66. Malam Kedua

1.3K 47 2
                                    

Ketika telinga Tama mendengar apa yang Eshika katakan, sontak saja sesuatu terjadi pada tubuh cowok itu. Seperti dirinya yang langsung merespon ketika dua kata itu terucap dari bibir Eshika.

"Bu-bulan madu?"

Tak ingin, tapi nyatanya ketika Tama mengulang mengucapkan kata itu, suaranya seketika berubah parau. Dan Eshika, seperti baru menyadari kata apa yang baru saja ia ucapkan, sontak membolakan matanya. Seolah dirinya kaget lantaran baru menyadari yang ia katakan pada Tama.

"Ehm ... i-itu ...."

Eshika merasa tak mampu melanjutkan perkataannya. Alih-alih cewek itu justru menarik napas dalam-dalam, lalu menggigit bibir bawahnya. Berusaha untuk menahan rasa malu yang menjalari kedua pipinya. Tapi, ketika ia berusaha untuk menenangkannya, mendadak saja Tama di sebelahnya bergerak.

Tak cepat, namun tidak juga terlalu lambat, Tama sedikit beranjak. Bertahan pada satu siku, Tama tampak mengurung Eshika dengan satu tangannya yang bebas. Sontak, Eshika segera mengangkat wajahnya. Melihat pada Tama dengan mata yang membesar.

"Tama ...."

Mata Tama berkedip sekali, lalu menatap pada Eshika untuk beberapa saat dalam kebisuan. Tak mengatakan apa-apa walau jelas sekali cewek itu melirihkan namanya dengan suara yang terdengar berat. Tak kalah memalukan seperti suaranya tadi. Dan itu membuat Tama terpaksa menarik udara dalam-dalam, berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri.

Melihat Eshika berbaring di bawah tubuhnya, membuat Tama bagai terhipnotis. Dan nahas! Ketika ia menghirup napas, aroma lembut Eshika yang wangi sontak ikut masuk. Menjalari indra penciumannya dan memenuhi rongga paru-parunya. Membuat ia merasakan desiran yang seolah sedang meniup darah mudanya untuk bergejolak.

Tama meneguk ludah. "Kamu ...," lirihnya seraya membawa tangannya yang tadi mengurung untuk membelai sisi wajah Eshika, menimbulkan ekspresi waspada cewek itu. "... udah mau tidur?"

Pertanyaan itu membuat kedua tangan Eshika bergerak. Naik perlahan dan mendarat di dadanya. Membentuk posisi mengepal yang tak kuat. Bukan untuk melindungi diri dari Tama, alih-alih untuk menguatkan dirinya sendiri. Karena jelas sekali, pertanyaan yang dilontarkan Tama membuat otak Eshika berimajinasi. Lantas dalam sekejap mata menghadirkan rasa gugup yang membuat ia merasa perlu untuk menenangkan jantungnya yang langsung bergemuruh. Riuh sekali.

Sejatinya, ketika melalui perjalanan lintas pulau, walau itu menggunakan pesawat, akan menyisakan rasa letih di tubuh. Begitupun dengan Tama dan Eshika. Tapi, ketika Eshika mengatakan soal bulan madu, ajaib sekali. Bahkan rasa kantuk yang semula mulai menggelayuti sepasang kelopak mata Tama langsung menghilang. Tergantikan oleh setitik gelora yang mendadak muncul begitu saja. Seolah ingin mengingatkan dirinya bahwa ... ada seorang cewek yang memang telah menjadi miliknya. Dan ia sedang berbaring tepat di sebelahnya.

Dan sekarang, menyadari bagaimana ucapannya berujung pada satu pertanyaan itu, seketika saja membuat Eshika merasakan tubuhnya seperti meremang. Makin lama jantungnya semakin tidak tertolong lagi. Nyaris membuat cewek itu merasa bahwa dirinya akan meledak sebentar lagi. Oleh debaran dan rasa gugup yang semakin membuat ia tak berdaya. Tapi, sungguh. Ia tak kuasa untuk menahan dorongan dari dalam dirinya ketika kepalanya bergerak ... menggeleng.

"Belum."

