Lembar ke-30

177 15 4
                                    

Sore ini Mavi duduk di halaman belakang rumah Abim, dia memang ingin mengunjungi adik kecil Abim, Kaleela. Rasanya sudah lama sekali tidak menyapa anak kecil itu.

"Kaleela belum pulang, kata Eyang lagi dibawa pengasuhnya main di taman depan bareng anak-anak di komplek ini." Ucap Abim sambil melempar sekaleng minuman bersoda pada Mavi.

"Yah, masih lama pulangnya?" Tanya Mavi.

"Harusnya sih sebentar lagi. Udah jamnya Kaleela mandi." Ujar Abim.

Tidak berselang lama, yang di tunggu akhirnya tiba. Kaleela yang melihat Mavi berada di halaman belakang langsung saja berlari yang menabrakan dirinya pada Mavi. Mavi tertawa melihat kelakuan adik kecil Abim, dia menggendong anak perempuan itu.

"Kaleela kemana aja? Mas Avi nunggu dari tadi." Ucap Mavi.

"Kale ke taman tadi sama mbak. Mas udah lama?" Mavi tersenyum dan mengangguk.

"Kale mandi dulu, mas Avi-nya gak kemana-mana kok." Abim mengambil alih Kaleela, dia menurunkan adiknya dan meminta pengasuh Kaleela untuk membawa adiknya mandi.

"Kale bentar lagi sekolah kan?" Tanya Mavi, biasanya anak seusia Kaleela menang sudah memulai masa pre-school.

"Udah mulai, kok."

"Nyokap, bokap lo tau?" Tanya Mavi perlahan, dia tau mungkin ini pertanyaan yang sedikit sensitif bagi Abim.

"Nyokap tau, bokap? Mana peduli." Abim menjawab dengan tidak acuh. Tapi, Mavi tau dari pandangan matanya, Abim merasa sedih dengan fakta yang ada. Adik kecilnya kehilangan keluarga yang bahagia.

"Gue gak ngerti jalan pikiran bokap. Rasanya gue mau marah setiap liat dia bahagia. Egoisnya, dia gak mau lepasin gue, Kale sama nyokap. Tapi, kerjaannya tiap ketemu nyokap berantem terus."

"Lo udah ketemu orang itu?" Ini sebenarnya bukan ranah Mavi, tapi dia hanya mencoba membuat Abim bercerita dan meringankan beban pikirannya.

"Mana sudi. Dia yang usaha ketemu Kale terus ambil simpati Kale. Untungnya oma, opa, yang-kung, yang-ti gak ada yang nerima. Mereka semua ngehalangin." Abim menatap jauh ke halaman belakang, mengingat-ingat sudah berapa lama sejak dia bisa merasakan hangatnya sebuah keluarga yang utuh.

"Kale gak bakal kehilangan kasih sayang, kali. Dia punya gue, sama temen-temen kita. Kale udah kaya adik gue sendiri, lo tau sendiri kan." Abim mengangguk membenarkan perkataan Mavi. Kale mungkin tidak kehilangan kasih sayang, anak perempuan itu hanya tumbuh tanpa keutuhan sebuah keluarga yang bahagia. Kale tidak berkesempatan untuk mencicipi hangatnya keluarga yang utuh, tidak seperti anak-anak lainnya.

"Kalau bukan karena Kale, yang-kung, yang-ti, opa, oma. Kayanya mending gue ikut nyokap tinggal di luar negeri. Seenggaknya, gue gak harus ketemu sama orang itu." Mengingat orang itu saja sudah membuat Abim kesal dan mengepalkan kedua tangannya.

Ting..

Ponsel Mavi berbunyi, tanda pesan masuk.

Ponsel Mavi berbunyi, tanda pesan masuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Maviandra ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang