Lembar Ke-24

204 19 0
                                    

Pagi itu dirumah keluarga Adhiguna sudah duduk dua orang laki-laki yang sedang melakukan kegiatan masing-masing melalui iPad. Nyonya rumah itu sedang asik memasak bersama para asisten rumah tangga yang bekerja disana.

"Mas, Avi belum bangun? Kok belum turun, ya?" Tanya nyonya Adhiguna.

"Sebentar lagi mungkin, Bu. Semalam dia keliatan capek banget." Jawab Kalandra.

Orang yang sedang di bicarakan akhirnya datang, dengan wajah yang pucat dan lemas tetapi masih memaksakan untuk tersenyum.

"Pagi, Bu, Ayah, Mas." Sapa Mavi dengan lemas, dia duduk di kursi kedua seberang Kalandra.

"Kamu pusing, dek?" Tanya Afzam Rashif Adhiguna, ayah Mavi dan Kala.

Kalandra menggeleng, dia mengambil segelas air hangat dan meminumnya. "Engga kok, Yah." Sebenarnya sejak bangun tidur Mavi memang sudah merasakan sakit pada kepalanya, saat berada di ujung anak tangga lantai dua pengelihatannya bahkan sudah mulai mengabur, untungnya dia sempat berpegangan pada railing tangga (besi untuk pegangan tangga).

Nyonya Keani Adhiguna menyajikan beberapa jenis roti, yoghurt, salad, dan menu sarapan lainnya, setelah itu dia duduk di sisi kanan Afzam tepat di sebelah Mavi.

"Kamu pucet banget, Vi. Sarapan di kamar aja, ya? Nanti ibu bawain ke kamar." Ujar Keani pada putra bungsunya.

Mavi kembali menggeleng, jarang sekali mereka berempat bisa makan bersama di meja makan ini, dia tidak mungkin melewatkan kesempatan berharga ini. "Engga, Bu. Avi mau sarapan disini."

"Ya sudah, kalau begitu kita mulai sarapannya." Afzam memulai sarapan pagi ini dengan sedikit rasa khawatir pada putra bungsunya.

Tidak hanya Afzam, Kala juga menatap adiknya itu dengan perasaan was-was, dia cemas dengan kondisi adiknya yang tiba-tiba turun seperti ini.

📖📖📖📖📖📖📖📖📖📖

Pukul delapan pagi setelah selesai sarapan, Kalandra berangkat ke rumah sakit karena masih ada beberapa berkas yang harus dia urus. Sementara Mavi? Dia lebih memilih untuk memejamkan matanya dan merebahkan tubuhnya di Sofa ruang keluarga yang luas. Ibunya sebentar lagi berangkat untuk pergi ke butik menemui janji pelanggannya, ayahnya mungkin sebentar lagi keluar dari ruang kerjanya.

Keani menemui anak bungsunya, dia mengelus kening putranya yang tidur menghadap sandaran sofa. "Avi, dek. Ibu berangkat dulu, ya."

Tidak ada jawaban dari Mavi, biasanya walaupun putra bungsunya itu sedang tertidur dia akan menjawab dengan gumaman. Keani menjadi khawatir, di paksa-nya badan itu untuk berbalik. Betapa terkejutnya Keani menatap Mavi yang hidungnya mengeluarkan darah segar.

"AYAHHHHHH!!!! AYAHHHHHH!!! MAVI, YAHHH!!!!" Keani berteriak membuat seisi rumah terkejut. Keani memeluk putra bungsunya yang sudah pingsan, dia menangis ketakutan.

"Ada ap — astaga! AVI!" Afzam terkejut ketika melihat istrinya yang memeluk putra bungsunya yang pingsan dengan hidung yang mengeluarkan darah.

"Keani, Keani, dengar. Panggil Burhan untuk siapkan mobil, aku bawa Mavi kebawah. Oke?" Afzam berusaha untuk menenangkan istrinya, dia harus tetap tenang untuk situasi seperti ini. Keani mengangguk dan mulai beranjak dari ruang keluarga mencari supir pribadi keluarganya.

"Pak Burhan! Pak Burhan!" Teriak Keani.

Burhan yang di panggil pun langsung menemui bosnya itu, "saya, Bu."

"Pak tolong siapin mobil sekarang. Mavi harus di bawa kerumah sakit sekarang." Ujar Keani. Burhan mengangguk dan bergegas ke garasi untuk mengeluarkan mobil.

Maviandra ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang