MENGANDUNG KATA-KATA KASAR!
AWAS TYPO MENODAI MATA!Makan malam terasa begitu tegang, namun tidak bagi Eljio yang santai memakan steak miliknya. Anak itu sudah tahu siapa-siapa saja musuh barunya, pertama ada sang kakek Tio yang memiliki tatapan galak, kedua ada nenek tirinya Marlina yang memiliki wajah seperti badut, ketiga ada kakak dari Marcela yaitu William dan keempat-kelima-keenam ada para kakak sepupunya. Isaki, Adam dan Rivan. Sedangkan untuk istri William sendiri sudah meninggal saat usia Rivan 5 tahun dan pria itu tidak ada niat untuk menikah lagi.
Setelah selesai makan malam mereka segera berkumpul di ruang keluarga Eljio duduk di tengah-tengah antara Marcello dan juga Marcela.
"Anak kembar mu kemana ela?" tanya Marlina agak sinis. Wanita tua itu memang selalu sinis kepada Marcela dan Eljio tentunya, menurut Eljio wanita tua itu hanya baik kepada anggota laki-laki, kecuali dirinya dan sepertinya Marlina tidak menyukai dirinya, bukan. Lebih tepatnya Alavaizi Eljio Brawijaya.
"Mereka ke pantai." jawab Marcela seadanya, kemudian tatapan Marlina jatuh kepada Eljio.
"Kenapa?" tanya Eljio sambil menatap balik kearah Marlina dan hal itu tentu saja membuat Marlina terkejut, biasanya anak itu bahkan tidak pernah berani untuk mendongak dan mengucapkan sepatah katapun.
"Ternyata cucu bungsu ku sudah besar ya."
"Oh tentu saja aku ini kan hidup." jawab Eljio dengan santai.
"Kakek dengar kau amnesia."
Eljio melirik kearah Tio. "Iya seperti itulah."
Marlina berdecih sinis. "Bagaimana mungkin jatuh dari tangga bisa amnesia." ucapnya seakan tidak percaya.
"Kenapa, tidak percaya ya. Jika begitu bagaimana kalau aku mendorong nenek dari atas tangga mau." Eljio tersenyum manis dan membuat mereka yang sedang meminum kopi lagi-lagi tersedak dan Rivan yang sejak tadi menahan tawa langsung melepaskan tawanya dengan keras.
"Adek gak boleh gitu." ucap Marcela.
"Eljio." peringat Marcello sambil menyentil bibir Eljio dengan pelan.
"Anjir sakit!" pekik Eljio.
"Sekarang kau pintar menjawab." sindir Marlina.
Eljio mengangguk sombong. "Iya, khusus untuk orang-orang yang tidak punya sopan santun saja." ucapnya kemudian berdiri dan berpamitan ke kamarnya.
Ini baru permulaan, lihat saja nanti jika wanita tua itu berani mengganggu Marcela. Eljio akan membalasnya berkali-kali lipat, persetan dengan sopan santun. Untuk apa menghormati orang yang bahkan tidak bisa menghormati orang lain.
Eljio tidak peduli jika dirinya akan terlihat seperti orang jahat, karena dari awal perannya adalah menjadi figuran antagonis bukan.
Eljio memang pernah membaca banyak Novel saat dia masih SMP dan dari kumpulan Novel itu dia selalu menemukan villain yang berubah kejam karena masa lalunya yang kelam, jadi bukankah akan sangat tidak adil jika menganggap jahat hanya karena sang villain menginginkan posisi yang seharusnya menjadi hak dirinya.
Pagi harinya Eljio sudah rapih dengan seragam sekolahnya, anak itu menuruni tangga dengan senyuman bahagia, tapi saat melihat Marcela tersungkur di lantai dengan Marlina yang duduk angkuh di sofa, Eljio seketika murka.
"APA-APAAN INI!" bentaknya tidak terima, wanita yang selalu dia hormati di perlakuan buruk di hadapannya sendiri. Eljio melirik kearah Marcello dan yang lainnya, namun mereka hanya diam. Benar-benar pengecut.
Marlina tersenyum tipis sambil meminum tehnya. Akhirnya wanita tua itu melepaskan topeng sok baiknya.
"Anak dan ibu sama saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Incredible Figure [Selesai]
FantasíaEljio Aldebaran tidak mengira jika dia akan bertransmigrasi ke dalam tubuh remaja bernama Alvaizi Eljio Brawijaya, tokoh figuran di dalam Novel My Life. Yang paling memuakkan Alvaizi bukan figuran yang baik melainkan figuran antagonis yang kisahnya...