42. Sebab Akibat

522 46 0
                                    

"Hati-hati di jalan, Esh. Jangan ngebut, Tam."

Velly tampak melambaikan tangannya berulang kali terakhir kalinya pada Eshika yang sudah berada di dalam mobil Tama. Sekilas, Velly bisa melihat bagaimana Tama yang mengangguk sekali padanya. Tepat sebelum kaca pintu mobil penumpang –tempat Eshika duduk-, perlahan naik. Seiring dengan pergerakan keempat ban yang membawa mobil itu untuk berlalu dari depan rumah Velly.

Ketika mobil telah melewati portal keamanan kompleks dan mereka sudah membaur di jalanan, Tama melirik sekilas pada Eshika. Cewek itu tampak tersenyum, nyaris bisa dikatakan seperti semringah, dengan kepala yang bergoyang-goyang. Layaknya tengah mengikuti ritme lagu yang tengah mengalun melalui saluran radio pilihan Tama.

Ehm ....

Kayaknya dia emang udah baikan lagi sekarang.

Tanpa sadar, memikirkan hal itu membuat Tama tersenyum. Perasaan lega membuat ia menarik napas dengan rasa yang lebih lapang saat itu.

"Tam ...."

Suara Eshika menarik senyum Tama untuk semakin melebar lagi. Ia menoleh. Bertanya. "Ya?"

"Kita beli bakso yuk?" tanya Eshika seraya turut menoleh. "Aku mendadak pengen makan bakso."

Tama mengangguk. "Cuma bakso?"

"Iya," jawab Eshika seraya tersenyum.

Kalau telepon dan ekspresi wajah Eshika tidak cukup mampu untuk meyakinkan Tama, maka setidaknya ajakan Eshika untuk makan bakso sudah lebih dari cukup untuk meyakinkan cowok itu bahwa semuanya sudah baik-baik saja. Maka dengan senang, Tama pun melajukan mobilnya. Mencari satu warung bakso terdekat.

Sekitar lima belas menit kemudian, Eshika dan Tama sudah duduk di satu warung bakso. Tidak terlalu besar, namun tidak pula masuk dalam kategori kecil. Lumayanlah. Dan pastinya sedang dalam keadaan yang tidak terlalu ramai.

Eshika dan Tama memilih kursi yang letaknya lumayan di pojokan. Mungkin insting alamiah ya? Khawatir kalau mendadak ada yang melihat keduanya makan bersama. Hihihihi.

Seorang pelayan datang. Menanyakan pesanan mereka. Sementara Eshika memesan bakso telur, maka Tama justru memesan bakso urat. Dan tak lupa dua gelas es teh sebagai minum mereka.

Ketika pelayan meninggalkan meja mereka, dengan posisi duduk yang berhadapan, Tama merasa lebih leluasa melihat pada Eshika di depannya. Pun ternyata, cewek itu juga tampak santai juga melihat pada dirinya.

"Kamu udah mandi ya?" tanya Eshika kemudian setelah meyakini dirinya bahwa rambut Tama memang terlihat lebih lembab dari biasanya. Pun kalau ia menghirup udara dalam-dalam, maka aroma segar khas sabun mandi juga turut masuk menyapa indra penciumannya.

Tama mengangguk. "Gerah banget soalnya," jawab cowok itu seadanya. Hal yang disambut oleh deheman singkat Eshika. "By the way ...." Tama melirih dengan penuh irama hingga berhasil menarik perhatian Eshika. "Kamu kenapa hari ini?"

"Eh?" Eshika mengerjapkan matanya. "Aku kenapa?"

"Kamu nggak mau jujur?" tanya Tama dengan sorot menyelidik. "Iya?"

Mendengar pertanyaan itu, Eshika seketika saja cemberut. Bibirnya sampai terlihat maju beberapa sentimeter karenanya.

"Aku nggak kenapa-napa kok."

"Bohong banget," tukas Tama.

Tama tampak menarik napas dalam-dalam. Mencondongkan tubuhnya di atas meja dan menyipitkan matanya.

"Kamu lupa kalau tadi di kantin kamu cuekin aku?" tanya Tama mengingatkan. "Terus tadi ... kamu sendiri yang ngomong mau nginep tempat Velly."

Masih cemberut, Eshika menjawab. "Kan kamu nggak nyuruh. Makanya aku balik."

[Masih] Sekolah Tapi Menikah "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang