63. Tentang Perjuangan

482 40 0
                                    

"Hwahahaha!"

Tawa Tama pecah menggelegar. Tepat ketika untuk yang kesekian kalinya pion miliknya berhasil mencapai angka 100 lebih dulu ketimbang pion milik Eshika. Cowok itu kembali berhasil memenangkan permainan ular tangga itu. Dan seperti euforia kemenangan itu benar-benar melingkupi dirinya, Tama pun tak segan-segan untuk mengangkat tangannya. Menghitung coretan bedak yang ada di wajah Eshika.

"Satu, dua, tiga, empat. Wah!" Tama terkesiap. "Aku udah delapan kali menang. Hahahahaha."

Eshika mencibir. "Senang tuh senang. Kayak anak kecil aja. Menang main ginian aja senangnya heboh banget."

"Hahahahaha. Kalau senengnya nggak heboh, ngapain coba orang sampe nekat buat curangin aku?"

Eshika mencibir lagi. Lalu dengan cemberut di wajahnya ia mengusap wajahnya dengan asal. Demi bisa menyingkirkan bedak yang sudah mencoreng di sana dari tadi. Dan melihat itu, Tama semakin tertawa.

"Cie ... yang kalah kayaknya ngambek nih."

Tak menjawab, Eshika kembali mencibir. "Serah deh. Aku udah capek mainnya. Aku nggak mau main lagi."

"Sama," tukas Tama dengan ekspresi geli. "Aku juga capek menang terus. Hahahahaha."

Wajah Eshika seketika berubah suntuk. "Dasar," gerutunya sebal. Dan tak lupa, seperti benar-benar ingin meluapkan rasa kesalnya, Eshika mendorong permainan ular tangga di atas tempat tidur Tama itu. Pion dan dadunya jadi berhamburan ke sembarang arah.

Melihat Eshika yang tampak cemberut seraya melampiaskan kekesalannya pada permainan ular tangga yang tak berdaya itu, sontak saja membuat Tama merasa geli. Hingga cowok itu tertawa terbahak-bahak hingga memeluk perutnya. Saking merasa lucu dengan respon Eshika.

"Puas-puasin deh kamu ketawa," kata Eshika manyun. "Aku mau balik ke kamar aja."

Eshika beringsut dari duduknya. Tampak akan turun dari tempat tidur Tama. Tapi, belum lagi jari kakinya menyentuh lantai, Eshika mendapati satu cekalan di sikunya yang membuat ia mengurungkan niatannya. Alih-alih turun dari sana, Eshika justru refleks melihat ke belakang. Melalui pundaknya dan menemukan wajah Tama yang tampak masih menyiratkan sedikit geli, berkata padanya.

"Alah ... gitu aja udah mau balik ke kamar. Ngambek beneran?"

Mengembuskan napas kesalnya sekilas, Eshika lantas membesarkan matanya. "Nggak ngambek. Aku cuma mau balik ke kamar aku. Aku mau istirahat. Capek. Mau tidur."

Perkataan Eshika membuat Tama mengerutkan dahinya. Pun dengan sepasang matanya yang pelan-pelan berangsur menyipit tatkala berusaha menajamkan indra penglihatannya. Berupaya untuk meneliti sorot mata sang cewek. Mungkin saja kan Eshika berkata yang sebaliknya? Dan sepertinya sih ... kalau menurut kacamata Tama memandang, jawabannya adalah memang.

Eshika beneran ngambek nih.

Hahahahaha.

Tama mempertahankan cekalannya pada siku cewek itu. Mengirimkan isyarat pada Eshika melalui tatapan matanya. Bahwa ia tidak akan melepaskannya dalam waktu dekat. Terutama jelas sekali, di detik selanjutnya Tama berkata seperti ini pada Eshika.

"Ya udah dong. Kalau nggak ngambek, kamu di sini aja."

Mata Eshika masih membesar. "Kan aku bilangin. Mau ke kamar, aku mau tidur. Capek aku main terus dari tadi." Dan lalu matanya berpindah pada jam dinding di kamar Tama. "Lihat? Udah jam setengah sebelas malam."

Mengulum senyum gelinya, Tama masih mempertahankan siku Eshika di cekalannya. Lalu ia menggeleng sekali.

"Ya kalau kamu emang nggak ngambek," ujar Tama kemudian dengan penuh irama. "Dan kamu emang capek ... ya udah. Kamu istirahat aja di kamar aku."

[Masih] Sekolah Tapi Menikah "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang