kali Jungkook menyumbangkan piala untuk sekolah, selalu mendapat peringkat pertama di kelas, tidak heran Jungkook diizinkan.
Teman-teman kelompoknya yang tadi sempat memanggil mulai bubar. Mereka memanggil untuk mendengarkan nasihat dan semangat serta berkumpul sejenak. Mereka akan berkumpul lagi nanti setelah waktu lomba dekat.
Linzy mengedarkan pandangan—mencari kehadiran temannya, Jisoo yang entah kemana. Membaca novel atau bermain game—hanya itu yang bisa dilakukan Jisoo jika sedang seperti ini membuat Linzy mendengus. Jisoo tidak setia kawan ternyata. Padahal Jisoo mengatakan akan menunggunya. Linzy yang awalnya hendak menelepon Jisoo, terkejut ketika sudah ada telepon masuk. Mata Linzy melebar melihat teleponnya dari Jungkook. Itu membuatnya antusias. Memang sejak tadi dia belum melihat Jungkook. Tapi, kata Jungkook, dia sudah datang, hanya saja dia diajak mengobrol oleh guru-guru. Linzy juga sejak tadi bersama Jisoo.
Linzy mengedarkan pandangan, memastikan situasi aman. Kemudian dia mengangkat telepon dari Jungkook itu. “Halo?” ucap Linzy.
“Halo, Sayang.”
Oh. Panggilan yang manis sukses membuat Linzy tersenyum. “Jadi kau sudah selesai dipanggil oleh guru-guru?” tanya Linzy. Tentu dengan suara pelan agar tidak ketahuan oleh orang lain.
Jungkook terdengar menghela napasnya. “Iya. Sudah. Jika tidak, aku tidak akan meneleponmu,” ujar Jungkook yang memang tidak salah sama sekali. “Linzy, lihat ke depan. Lebih jauh,” ucap Jungkook lagi membuat kening Linzy berkerut, tapi dia menurutinya. Linzy terkejut kala melihat Jungkook berdiri di hadapannya—walau jauh, Linzy bisa melihatnya dan Jungkook tersenyum padanya dengan tangan yang memegang ponsel. “Kau sudah melihatku, kan?” tanya Jungkook.
Linzy mengangguk. “Sudah.”
“Bagus. Aku akan ke rooftop. Aku menunggumu. Kita habiskan waktu yang tersisa sebelum kau lomba di sana. Hati-hati. Jangan sampai ketahuan. Beritahu Jisoo dulu lewat pesan atau apapun agar dia tidak bertanya kepada orang-orang kau ke mana dan menimbulkan kecurigaan.”
Linzy tersenyum senang. “Oke!” jawabnya semangat.
“Baiklah. Aku menunggumu di rooftop. Sampai jumpa, Sayang.”
KAMU SEDANG MEMBACA
When Fate Happens
RomanceLee Linzy tak mengira kalau pria bernama Ahn Jungkook-seniornya yang terpaut umur lebih satu tahun darinya-mendadak membantunya saat dia kesulitan dan mereka semakin dekat. Jungkook adalah pria yang cukup terkenal di SHINE Korea School-tempat Jungko...