59. Tak Terelakkan

534 40 0
                                    

"Jam berapa rencananya kamu dan Velly mau jalan?"

Tama bertanya seraya beranjak bangkit dari duduknya. Dengan membawa piring bekas sarapan mereka di pagi Minggu itu, ia menuju ke wastafel. Ehm ... sepertinya sudah menjadi rutinitas tanpa komando bahwa sehari-hari setelah sarapan maka Tama akan langsung mencuci piring. Hal yang tentu saja menjadi sesuatu yang disyukuri oleh Eshika. Lebih dari itu, membuat cewek itu senang. Hihihihi.

Seraya mengamati Tama yang memutar kran air di wastafel, Eshika menjawab. "Kayaknya sih sekitar jam sembilan gitu."

"Jam sembilan perginya atau jam sembilan ketemuannya?" tanya Tama seraya mencuci piring kotor itu. "Kalau jam sembilan ketemuannya ... kalian itu mau nge-mall atau mau buka pintu mall?"

Eshika sontak tertawa mendengar perkataan Tama. "Sebenarnya bukan keduanya," katanya lagi.

Membilas piring yang berbusa itu, lantas menyisihkannya di rak tirisan yang berada di samping wastafel, Tama menoleh melalui pundaknya. Tampak dahinya yang sedikit berkerut.

"Terus?" tanya Tama dengan sorot bingung di matanya. Lalu, mendadak saja seperti sesuatu melintas di benaknya, hingga mata Tama melotot ngeri. "Jangan bilang kalau ...."

Sialnya, Tama bahkan merasa seperti tidak sanggup meneruskan perkataannya sendiri. Kemungkinan yang membayang di pikirannya itu membuat ia seperti tak mampu menggerakkan lidahnya lagi.

Eshika meringis. Melihat perubahan wajah Tama ketika cowok itu membilas tangannya dan memutar kembali kran wastafel. Tapi, mau tak mau Eshika memang harus mengatakan kemungkinan yang bisa saja terjadi beberapa jam ke depan. Daripada Tama mendadak terkena serangan jantung kan? Hiks.

"Ehm ... itu ...," kata Eshika dengan salah tingkah. "Velly ... katanya mau jemput aku di sini ...."

Dooong!

Benar sudah.

Ternyata benar dugaan aku.

Kira-kira begitulah isi pikiran Tama saat itu ketika Eshika mengatakan hal tersebut. Sontak saja membuat wajah tampan cowok itu berekspresi horor. Ngeri.

"Kenapa kalian nggak ketemuan atau apa gitu?" tanya Tama lagi. "Pake acara sok mau jemput kamu di sini?"

"Ehm ... itu ...."

Eshika tidak bisa mengatakan apa-apa selain garuk-garuk kepala dengan ekspresi salah tingkah. Toh itu juga bukan kemauan dirinya. Tapi, malam tadi Velly bersikeras untuk menjemput Eshika. Padahal kalau mau dipikir-pikir kan tidak ada faedahnya Velly melakukan hal tersebut. Mereka juga perginya nanti menggunakan taksi. Itu ... bukan seperti Velly yang membawa kendaraan sih sehingga ada keuntungan tersendiri bila Velly menjemput Eshika.

Hanya saja ... jelas pemikiran Tama dan Eshika berbeda jelas dengan pemikiran Velly. Karena bagi Velly, penting sekali untuk menjemput Eshika. Yang di mata Eshika dan Tama, itu dilakukan Velly hanya demi bisa mengatakan hal ini.

"Wah! Ternyata kamu emang tinggal dengan Tama."

Persis seperti dugaan Eshika dan Tama, itulah yang dikatakan oleh Velly tepat ketika Eshika membuka pintu. Beberapa detik setelah Velly menekan bel unit apartemen mereka.

Melihat pada Eshika dan Tama secara bergantian, Velly tampak masih sedikit tidak percaya. Maka dari itu, jangan heran kalau cewek berponi yang rambutnya sudah mulai memanjang itu terlihat sedikit melongo. Seraya geleng-geleng kepala.

Tama meneguk ludah dengan raut salah tingkah. "Ehm ... kalian mau pergi kan?" tanyanya kemudian. "Ya udah. Hati-hati di jalan."

Sontak mata Velly membesar. "Ya ... langsung disuruh pergi aja," katanya tidak terima. "Ada tamu nggak disuruh masuk dulu? Ehm ... disuruh minum atau apa kek."

[Masih] Sekolah Tapi Menikah "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang