44. Memang Risiko

518 39 3
                                    

Tenang saja. Pada akhirnya seluruh siswa di SMA Citra Buana tidak melihat atraksi Pahlawan Bertopeng ataupun Ninja Hatori kok. Karena tentu saja Tama dan Reki tidak benar-benar mengenakan kupluk ninja atau kostum ninja yang menggunakan sarung itu. Sama sekali tidak. Lagipula ... sebenarnya yang tadi itu lebih mirip seperti bentuk sindiran Reki terhadap Eshika dan Velly. Bagaimana bisa mereka yang salah sementara mereka tidak melakukan apa-apa?

Beberapa saat sebelum pertandingan dimulai –terutama mengingat beberapa orang teman mereka ada yang masuk pula ke kelas-, Tama dan Reki pun meninggalkan meja Eshika dan Velly. Sementara Reki masih tertawa terpingkal-pingkal, Tama malah sibuk memukul Reki dengan sarung.

"Kalau orang tau kamu bawa sarung ke sekolah," geram cowok itu. "Dikirain kamu mau bantu satpam buat ngeronda malam ntar."

Reki terbahak. Tapi, jelas ia bergidik. "Ih, males banget aku ngeronda bareng Pak Mulyo," katanya. "Boro-boro ngeronda, deket-deket aja aku ogah."

"Eh? Kenapa?"

Kepala Reki menggeleng sekali. "Nggak kenapa-napa. Males aja."

Dan selagi kedua cowok itu bersiap, Eshika justru mengajak Velly untuk beranjak dari kelas. Keluar dan langsung mencari posisi yang nyaman untuk mereka menonton pertandingan selanjutnya.

Tak berapa lama kemudian, pertandingan antara kelas 10 IPS 1 yang melawan kelas 12 Bahasa 1 telah berakhir dengan kemenangan yang diraih oleh tim junior. Para siswa yang bertanding tampak meninggalkan lapangan. Membiarkan siswa lain yang akan bertanding untuk mengisinya. Persis di saat itu, Eshika dan Velly lantas melongo. Melihat bagaimana pinggir lapangan yang semula sepi menjadi ramai dalam sekejap mata.

"Wah!"

Velly tak segan-segan untuk terkesiap ketika melihat fenomena itu. Tampak benar-benar takjub. Hingga ia berkata seperti ini.

"Aku beneran nggak ngira kalau kita punya suporter tambahan sebanyak ini."

Eshika tersenyum kecut sementara Velly berdecak dan geleng-geleng kepala. Tapi, mau tak mau Eshika pun mengakui perkataan Velly. Memang kelas mereka memiliki suporter tambahan yang tak terkira lagi jumlahnya. Wah! Wah! Wah!

Dan saking banyaknya, kedua cewek itu mulai tampak tidak nyaman dengan kesan sesak yang pelan-pelan tercipta di sekeliling mereka. Tentu, tak hanya padat. Alih-alih, juga makin riuh.

"Ckckckck," desak Velly terdengar lagi. "Untung kita tinggal di Bumi ya. Jadi pasokan oksigen seenggaknya masih bisa diandalkan untuk kapasitas suporter tambahan kita."

Ucapan bernada sarkas itu membuat Eshika terkekeh pelan. Tapi, tak lama kemudian kekehannya terjeda. Atau lebih tepatnya terinterupsi oleh teriakan dan jeritan histeris khas cewek-cewek saat sang idola mereka lewat.

Wah!

Sepertinya ujian kesabaran akan segera dimulai.

Tim basket kelas Eshika tampak bersiap di sisi lapangan. Sekadar mencoba bola di tangan mereka dengan beberapa gerakan sederhana. Semacam pemanasan agar tidak terjadi cedera. Dan di saat itu, jeritan semakin sering terdengar.

"Awww!"

"Aduuuh!"

"Aaah!"

Bisa dipastikan, hanya ada dua orang yang tidak ikut-ikutan melakukan hal itu. Eshika dan Velly, yang alih-alih turut menjerit-jerit histeris, mereka justru melongo. Dengan mata yang tampak lesu dan mulut menganga. Seperti tidak percaya bahwa dulu mereka pernah mengalami masa selama dua tahun dengan situasi yang sama, tapi anehnya justru kala itu mereka tidak merasakan rasa tidak nyaman seperti yang mereka rasakan saat ini.

[Masih] Sekolah Tapi Menikah "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang