02; Basket

1.5K 183 5
                                    

"Felix sayang, bangun nak! Sudah pagi."

Yang dipanggil namanya menuruti perintah yang diberikan, menguap sejenak, kemudian merapikan tempat tidurnya. Ia berkaca, menyisir rambut pirangnya yang kusut, senyum cerahnya itu ia pasang kembali. Membuat dirinya tampak seperti bocah SD, hanya saja tingginya tidak mengatakan demikian.

Ia mendapati kakaknya yang sudah menata meja makan dan menyiapkan makanan, kalau dilihat dari celemek yang kotor, Felix sudah mengetahui bahwa yang memasak semuanya adalah sang kakak. Ia duduk saja disana membantu kakaknya untuk alat dapur. Senyumnya tak pernah luntur selama ia bangun dari tidurnya.

"Kak Nana yang masak? Keren!"

"Cuma masak itu doang, Felix. Kakakmu ini gak bisa apa-apa."

Ia meredam amarahnya begitu sang ibu berkata demikian, berusaha tak menghilangkan paras ceria yang selalu ia pasang. Menghindari keadaan yang ricuh, ia memilih untuk memulai saja santapan pagi bersama kali ini.

Setelah selesai, ia juga membantu Davina untuk membereskannya dan mencuci piring, dapat dilihat raut sedih dari kakaknya. Tetapi sepertinya, tidak sekali dua kali mereka melakukan hal itu pada Davina.

"Kakak nggak apa-apa kan?"

"Gapapa kok, Lixie."

Panggilan itu membuatnya memamerkan deretan giginya. "Felix suka dipanggil Lixie!"

"Habis ini kita berangkat bareng ya."

"Okei, Felix siap-siap dulu."

Mereka berpencar untuk membasuh diri masing-masing, kemudian bertemu di taman rumah untuk berjalan bersama. Gadis itu menggunakan seragam putih abu-abu, sedangkan adiknya mengenakan seragam putih biru.

Selama perjalanan ke sekolah, keduanya sama-sama diam. Felix tampak memerhatikan sekelilingnya begitu dalam, seperti menghafalkan jalan. Ia juga memejamkan matanya sesekali untuk merasakan hawa sejuk yang menerpa kulit pucatnya.

"Ini nggak ada jalan rayanya kak?"

"Nanti ada, kalau disini jalan setapak, Lixie. Jadi nggak membahayakan kalau banyak anak-anak."

"Gitu ya, syukur deh!"

Oh, mungkin ini yang dimaksud. Jalan rayanya tak terlalu ramai, mereka hanya perlu menyebrangi dan menunggu beberapa truk untuk berhenti. Sekolah keduanya pun tampak asri, dengan tiga bangunan megah yang menjulang. Sepertinya sekolah dasar hingga menengah atas digabung menjadi satu lokasi. Felix dengar-dengar juga sekolah ini memiliki satu kantin besar untuk seluruh angkatan. Jadi ia bisa makan bersama Davina, yay!

Keduanya berpisah setelah itu, Felix merasa senang dapat bertemu banyak orang. Belum apa-apa, sudah banyak para gadis yang menyapanya, ia hanya tersenyum ramah menanggapi. Wangi maskulinnya yang kuat menguar ke penjuru kelas, kehadirannya sungguh mengundang perhatian banyak orang.

Tidak seperti di rumah, ketika di luar, lelaki itu selalu menyibakkan rambutnya ke belakang, dengan menyisakan helai rambut di sebelah kanan dan kirinya, membuatnya tampak jauh lebih tampan. Ketika di depan kakak dan orang tuanya, ia mendadak memakai poni dahi yang membuatnya terlihat sangat imut.

Kelas IIIA inilah dia, ia mengetuk pintu dua kali, dan memasuki kelas dengan sopan, membungkukkan tubuhnya serta memberi salam pada guru. Suara lembutnya ia keluarkan untuk memperkenalkan diri. Setelah itu, ia dipersilakan duduk di sebelah seorang murid yang surainya sedikit panjang, ia tampak seperti berandalan.

"Salam kenal, Lee. Gue Hwang. Sam Hwang."

"Panggil Felix aja."

"Oke, lo bisa panggil gue Sam, kalau gitu. Nanti bakalan gue kenalin ke temen-temen gue."

Angelic DemonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang