15; Rumah Sharon

652 124 6
                                    

Setelah berjalan langkah demi langkah yang cukup jauh, aku sempat membeli minum di tengah-tengah perjalanan, dan melanjutkan perjalanan ke rumahku. syukurlah, aku sudah berada di depan rumah tercintaku sekarang. Aku mengambil kunci pada sakuku dan langsung membukanya.

Aku melepas sepasang sepatuku dan kuletakkan pada rak abu-abu di sebelah pintuku, meletakkan tas selempang pada gantungan, setelah mengunci pagar dan menutup pintuku. Kuhela nafasku dengan kasar, beberapa hari ini, aku sangat sibuk, hingga jarang membelai anjingku, padahal ia sudah sangat manja padaku, bagaimana lagi, aku harus meminta maaf dengan membelikannya daging atau makanan basah. 

Kulucuti seluruh pakaianku, mengambil bathrobe, dan menutup tirai agar tak seorangpun melihat. Yah, walau pada dasarnya aku memang tinggal sendiri. Kunyalakan shower yang langsung mengguyurku dengan air hangat, rasanya menyeruak dalam dadaku yang sangat melegakan, seolah sebagian bebanku juga ikut terangkat. Sudah kira-kira lima belas menit aku berendam dalam bak mandiku sendiri tanpa ada gangguan. Biasanya saat enak menikmati waktu sendiri, ada saja seseorang yang meneleponku entah urusan bisnis atau tidak. 

BARK BARK WOOF WOOF

Ya Tuhan, apalagi yang Ray inginkan? Saat aku di rumah, ia sangat jarang menggonggong. Aku mengabaikannya dan melanjutkan waktu mandiku, mencuci rambutku yang entah sudah berapa hari tidak kukeramasi, sudah kubilang kan? Aku sangat sibuk.  Rasanya setengah jam ini kuhabiskan hanya untuk membasuh tubuhku, rasanya lengket, kotor, dan menjijikkan, aku tidak suka.

BARK BARK WOOF WOOF! 

Gonggongan Ray-anjingku, lama kelamaan semakin terdengar jelas, aku memutar bola mataku kesal, tolong jangan ganggu waktu istirahatku, Ray! 

"Diem sebentar Ray, aku lagi mandi! Iya nanti kita beli makanan."

Suaranya tidak terdengar lagi setelah itu, ia memang anjing yang baik dan penurut, selalu patuh terhadap majikannya. Merasa telah rileks sepenuhnya, aku keluar dari tempat pemandian pribadiku, memakai pakaianku seutuhnya, lalu mengeringkan rambutku.

Sret.

Apa perasaanku saja, atau memang ada seseorang yang lewat di belakangku? AKu bisa merasakannya walau mataku tertutup. Aku melanjutkan apa yang tadi kulakukan, biarlah saja, mungkin Ray hanya sedang cari perhatian. Kini aku menyisir rambutku yang lumayan lurus setelah dikeringkan. 

Srak.

Kini seseorang yang lewat itu terdengar lebih kasar, bukan seperti angin, melainkan gesekan antara lantai dan kaki seseorang. Aku mulai curiga dan memeriksa sekelilingku. "Siapa?" Tanyaku agak berteriak, tetapi aku tidak menerima sahutan. Aku memutuskan untuk mempercepat pekerjaanku dan segera keluar dari kamar mandi. Perasaan aku sudah menyalakan lampu tadi, namun kini ruang tengahku menjadi gelap.

Aku menyalakan lampu itu kembali, mengambil tas kerjaku, dan mengeluarkan berkas serta folder penting dari sana, tak lupa membawa laptop dari kamar, serta ponselku. Tubuhku rasanya remuk setelah bekerja seharian, ditambah dengan lembur di hari libur seperti sekarang ini. Tapi tidak apa-apa, demi menghidupi keluargaku juga.  

Berkas yang sebelumnya diberikan oleh Lily, kucocokkan dengan rekaman yang baru saja kuperoleh sendiri, dia tidak pernah berubah. Felix selalu memasang sifat cerianya, entah itu sekadar image atau itu memang tabiatnya. Aku membuka laptopku, ternyata Narendra dan Kak Brian mengirimiku banyak gambar seputar otopsi dan penyelidikan. Kubuka satu per satu. 

Narendra bilang bahwa terdapat bekas rokok pada lengan Georgio, yang kemungkinan besar adalah miliknya sendiri, karena Georgio seorang perokok, sedangkan Kak Brian mengatakan bahwa gambar foto keluarga itu memang benar kedua orang tuanya dan kedua anak kembar berbeda jenis kelamin, ia juga mencantumkan artikel yang mengatakan bahwa anak laki-laki dari keluarga Lee adalah anak kesayangan, persis seperti apa yang Chris katakan. 

Angelic DemonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang