60. Nyaris Memang

538 40 0
                                    

"Jadi, kamu beneran nggak mau cerita?"

Lagi, ketika Eshika sibuk memilih satu sepatu, eh ... Velly kembali menanyakan hal yang sama pada dirinya. Sontak saja membuat Eshika mengembalikan sejenak sepatu yang sedang berada di tangannya ke rak pajangannya. Cewek itu menoleh dengan mata yang menyipit pada Velly.

"Beneran kamu mau tau cerita lengkapnya?" tanya Eshika seraya tersenyum. "Serius?"

Wajah Velly seketika tampak semringah dengan mata yang berbinar-binar. "Beneran. Serius."

"Ehm ...," dehem Eshika seraya bersedekap. "Oke. Aku ceritain deh Tama gimana. Kamu dengerin ya?"

Velly angguk-angguk kepala seperti seorang anak yang patuh pada orang tuanya. "Iya."

Menarik napas sejenak, Eshika kemudian memutuskan untuk mulai bercerita. Dari hal yang paling sederhana.

"Tama selalu nyuci piring tiap kami habis makan."

Itu normal sih, pikir Velly menyimak dengan serius.

"Soalnya kata Tama aku udah capek buat masaknya. Dia nggak mau aku kecapekan. Khawatir kalau aku jadi sakit."

Muka Velly tampak berubah sedikit. Melihat bagaimana bibir Eshika yang tampak sedikit mengerut-mengerut dengan kesan sok imut. Membuat ia meneguk ludah.

Ini mulai agak nggak normal.

"Tama juga selalu ngabisin semua makanan yang aku masak."

Muka Velly berubah normal lagi. Tepat ketika ia melihat Eshika kembali bicara hanya dengan memulas seuntai senyum tipis.

Nah,itu juga normal sih.

"Soalnya kata Tama masakan aku enak banget. Walaupun dia udah kenyang, pokoknya dia paksakan buat ngabisin semuanya."

Muka Velly tampak berubah kembali. Seiring dengan berubahnya ekspresi wajah Eshika. Kembali terkesan sok imut hingga membuat Velly merinding seketika.

Ini beneran udah nggak normal lagi!

"Dia nggak mau masakan aku terbuang percuma. Maka---"

"Udah!" potong Velly seraya mengangkat tangannya. "Merinding aku dengernya."

Eshika melongo sedetik, tapi selanjutnya ia justru merasa geli. "Loh eh? Tadi katanya mau tau. Eh, pas aku ceritain malah nggak mau dengerin lagi. Hihihihihi. Gimana sih?"

Mengembuskan napas panjang, Velly berkata dengan ekspresi datar di wajahnya.

"Aku bertanya bukan berarti aku beneran pengen tau. Lagian ... aku cuma mau tau dia baik nggak ke kamu. Bukan berarti aku mau tau detail kemesraan kalian. Ewwwh! Buat aku mual-mual aja."

Senyum lucu terbit di wajah Eshika dengan bola matanya yang bermain ke kanan dan ke kiri secara bergantian. Tau dengan pasti sifat Velly yang satu itu. "Tenang aja. Tama itu jutek ke orang lain aja. Kalau sama aku ya nggak. Kamu nggak perlu khawatir," kata Eshika. "Ehm ... lagipula aku pikir kamu beneran mau tau lagi."

"Stres!" tukas Velly seraya mencibirkan bibir bawahnya. "Aku kan masih normal. Ih! Bisa-bisa buat iri lagi."

Eshika tergelak. "Jadi kamu iri?"

Namun, alih-alih menjawab pertanyaan itu, Velly justru tertarik pada hal lain yang melintas di benaknya. Maka ia pun menarik Eshika setelah memastikan bahwa tidak ada pelayan toko ataupun pelanggan lainnya yang berada di sekitaran mereka. Ia berkata dengan lirih.

"Ngomong-ngomong soal iri, aku mendadak keingat sesuatu, Esh. Gini. Jadi kapan hari Papa pernah ngancam buat nikahin aku tamat SMA ini kalau aku masih bandel."

[Masih] Sekolah Tapi Menikah "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang