When Fate Happens Part 29

109 12 2
                                    

“Aku mencintaimu, Linzy. Aku bersumpah. Aku pasti akan menjagamu.”

“Berhenti membual, Oppa.”

“Siapa bilang? Aku tidak pernah membual. Aku mencintaimu.”

Linzy semakin menangis di kamarnya kala mengingat ucapan manis Jungkook kepadanya. Kata ‘aku mencintaimu’ sering keluar dari bibir Jungkook dan sukses membuatnya melayang dan merasa begitu beruntung karena dicintai Jungkook. Dia dulu tidak mengerti, kenapa Jungkook bisa mencintainya dibanding gadis-gadis lain yang menurutnya lebih cantik. Namun, sekarang dia sudah mengerti kenapa.

Jungkook tidak pernah mencintainya. Jungkook hanya ingin membunuhnya. Ketika bertemu Yonggi, dia bahkan begitu percaya diri dan tidak berpikir apapun atau merasa bersalah. Tidak ada cinta sama sekali dari ucapannya itu. Tidak terbata-bata dan jelas. Linzy merasa bodoh karena sudah jatuh sejauh-jauhnya pada pria itu.

“Lin.”

Linzy bahkan tidak sadar sejak kapan Wendy sudah membuka pintu dan masuk ke dalam kamarnya. Tadi dia memang sempat keluar untuk memberikan Linzy waktu sendiri dan tenang—Linzy yang memintanya—namun, sekarang Wendy tidak datang sendiri, melainkan ada kakaknya, Yonggi yang turut memperhatikannya. Linzy tidak bergerak dari posisinya. Linzy tak mau menoleh dan membiarkan mereka melihat wajahnya yang menangis.

Namun, tanpa harus Yonggi dan Wendy lihat, mereka jelas tahu Linzy menangis. Yonggi mengepalkan tangannya, walau terlihat cuek, namun dia sangat peduli dengan adiknya. Tentu dia tidak tega melihat adiknya menangis seperti ini karena pria brengsek itu. Yonggi mendekat kepada Linzy, lalu mendadak mengulurkan tangan membuat Linzy mau tak mau menoleh, memperhatikan dengan bingung. Wendy juga tak kalah bingung.

“Berikan ponselmu,” tegas Yonggi dengan nada dingin.

“Untuk apa?” tanya Linzy tanpa semangat dan suara serak khas orang menangis membuat emosi Yonggi semakin kacau.

“Berikan saja,” tegasnya.

Linzy juga akhirnya pasrah. Jujur, dia tidak punya tenaga untuk melawan ataupun berpikir. Linzy mengambil ponselnya di atas kasur, memberikannya kepada Yonggi. Yonggi segera mengambil dan mengotak-atiknya. Selagi Yonggi sedang melakukannya, Wendy berusaha menenangkan Linzy yang berusaha menahan tangisannya.

Setelah selesai, Yonggi memberikannya lagi kepada Linzy. Linzy memperhatikan bahwa Yonggi baru saja membuka kontak. “Aku sudah memblokir nomor pria sialan itu,” ujar Yonggi memberitahu. Linzy memperhatikan Yonggi yang melipat kedua tangannya ke dada dengan tatapan dingin. “Jangan pernah lagi menghubunginya. Kau tidak usah berhubungan lagi dengannya. Bahkan, jika dia kemari, aku akan membunuhnya. Beritahu aku kalau dia mengganggumu.”

Linzy tersenyum miris saja dan mengangguk. Jujur, dia masih tidak menyangka hubungannya dan Jungkook akan berakhir seperti ini.

***

Tidak.

Tidak bisa begini.

Jungkook tidak tahan hanya di dalam kamar, menunggu Linzy semakin salah paham dan membencinya. Jungkook harus keluar dari sini bagaimanapun caranya dan ide gila terlintas di kepalanya. Ini sudah tengah malam. Jungkook membuka jendela kamarnya dengan seprai kasurnya yang sengaja sudah dilepas, diikat di dekat jendelanya dan dibiarkan terurai. Jungkook akan kabur hari ini, tengah malam ini. Ini adalah kesempatan dan cara paling baik menurutnya. Terlebih, Jey dan Somi juga sudah tidur.

Jungkook sudah tak peduli ini akan membahayakan atau semacamnya. Persetan. Baginya, hubungannya dan Linzy, kebahagiaan Linzy jauh lebih penting. Untungnya Jungkook berhasil dan baik-baik saja. Jungkook langsung menaikkan tudung jaketnya dan segera pergi dari sana.

When Fate HappensTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang