“Oppa.”
“Hm?”
Linzy memainkan jemari Jungkook yang tengah menggengamnya dengan perasaan cemas. Sebenarnya Linzy agak ragu dengan keputusan Jungkook untuk memberitahu Yonggi, semua yang sudah terjadi. Jungkook ingin bertanggungjawab atas semua yang sudah terjadi. Jungkook bersedia juga menerima apapun yang akan diterimanya sebagai resiko. Baik pukulan, kemarahan, dan lain sebagainya. Namun, Linzy yang takut. Terlebih, akhir-akhir ini suasana hati kakaknya sedang tidak baik karena Wendy.
Linzy mendongak, menatap Jungkook yang sedang memandangnya. “Apakah kau harus mengatakannya kepada Yonggi Oppa?”
Jungkook langsung mengangguk. “Tentu saja. Aku sudah melakukan sesuatu. Setiap orang yang melakukan sesuatu, harus bertanggung jawab.”
Linzy menunduk. “Kau benar,” ucapnya. Tak membantah. “Tapi, sebenarnya aku takut Kakakku akan marah. Dia bisa saja meminta kita memutuskan hubungan kita, terlebih suasana hatinya sedang buruk akhir-akhir ini. Memang aku tadi mengatakan, aku akan berjuang, aku juga tidak mau berpisah denganmu. Tapi, setelah dipikir-pikir, aku malah takut—“
“Kau tidak perlu takut.”
Linzy diam ketika Jungkook menyela. Nadanya serius, tapi lembut juga. Kemudian, Jungkook mengusap tangan Linzy dengan lembut. “Aku juga tidak akan menyerah. Aku akan berusaha memperjuangkan hubungan kita. Aku akan mengurusnya.”
“Jika Kakak—“
Ucapan Linzy terhenti ketika tiba-tiba terdengar suara kunci yang dibuka dari luar. Linzy menoleh ke arah pintu utama rumahnya, begitupula Jungkook. Linzy menelan ludahnya. Dia yakin, itu adalah kakaknya. Jungkook juga menyakinkan hal itu karena hanya Yonggi dan Linzy yang memiliki kunci rumah ini. Benar saja. Pintu terbuka, kemudian Yonggi muncul di balik pintu.
Yonggi melihat Jungkook dan Linzy yang duduk bersebelahan. “Oh, kau datang,” ucap Yonggi singkat. Yonggi melepas sepatunya, meletakkannya di rak sepatu. Sedangkan Jungkook dan Linzy sama-sama gugup sebenarnya sekarang. Mereka sudah berdiri dari tempatnya. Yonggi tidak berpikir apapun. Yonggi hanya berpikir, mereka ingin hormat saja. Memang sudah biasa. “Sudah. Biasa saja. Kalian duduk saja. Aku juga mau ke kamar dan beristirahat,” ucap Yonggi.
Sebenarnya dia ingin mengirimkan pesan kepada Wendy. Bertukar pesan. Yonggi rasanya ingin menelepon, tapi tidak bisa. Wendy tidak bisa ditelepon karena ibunya tidak mengizinkan. Jika ketahuan, bisa-bisa ponsel Wendy disita. Wendy juga menghapus pesannya dengan Yonggi setelah bertukar pesan. Saking kuatnya keinginan itu, Yonggi tidak menyadari raut wajah tegang Jungkook dan Linzy.
Jungkook menarik napasnya. Berusaha mengumpulkan keberaniannya. Kemudian Jungkook menatap Yonggi yang sudah berjalan hendak ke kamarnya dengan tatapan serius. “Hyung,” panggil Jungkook membuat langkah Yonggi terhenti.
Yonggi menoleh kepada Jungkook. “Apa?” tanya Yonggi santai. Masih belum menyadari suasana yang menegang. Jungkook mengeratkan genggamannya di tangan Linzy. Linzy juga mengeratkan genggamannya. Mereka berdua sedang saling menguatkan sekarang. Yonggi akhirnya menyadari itu, begitupula raut wajah tegang keduanya. Yonggi langsung tahu. Ada yang hendak mereka katakan, entah apa. Wajah Yonggi berubah serius juga. “Ada apa? Katakan saja,” ucap Yonggi yang akhirnya peka dengan keadaan membuat Jungkook dan Linzy justru semakin tegang.
Namun, Jungkook berusaha memberanikan dirinya. “Ada yang ingin kubicarakan denganmu, Hyung.”
“Apa?”
“Tadi di sekolah, aku sudah mengatakan semuanya.”
“Bisa berbicara jangan setengah-setengah? Katakan semuanya padaku dengan jelas,” ucap Yonggi tegas. Jujur, dia menjadi seperti ini karena khawatir dengan adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Fate Happens
RomanceLee Linzy tak mengira kalau pria bernama Ahn Jungkook-seniornya yang terpaut umur lebih satu tahun darinya-mendadak membantunya saat dia kesulitan dan mereka semakin dekat. Jungkook adalah pria yang cukup terkenal di SHINE Korea School-tempat Jungko...