Abim berjalan di depan pintu ruang IGD dengan khawatir, sementara Rhea, Kavin dan Kevin duduk dengan risau di kursi tunggu. Bintang baru saja datang sambil berlari, diikuti Vano dibelakang.
Abim yang melihat kedatangan Vano langsung saja emosi, dia menarik kencang kerah kemeja Vano dan menatapnya dengan tatapan tajam.
"LO LIAT HASIL PERBUATAN LO, ANJING!" Hardik Abim.
Vano hanya bisa menunduk menyesal, dia sebenarnya juga menyalahkan dirinya sendiri karena kehilangan kendali atas kemarahannya.
"Bim! Udah, jangan lo terusin. Gak guna juga kalau ribut-ribut gini. Udah! Ini rumah sakit." Tegur Bintang yang berusaha melepas cengkraman Abim pada kemeja Vano.
"Bim, lepas! Malu, sekarang yang paling penting keadaan Mavi. Daripada lo ribut, mendingan lo hubungin keluarganya Mavi." Ujar Kevin yang membantu Bintang memisahkan keduanya.
"Gara gara dia, kondisi Mavi bisa aja lebih memburuk." Sergah Abim.
"GUE TAU! TAPI INI BUKAN WAKTUNYA LO NGELUAPIN EMOSI LO! SADAR ANJING!" Bentak Bintang, dia ikut kesal karena Abim masih saja keras kepala. Dia menarik keras tangan Abim hingga melepaskan cengkramannya pada kemeja Vano.
Vano yang hanya terdiam lalu menyingkir, dia berlutut dihadapan Aurhea yang sedari tadi hanya diam dengan mata bengkak karena menangis selama perjalanan serta tatapan yang kosong.
"Re, maafin gue. Gue salah karena gak bisa kontrol emosi, maafin gue Re." Ucap Vano.
"Van, lo tau gak? Selama gue perhatiin kalian, gue sadar satu hal. Mavi sama lo saling pengertian satu sama lain, bahkan kalau sama Abim, Mavi gak se sabar waktu dia sama lo. Gue gak tau cerita apa yang kalian punya satu sama lain, itu bukan hak gue. Tapi dari semua hal yang selama ini gue liat, gak mungkin kalian bertengkar kaya gitu kalau gak menyinggung satu sama lain. Maafin Mavi juga ya, Van. Mungkin perkataan dia buat lo kehilangan kontrol emosi." Tutur Rhea.
Vano menunduk dan menggeleng, dia sadar seharusnya tidak menyinggung perasaan Mavi, dia tau Mavi berjuang selama ini untuk Rhea dan untuk dirinya sendiri, tapi ketika sudah mendapatkan ingatan Rhea ternyata takdir tidak semudah itu untuknya.
"Bangun, jangan duduk di bawah begitu. Nanti aja minta maafnya sama keluarga Mavi atau sama dia sendiri." Ucap Rhea membantu Vano berdiri.
Abim yang kesal melihat itu lantas melangkahkan kakinya pergi dari tempat itu, rasanya sesak sekali menahan emosi. Rhea yang melihat kepergian Abim lantas menyusulnya, menitipkan Mavi pada Bintang.
📖📖📖📖📖📖📖📖📖📖
"Bim," panggil Rhea sambil menyentuh pundak Abim.
Disinilah mereka berdua, duduk di taman rumah sakit. Abim hanya menoleh sedikit pada Rhea lalu menunduk. Rhea paham betul temannya ini sedang berusaha meredakan emosinya, harusnya Rhea tidak disini tapi dia mengambil resiko karena khawatir pada Abim.
"Lo pasti kesel banget, gue tau. Diantara mereka, lo yang lebih kenal Mavi. Bahkan gue pun gak bisa dibandingin sama lo. Tapi, kalau lo marah kaya tadi, akhirnya malah nimbulin masalah baru." Ungkap Rhea. Dia berusaha menjelaskan dengan perlahan agar Abim dapat menerima apa yang dia pikirkan.
"Dia mukul pacar lo, lo gak marah? Lo sendiri tau pesen Mas Kala sebelum dia pergi seminar, kan? Dia mau kepala Mavi baik-baik aja, hindarin benturan atau apapun itu. Lo tau gak, akibat dari perbuatannya Vano?!" Sentak Abim.
Rhea tersentak, dia hampir saja menangis karena nada suara Abim yang cukup keras. Air matanya mulai membendung di pelupuk mata, Abim melihat itu. Ingin meminta maaf tapi dia memilih untuk pergi meredakan emosinya dulu, sementara Rhe menangis terisak. Abim tau, jika Mavi sampai tau Rhea dibentak, diperlakukan kasar hingga menangis temannya itu akan sangat marah. Tapi, biarlah seperti itu. Setidaknya emosinya mereda sedikit, untuk kata maaf dia akan memikirkannya nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maviandra ✓
Teen Fictionkertas kertas itu bukan hanya penampung aksara, lebih daripada itu. tentang kata yang tak mampu terucap, tentang suara yang tak mampu terdengar. tentang kita, yang tak juga tergapai. 📖📖📖📖📖📖📖📖📖📖 Maviandra berpacu dengan waktu dan dirinya se...