Kalau gelengan kepala Eshika terkesan terlalu samar, maka tentu saja lirihan pelan itu bisa menjelaskan jawabannya untuk pertanyaan Tama. Yang mana, sama seperti cowok itu. Eshika pun merasakan bagaimana rasa kantuk dan letih yang tadi memeluk dirinya seperti lenyap langsung. Sekarang alih-alih ingin tidur, Eshika justru berpikir bahwa ia tidak akan bisa tidur dalam waktu dekat.

Satu kata jawaban yang Tama dapatkan membuat senyum terbit di wajahnya. Pun tak hanya di bibirnya, tapi Tama juga tersenyum di matanya. Membuat Eshika terpana dan lagi-lagi memuji cowok itu di dalam hatinya.

Tama cakep banget.

Mungkin terdengar memalukan, tapi sepertinya keterpanaan itu menimbulkan satu kesimpulan di benak Eshika. Hal yang kemudian ia katakan dengan sepenuh jiwanya.

"Aku cinta kamu, Tam."

Tama tentu saja tertegun mendengar pengakuan itu. Ia tau, dirinya dan Eshika memiliki perasaan yang sama. Itu tentu saja tidak perlu diragukan lagi. Tapi, tetap saja. Mengetahui dan mendengarkan ungkapan perasaan adalah dua hal yang berbeda. Apalagi kalau Eshika mengatakannya dengan wajah yang tampak merona sementara bola matanya yang bening berkedip dengan sorot polos. Itu benar-benar ... menghadirkan perasaan yang tak mampu Tama uraikan dengan kata-kata. Hanya saja, yang pasti adalah ....

"Aku juga," balas Tama kemudian. "Aku juga cinta sama kamu. Cinta banget."

Dan layaknya sebuah pengungkapan, tak akan pernah sempurna bila tanpa ada tindakan yang menyertainya. Maka itulah yang kemudian dilakukan oleh Tama. Cowok itu pelan-pelan menundukkan wajahnya sementara Eshika perlahan memejamkan matanya. Menunggu dengan dada yang berdebar parah hingga pada akhirnya dua bibir bertemu dalam satu sentuhan.

Eshika merasakannya. Tiap bibir Tama menciumnya, ia seperti seorang gadis yang baru pertama kali berciuman. Rasanya, kesannya, debarannya ..., tak pernah berubah. Selalu sama seperti pertama kali mereka berciuman.

Pun dirasakan pula oleh Tama. Ia selalu berpikir bahwa satu ciuman yang ia berikan pada Eshika mampu untuk memenuhi dahaganya, tapi ia salah. Bahkan ketika mereka tinggal berdua di unit, mencoba untuk selalu mengendalikan diri ketika ia bersama Eshika, jelas adalah hal yang sulit. Namun, Tama mencoba untuk bertahan lantaran memikirkan sekolah mereka. Hingga kini, mereka berdua memiliki jeda. Waktu yang cukup panjang untuk keduanya mampu menumpahkan semua kerinduan yang ajaib sekali justru terbentuk ketika mereka kerap bersama selama ini.

Tama menarik dirinya sedikit. Mengurai bibir mereka berdua. Lantas menunggu hingga mata Eshika pelan-pelan membuka, hanya untuk menatapnya.

Bola mata Tama bergerak-gerak. Mencari di sepasang manik Eshika, berusaha menemukan. Andai saja saat itu Eshika memberikan sinyal penolakan padanya. Yang tentu saja ... tidak ia dapatkan. Alih-alih menolak, Eshika justru tampak menarik napas dalam-dalam sejenak. Sebelum cewek itu terlihat menggigit sekilas bibir bawahnya. Layaknya ia yang tengah memberikan undangan tanpa kata-kata pada cowok itu. Dan Tama memutuskan bahwa ia tidak akan membuang-buang waktu lebih banyak lagi.

Tama kembali mencium Eshika dan kali ini bukan hanya sentuhan sekilas. Alih-alih ciuman yang telah lama ia nanti-nantikan. Bibir Tama menekan, merasakan bagaimana bibir Eshika merekah dalam desakan ciuman yang ia berikan.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Maaf, khusus untuk adegan ini, karena hero dan heroine-nya baru tamat SMA, dengan berat hati aku cut sampai di sini. Kalau mau baca full bisa cek di KaryaKarsa dengan judul [Masih] Sekolah Tapi Menikah. Dengan nama akun: VMissv 😁

 Dengan nama akun: VMissv 😁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Makasiiiih :)

[Masih] Sekolah Tapi Menikah "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang