Setelah pertemuanku dengan Dokter Narendra, aku diberi akses untuk memasuki ruang otopsi, dengan didampingi olehnya, tentu saja. Kami kini berada dalam ruangan yang super dingin itu, aku menggigil, untung saja menggunakan turtleneck tebal dan mantel yang menutupi sebagian besar tubuhku. Ternyata baunya tak seburuk yang kukira, hanya saja, aku akan masuk angin bila disini seharian.
Omong-omong, aku dan Dokter Narendra belum terlalu dekat karena perbedaan jobdesk kami. Ia terbilang sangat hebat, karena usianya yang terpaut tiga tahun lebih muda dariku, namun sudah berhasil menjadi dokter dan memiliki pekerjaan tetap. Tetapi karena sifatnya yang ramah, aku jadi tidak takut akan menjalin obrolan dengannya.
"Saya jujur kaget setelah Lily beritau kak, dan memang benar korban Rachelle punya tiga belas tusukan. Dua pada matanya, dua pada telinganya, enam pada tulang pipi, masing-masing tiga, satu pada dahi, dan dua pada kepala belakang."
Ya Tuhan, aku bergidik ngeri. Siapapun yang melakukan ini pada Rachelle pasti memiliki dendam pribadi yang sangat mendalam pada gadis itu. Tidak mungkin sekadar membunuh biasa, ini memiliki motif. Karena kudengar, Georgio dan Rachelle ini banyak merundung teman-temannya di akademi. Bukannya aku menyalahkan dua korban, tetapi sepertinya itulah yang menyebabkan keduanya meninggal secara tidak wajar.
Begitu mayat dikeluarkan, aku langsung memalingkan wajahku dan memakai masker medis. Ingin sekali memakai dua lapis masker, tetapi rasanya pengap dan aku tak bisa bernafas. Sebisa mungkin aku menahan aroma tak sedap yang keluar. Pemuda itu menertawakanku. "Maaf ya kak, ini kan emang pekerjaan saya. Dikuat-kuatin dulu aja."
Benar-benar tragis, paras cantiknya hilang, berubah mengerikan. Rasa curigaku pada Hades dan Felix mendadak hilang, karena anak SMA dan SMP tidak akan melakukan perbuatan sekeji ini. Demi apapun yang ada di dunia, aku ingin muntah.
Mungkin ini bukan kasus paling mengerikan yang pernah kuselidiki, tapi tetap saja, mereka masih muda. Perasaan campur aduk menyeruak dalam dadaku.
"Rachelle di bunuh di rumah, waktu itu dia ambil perlengkapan untuk jalur SNMPTN di sekolah. Orang-orang yang terakhir dia temui adalah Davina Almeira, Felix Lee, Sam Hwang, Javier Lee, Peter Han, Peter Lee, Shotaro Osaki, dan Sky Kim. Para remaja bilang kalo Rachelle sempat menggoda Felix. Memang, aku akui Felix ini ganteng kak. Mukanya juga lebih dewasa, karena itu Rachelle tertarik"
"...bukannya Felix umur lima belas ya?"
"Iya, parahnya lagi, masih empat belas sekarang. Dan Rachelle tau itu, usianya udah menginjak delapan belas. Dia mendekati pedofil..."
Dasar anak jaman sekarang, tidak bisakah dia mencari laki-laki yang seumuran atau mungkin lebih tua? Grooming bukanlah hal yang dibenarkan.
"Terus?"
"Si Felix nolak lah, ngusir Rachelle mentah-mentah, kata Javier begitu, saya sempat wawancara dia secara non-resmi, karena saya itu teman kakaknya. Jadi saya tanya waktu saya main ke rumah dia."
"Emang orang tuanya gak di rumah?"
"Mungkin perjalanan bisnis, saya juga kurang tau. Tapi yang jelas, waktu itu Rachelle sendirian di rumah. Waktu Lily dan saya kesana, kondisi rumah gelap, dan tidak ada satupun jejak kecuali darah sang korban sendiri. Bisa dibilang, pembunuh ini jenius karena mematikan listrik terlebih dahulu, baru dia menjebak Rachelle."
Aku melihat kondisi mayat korban dan data milik Narendra yang diberikan padaku, mengambil gambar untuk hal-hal penting yang akan kuselidiki di rumah nanti. Untuk sekarang, melihat hasil otopsi saja lebih penting.
Kami beralih ke korban pertama. Sebenarnya kasus Georgio telah kubahas bersama Chris, namun kami masih belum menemukan klu. Mayat Rachelle dimasukkan kembali, kini beralih pada Georgio.
Aku mengamati sekujur tubuhnya tanpa tusukan dan luka, hanya lebam dan mengelupas pada bagian kepala. Namun dari leher hingga kaki tidak ada bekas luka. Memang kepala adalah bagian yang cukup fatal untuk dilukai.
"Menurut kamu, kepalanya bocor ini karena apa?"
"Yang jelas bukan tusukan. Tapi karena Georgio meninggal di sekolah, kemungkinan besar senjata yang ada di sekolah itu tongkat baseball, dan benda-benda yang nggak tajam lainnya, kak. Karena sebelum itu, ada memar banyak di bagian kepala."
"Georgio ini kapten basket," ujarku tiba-tiba tanpa konteks.
Kami terdiam sejenak dan mendadak hening. Sebelum Narendra menimbulkan bunyi antara gesekan jari tengah dan jempolnya yang dijentikkan.
"Itu dia kak, dia dilempar bola basket! Kak Sharon pinter!"
"Hah? Kok bisa sampe mati?"
"Kakak pernah kena lempar bola basket nggak? Secara ga sengaja?"
"Pernah."
"Terus gimana rasanya? Pusing?"
Aku mengangguk. Oh, aku paham sekarang. Kemungkinan besar sang pembunuh akan melemparkan bola basket dengan kencang ke kepala Georgio.
"Itu dia, dia mukulin bola basket berkali-kali ke kepala Georgio, kan bola basket itu mantul. Dan ketika dia nggak sadarkan diri, itu kesempatan dia buat bunuh karena tau Georgio gak bisa ngelawan, kak."
"Tapi memang waktu aku kesana, ada salah satu bola yang hilang. Jumlah awalnya itu sepuluh, terus tiba-tiba tinggal sembilan. Penjaga gudang juga nggak ngerti bolanya kemana," tuturku menjelaskan.
Dua kasus telah terpecahkan, kini aku tinggal mencari tersangka yang bisa bermain basket dan memiliki kemampuan motorik yang bagus.
"Naren, menurut kamu, di antara tersangka, siapa pembunuhnya?"
"Sam Hwang dan Felix Lee."
KAMU SEDANG MEMBACA
Angelic Demon
Fanfiction"Halo kak, lets play, shall we?" Davina Almeira merupakan seorang gadis yang tinggal bersama keluarganya sebagai anak tunggal. Ia tersiksa selama ini karena kedua orang tuanya memang tidak menginginkan kehadirannya. Ia akhirnya harus menerima fakta...