30; Uh-oh

1K 88 13
                                    

Davina mengikat rambut panjangnya menjadi satu ekor kuda dengan rapi, lantas mengikat tali sepatunya, menunggu suaminya di dalam mobil. Ia berjengit ketika pemuda itu membanting pintu dengan cukup keras. Keduanya diam saja, tak ada satu pun yang memulai pembicaraan selama mereka berdua berada di perjalanan.

Untung saja, jarak antara tempat tinggal dengan rumah sakit jiwa yang ditempati Felix tak cukup jauh, sehingga mereka tak berada dalam situasi hening itu dengan waktu yang cukup lama. Ia keluar terlebih dahulu, suaminya tertinggal beberapa langkah, tapi tak ada di antara mereka yang peduli.

Gadis itu berjalan dengan sedikit pincang, sembari memegangi pipinya yang memar. Tak ada yang tahu mengenai apa yang terjadi. Keduanya telah berada di lantai tiga, tempat pasien dengan diagnosa cukup berat dirawat. Ia menyapa sang dokter yang telah merawat Felix dan Sam selama mereka berada disini.

Dengan waktu kunjung mereka sebanyak dua puluh menit, Davina memutuskan untuk menjenguk adiknya terlebih dahulu. Begitu pintu dibuka, wanita itu termenung sejenak selama beberapa detik. Entah sudah berapa lama ia tak menjenguk adiknya sejak ia menikah, namun yang jelas, Felix sudah dewasa. Pemuda dua puluh satu tahun itu menatapnya dengan senyum simpul, serta menunduk hormat pada pria yang berdiri di sebelah kakaknya. Ia sudah cukup mengerti bahwa kakaknya telah menikah.

Ia memeluk adik kesayangannya, lelaki dengan rambut pirang bergaya mullet itu cukup mengembangkan senyumnya, lantas membalas pelukannya.

"Pipi kakak, kenapa?

Davina meneguk ludahnya, sembari menatap suaminya takut-takut. "Nggak apa-apa , Lixie."

"Kalau ada apa-apa, cerita ya sama aku."

Terdapat sedikit sorot mata curiga dalam tatapan sang adik, namun ia hilangkan begitu mereka cukup lama berbincang. Davina kini menggunakan waktunya untuk berbicara dengan pasien dengan kamar di hadapan Felix, tak lain dan tak bukan adalah Samuel Hwang.

"KAK DAVINAAAA, KANGEN!"

Suara pemuda itu memenuhi ruangan, spontan Davina merangkulkan tangannya ke tubuh sang pemuda. Ternyata Sam tak berubah, masih ceria dan banyak omong seperti dahulu.

"Itu adik kamu juga Dav?" tanya pria di sebelahnya.

"Bukan, itu temen Fel-"

Plak.

Tamparan singkat mendarat di pipinya, membuat kedua pemuda yang berseberangan kamar itu hanya berdiri mematung, nafas keduanya berderu kencang.

"Gak usah gatel jadi perempuan, Davina."

"M-maaf, aku nggak bermaksud gitu, Elio."

"Yaudah, Sam, aku pamit ya," ujarnya mengucapkan selamat tinggal.

Begitu sang wanita telah keluar dari kamar Sam, keduanya-Sam dan Felix berdiri tepat di belakang pintu transparan itu, tersenyum dan melambaikan tangan, keduanya membuka mulutnya, berbicara bersamaan. "Kita keluar dari sini seminggu lagi kak,"-mereka berujar sembari melotot tajam dan tersenyum kepada sang pria- "see you soon."

Angelic DemonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang