46. Menjelang Hari

550 40 0
                                    

Jangan ditanya deh bagaimana respon Tama ketika mendapatkan pengakuan perasaan seperti itu dari Eshika. Tentu saja jawabannya adalah ... bengong.

Hal yang manusiawi sebenarnya sih ya. Karena jelas sekali, kalau Tama berpikir sedikit saja, hanya sekadar untuk masa yang telah mereka lewati bersama, kapan sih Eshika pernah benar-benar gamblang mengatakan soal itu pada dirinya? Tanpa perlu ditanya terlebih dahulu?

Wah! Wah! Wah!

Tama meragukan kalau hal itu pernah terjadi sebelumnya. Maka dari itu, jangan heran kalau setelah Eshika mengatakan tentang perasaannya, alih-alih langsung membalasnya, eh ... Tama justru melongo. Nyaris seperti yang benar-benar tidak percaya bahwa Eshika sungguh mengatakannya.

Dan belum lagi fakta bahwa Eshika mencubit ujung hidungnya tadi itu loh. Layaknya cewek itu yang sedang gemas pada dirinya. Astaga! Bahkan seperti Eshika yang merasa pengakuan perasaannya tidak cukup untuk memporakporandakan akal sehat Tama, ia malah sengaja membuka ketakjuban Tama dengan sentuhan imut itu?

Jadi, memang bukan hal yang aneh kalau Tama menjadi seperti ini. Hanya bisa tertegun melihat pada Eshika. Layaknya cowok itu yang mendadak seperti lupa ciri makhluk hidup. Bergerak, maksudnya. Hiks. Tama persis seperti patung hidup.

Sementara itu, Eshika sendiri sesudah mengatakan hal itu, merasakan pipinya yang langsung memanas. Lebih dari itu, matanya pun membola. Ternyata, bukan hanya Tama yang syok. Alih-alih, Eshika pun merasa demikian.

Aduh, astaga!

Ini pasti gara-gara hari ini aku tuh kelewat senang.

Makanya jadi kelepasan gini.

Lantas, sedetik kemudian, Eshika langsung berpaling. Tangannya gemetaran meraih tuas pintu. Membukanya dan langsung keluar. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun pada Tama.

"Eh?"

Tama mengerjap sekali. Melihat bagaimana Eshika yang langsung pergi meninggalkan ia seorang diri. Maka buru-buru Tama menyusul seraya berseru.

"Esh? Kok malah ninggalin aku sih?"

Tama pun buru-buru keluar dari mobilnya. Memasukkan kunci mobil ke dalam saku celananya, cowok itu menggerutu. Tapi, menggerutu gemas sih. Hihihihi.

"Bisa-bisanya ya dia kabur? Abis ngomong sayang ke aku, eh ... malah kabur."

Tama berlari mengejar Eshika yang keburu menuju ke lift. Dan yah ... tak butuh waktu lama untuk cowok itu berhasil menyusul Eshika.

"Kamu ini beneran deh," keluh Tama ketika ia telah berada tepat di sebelah Eshika. Selagi menunggu pintu lift membuka, ia memanfaatkan pantulan samar di sana untuk melihat wajah Eshika. "Abis ngomong kayak gitu, malah kabur."

Tak ada balasan apa pun dari Eshika. Cewek itu hanya diam. Dan Tama, alih-alih tersinggung dengan sikap Eshika, justru merasa sebaliknya. Cowok itu merasa geli.

Pasti malu tuh dia ya?

Malu ya?

Hahahahaha.

Tama tak mampu menahan rasa gelinya. Bahkan hingga tanpa sadar membuat ia terkekeh sekilas. Dan ajaib. Suara kekehan Tama lebih ampuh dari kata-kata cowok itu. Lihat saja buktinya, Eshika langsung menoleh padanya. Walau jelas sih. Dengan mata yang membesar.

"Tama ...," desis Eshika menyebut nama cowok itu dengan irama horor. "Kamu ngetawain aku?"

Tama buru-buru mengangkat satu tangannya. Menutup bibirnya dan menggeleng dengan kesan lucu di wajah tampannya. Ia menjawab dengan suara yang terdengar berbeda.

[Masih] Sekolah Tapi Menikah "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang