Congratulations! You're unlocking new arc.
Chapter III:
Classmeet Arc.Emilya bergidik ngeri begitu melihat berita yang sedang hangat-hangatnya di televisi. Sudah tiga kali berturut-turut siaran menayangkan kasus pembunuhan dalam sebulan ini, hanya dalam kurun waktu sebulan. Itu yang membuatnya overthinking setiap malam. Ia kerap khawatir terhadap anak-anaknya.
Ya, seorang ibu akan tetap khawatir pada anaknya.
Omong-omong, setelah dilarikan ke rumah sakit dan menjalani operasi, tenggorokan Emilya sudah cukup membaik, meski masih terasa sedikit susah untuk menelan makanan. Untuk berbicara pun begitu, suaranya cenderung terdengar agak serak. Namun rasanya, ia telah baik-baik saja.
Felix juga merasa 'senang' kok karena ibunya kembali ke rumah.
Sementara itu, keduanya berbincang seperti biasa dalam kamar Felix. Sesekali tawa mereka terdengar hingga ruang keluarga. Yah, sejujurnya wanita itu takut akan anak tiri yang diadopsi olehnya, kemungkinan akan menjadikan lelaki itu memiliki kasta tertinggi dalam keluarganya, jadi ia tak lagi memarahi Davina tanpa sebab hanya karena ia berada di dalam kamar yang lebih muda.
"Eh Lix, kamu ga mau ikut OSIS? Lumayan loh, nambah pengalaman."
"Ohh, kayak organisasi gitu ya kak? Emang kerjanya ngapain kak?"
Gadis itu tampak berpikir sejenak, kemudian menjelaskan panjang lebar. "Kebanyakan kamu disuruh bantu sekolah kalo lagi ada project gitu deh. Nah, habis ini juga kan ada class meeting, kayak games antar kelas gitu, jadi mereka butuh anggota OSIS buat nyiapin semuanya. Kurang lebih, biasanya dibagi jadi beberapa bagian, nanti mereka ada kerjaannya sendiri secara spesifik. Kamu bakal lebih dikenal guru loh kalo kamu OSIS. Apalagi Lixie ganteng, pasti banyak yang milih kamu jadi ketua OSIS nanti."
Felix menyimak penjelasan itu dengan seksama, seolah mencatat seluruh informasi dalam otaknya. Begitu kakaknya selesai berbicara, ia langsung mengangguk mengerti sebagai respon.
Felix menyimak penjelasan itu dengan seksama, seolah mencatat seluruh informasi dalam otaknya. Begitu kakaknya selesai berbicara, ia langsung mengangguk mengerti sebagai respon. Ia sejujurnya ingin menjauhkan diri dari popularitas, tapi bagaimana lagi, ini semua ia lakukan untuk menutupi kecurigaan orang lain terhadapnya. Setelah mendengarkan eksplanasi kakaknya, kemungkinan pertimbangannya sudah cukup matang untuk mengikuti organisasi itu. Lagipula ia pintar, apapun itu tak akan mengganggu pelajaran baginya.
"Boleh deh, nanti Lixie mau ikut OSIS!"
Davina tersenyum senang, kemudian mengusap pucuk kepala adik tirinya itu. Ia lirik jam digital pada meja belajar yang lebih muda dengan sudut matanya, lantas memberesi buku-buku dan alat tulisnya.
"Oh iya kak, tapi kan aku kelas sembilan. Harusnya udah nggak boleh dong berkegiatan di sekolah?"
"Iyaa, nanti kalo kamu udah kelas sepuluh maksudnya. Hitung-hitung di awal SMA kan enak kalo aktif, bisa buat ngumpulin sertifikat untuk masuk perguruan tinggi loh."
Mungkin memang terlalu jauh dalam berpikir, namun sesayang itulah Davina terhadap adik tirinya. Ia tentunya tidak ingin kepintaran Felix terbuang begitu saja.
"Sudah malam, tidur yuk, Lixie."
Raut wajah Felix yang cemberut dengan kedua bibir plump yang ia kerucutkan membuat Davina gemas, padahal sudah berjam-jam mereka menghabiskan waktu bersama, namun rasanya masih kurang bagi lelaki itu. Dengan berat hati, ia membiarkan gadis itu meninggalkan kamarnya.
"Good night, kakak sayang!"
"Lix, si Hades Hades itu katanya mau ngajuin diri jadi ketua OSIS. Menurut lo gimana? Padahal dia ansos, dia ga pernah berinteraksi sama orang lain, emang siapa yang bakalan milih?" Cibir Sam dengan nada khasnya di pagi hari.
Ini bahkan belum menginjak pukul setengah tujuh, dan ia sudah memulai pergosipan tidak penting dengan menaikkan satu kakinya di atas meja, memamerksn sepatu air jordan yang baru saja dibelikan oleh ayahnya tadi malam.Ditambah lagi, air mukanya cemberut, seolah ia sangat tidak terima.
"Pagi-pagi lo kok julid sih! Ya biarin aja kenapa?" Protes Javier, seolah tak terima remaja yang dibicarakan itu digunjing oleh temannya sendiri.
"Lo kayak baru kenal Sam aja. Dia kan emang gitu, iri dengki mulu hidupnya," sahut Han.
Pemuda gondrong itu memutarkan bola matanya sebal, sementara masih kukuh dengan pendapatnya. Menurutnya, ketua OSIS dipilih berdasarkan suara terbanyak dari siswa-siswi sekolah tersebut. Lalu bagaimana ceritanya jika seseorang yang bahkan namanya saja terdengar asing bagi mereka akan dipilih sebagai pemimpin organisasi tersebut? Aneh bagi Sam, ia tidak menyukai ide bahwasannya Hades akan mengajukan diri sebagai ketua.
"Loh, emangnya dia anggota OSIS? Ok gue nggak pernah lihat ya," celetuk Shotaro.
"Dia OSIS kok, cuma kalo sie dokumentasi gitu kalo ada acara, dia anggota, ga pegang jabatan. Makanya dia sering bawa kamera kan ke sekolah? Kadang kalo eval tuh OSIS SMP sama SMA digabung," jelas Sky panjang lebar.
Mereka mengangguk paham, termasuk Felix yang masih setia menyunggingkan senyum.
"Oh iya Lix, lo tau gak sih? Gue denger rumor kalo Kak Hades suka sama kakak lo."
Ucapan Sam mampu menarik perhatian sang empu yang langsung memusatkan fokusnya pada lawan bicaranya, ia memiringkan kepalanya, tampaknya sedikit bingung dan mencerna sesuatu.
"Kamu denger darimana Sam?"
"Gue temennya Kak Nancy dari kelas 12 IPS, makanya gue tau sesuatu. Kenalan gue banyak kali, gue kan cakep."
"Cakep cakep jones, ditolak pula," sindir Peter.
Keenamnya tertawa terbahak-bahak, lantas tampak serius kembali untuk membahas topik utama pembicaraan mereka. Felix tenang, ia malah senang jika ada yang menyukai kakaknya, dengan harapan kakaknya akan aman tanpa dirundung setelah ini. Berbeda dengan ekspresi Javier yang sedikit ketus.
Entah, ada apa ya dengan Javier?
"Ya katanya gitu sih, kan kakak lo emang cantik Lix. Menurut lo gimana?"
"Aku seneng kok kalo ada yang suka sama kakakku! Asal dia nggak nyakitin kakakku, aku gak suka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Angelic Demon
Fanfic"Halo kak, lets play, shall we?" Davina Almeira merupakan seorang gadis yang tinggal bersama keluarganya sebagai anak tunggal. Ia tersiksa selama ini karena kedua orang tuanya memang tidak menginginkan kehadirannya. Ia akhirnya harus menerima fakta...