19. Kejutan Yang Membingungkan

635 59 4
                                    

"Mama mana, Mbak?"

Adalah kalimat tanya itu yang langsung dilayangkan oleh Tama sesampainya ia di rumahnya ketika hari semakin sore. Bahkan ia tampak tak melihat pada asisten rumah tangga yang ia tanyai. Terus melangkah masuk ke dalam rumahnya.

"Oh, ada, Mas. Kayaknya lagi di kamar bareng Mbak Eshika."

Langkah kaki Tama berhenti. Tepat ketika satu kakinya naik di anak tangga yang pertama.

Dengan tangan yang memegang railing tangga, Tama kemudian menoleh ke belakang. Bertanya hanya sekadar untuk memastikan bahwa telinganya tak salah mendengar.

"Dengan Eshika?"

Anggukan kepala adalah jawaban yang Tama dapatkan. Dan untuk itu, Tama lantas mengembuskan napasnya. Mengucapkan terima kasihnya sebelum lanjut menaiki tangga itu.

Menghentikan langkah kakinya ketika sampai di lantai atas, Tama menimbang seraya matanya menatap lurus pada pintu kamar sang ibu. Ya ... Tama bisa saja sih mengetuk pintu dan bertemu dengan Eshika langsung. Tapi ....

Kaki Tama kembali melangkah. Namun, bukan untuk tujuan ke kamar ibunya. Alih-alih ke sana, Tama justru menuju ke kamarnya sendiri. Masuk ke dalam sana dan memilih untuk merebahkan tubuhnya saja. Beristirahat sejenak.

Seenggaknya aku udah tau Eshika ada di sini.

Itu lebih baik ketimbang dia keliaran nggak tentu arah.

Sementara itu, di dalam kamar, Eshika justru terdiam dengan permintaan maaf Mawar. Hal yang jelas sekali tidak diperkirakan oleh Eshika sebelumnya.

"Maafkan kami, Esh," pinta Mawar dengan berlinang air mata penyesalan. "Maafkan Mama."

Eshika tertegun oleh perkataan Mawar. Lebih dari itu, dengan uraian air mata tulus yang turut membasahi pipi Mawar yang mulai mengendur, perasaan Eshika semakin kacau.

"Ma ...."

Mawar menghirup udara dalam-dalam. "Ini sama sekali bukan salah kamu. Ini salah kami, orang tua yang justru memaksa anaknya menikah di usia muda," kata Mawar. "Harusnya kami sadar bahwa usia kalian masih belum siap untuk menginjak dunia rumah tangga."

Gurat penyesalan, jelas. Tercetak dengan nyata di wajah Mawar.

"Entah mengapa rasa sayang kami justru membuat kami salah mengambil tindakan. Ya Tuhan." Mawar memejamkan matanya. Membiarkan air matanya kembali mengalir. "Padahal masa depan kamu masih panjang, Esh. Kamu harus kuliah. Harus mengejar cita-cita kamu. Dan memiliki anak di usia muda ..., jelas tidak hanya akan menunda semuanya. Tapi, juga membuat perubahan yang besar dalam hidup kamu."

Dan apa yang dikatakan oleh Mawar, seketika saja menjelma menjadi bayangan-bayangan di benak Eshika. Membuat cewek itu meneguk ludah.

Remasan tangan Mawar lantas membuyarkan semua bayangan itu dari benak menantunya. Mawar mencoba menarik napas dalam-dalam. Berusaha untuk menenangkan dirinya ketimbang hanyut dalam rasa bersalah yang menggerogoti perasaannya sedari tadi.

Aku emang sayang Eshika.

Tapi, harusnya aku sadar kalau menikahkan mereka di usia muda bukanlah hal yang remeh.

Pernikahan nggak pernah jadi hal yang mudah.

Apalagi untuk mereka yang masih berada di usia belasan tahun.

Orang tua macam apa yang membiarkan anaknya menikah muda?

Orang tua harusnya membimbing anaknya sampai dewasa, bukannya malah memaksa mereka untuk dewasa.

[Masih] Sekolah Tapi Menikah "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang