Felix berjalan menyusuri koridor kelas sembilan setelah mengantarkan kakaknya ke kelas. Memang setelah apa yang menimpa Georgio, rasanya tidak ada lagi yang berani mengganggu atau bahkan sekadar mendekati kakaknya. Mungkin mereka takut bernasib yang sama dengan pemuda itu. Tetapi itu tidak mengubah apa yang telah dulu mereka lakukan pada Davina kan? Perundungan tetap tidak bisa dimaafkan.
Kedatangannya di kelas disambut oleh keenam temannya, mereka tampak senang ketika Felix menginjakkan kaki ke kelas. Ia juga tak lupa memasang senyum manisnya, meski wajahnya tampak sangar. Sam menepukkan tangannya ke bangku di sebelahnya, mengisyaratkan Felix untuk segera duduk di bangku itu. Sam juga membalas senyumnya.
Pelajaran pertama mereka adalah matematika, yang guru pengampunya adalah wali kelas mereka sendiri. Beliau tampak ramah dan keibuan, tidak ada satupun teriakan yang dikeluarkan bahkan ketika kelas IIIA sangat ramai. Mungkin hanya beberapa teguran, tapi Felix tak masalah dengan itu. Merasa sudah cukup mengajar, sang guru memanfaatkan waktu yang tersisa untuk menentukan pengurus kelas yang baru karena mereka baru saja mengalami kenaikan kelas.
"Untuk sekretaris, ibu akan memilih Felix karena memiliki catatan yang indah dipandang."
Merasa terhormat, ia menunduk sembari mengembangkan senyum. Kemudian membereskan beberapa jurnal setelah sang guru meninggalkan kelas. Rak buku yang ada di meja juga ia tata sedemikian rupa agar guru pelajaran selanjutnya merasa nyaman.
Ia kemudian duduk kembali di tempat asalnya sembari menunggu jam berikutnya.
"Udah pernah jadi sekre Lix?" Celetuk Sky tiba-tiba yang menghampiri bangkunya.
"Belum, ajarin aku ya Sky," pintanya dengan tampang memelas.
"Gampang itu mah. Tugas lo cuma nyediain jurnal buat guru yang mau ngajar, nanti mereka sendiri yang ngisi kok. Oh ya, jangan lupa murid yang absen juga. Lo bisa akses buku yang lain di perpustakaan private, khusus buat sekretaris. Disana lengkap, kalo lo mau tau info tentang murid-murid di sekolah ini."
Ah, ia tidak menyangka akan mendapat informasi secepat dan semudah ini.
"Makasih ya Sky, huhu. What would I do without you?" Ujarnya terharu.
"Ah lebay lo," balasnya, kemudian mereka terkikik bersama.
Sebenarnya sejak awal ia sudah mengetahui bahwa Sky merupakan ketua kelas. Dilihat dari tampangnya yang sangat mematuhi peraturan sekolah. Dasi, sabuk, dan atribut lengkap. Rambut pendek yang rapi. Dan sikapnya yang selalu mengomeli Sam, Peter, juga Javier ketika mereka berbuat onar.
Untungnya, temannya yang sekarang ini begitu baik, jadi ia tidak memiliki masalah dengan itu. Berbeda dengan yang dahulu, jadi mengingat wisata masa lalu.
Istirahat tiba, para siswa berhamburan keluar kelas untuk mencari udara segar setelah pening seharian mendengarkan ocehan dan penjelasan guru. Tidak termasuk ketujuh laki-laki yang masih setia di tempat duduknya. Mereka benci kantin yang amat ramai, tetapi juga merasa lapar. Akhirnya memutuskan untuk menunggu sejenak agar lorong kelas tak padat dan tidak harus berdesakan.
Lima menit berlalu, inilah saat yang tepat bagi mereka untuk meluncurkan diri ke tempat penuh makanan itu. Masih tetap ramai, tetapi tidak padat dan penuh seperti biasanya. Ketujuh remaja itu langsung menghampiri Davina tanpa disuruh, gadis itu terenyuh.
Bahkan bocah SMP dapat bertingkah lebih manusiawi daripada yang lebih tua.
Dari kejauhan, Felix dapat melihat segerombol gadis-gadis yang cekikikan dan memandang Felix menggoda. Ia mengacuhkannya, fokus pada mie instan yang baru saja ia beli.
Salah satu dari mereka tampak berjalan mendekat ke arahnya, namun tak ia perdulikan. Kancingnya terbuka hingga dada, rambutnya digerai dan bergelombang pada bagian bawahnya, bersurai kecoklatan muda. Gincunya sangat merah, betul-betul tidak mencerminkan seorang siswi SMA. Tadi Felix sempat mengira ia adalah guru.
"Lo anak baru itu ya? Sayang banget dek masih SMP."
Felix masih tak menjawab.
Keenam temannya sudah merasa canggung dan berpandangan satu sama lain. Seolah mengerti perasaan temannya itu. Well, mereka sekolah lebih lama dibandingkan dengan Felix, jadi pasti sudah mengerti benar siapa saja trouble maker di sekolah itu.
"Ngapain deketin si jelek? Mending sama gue."
Telinga lelaki itu terasa panas, terdapat gejolak dalam tenggorokannya yang tak dapat ia utarakan. Ia menjalin kontak mata intens dengan gadis yang kini duduk di meja, menghadapnya, dengan rok super ketat yang juga dipangkas pendek. Sungguh, Felix tak pernah merasa se-alergi ini dengan seseorang, rasanya ia ingin menjambak rambut gadis itu hingga kulit kepalanya terkelupas. Namun pandangannya datar, tak menyimpan amarah dan dendam. Ia sebisa mungkin mengontrol ekspresi dan emosinya di depan khalayak umum.
"Kakak sadar kan saya di bawah umur? Kakak tertarik sama anak kecil? Pedofil ya?"
Kedua remaja itu menahan tawanya. Sedangkan Javier, Sam, Peter, dan Han sudah terbahak. Davina tetap diam. Memang keempat laki-laki itu terkenal frontal. Selain menertawakan jawaban Felix yang menghibur, mereka juga merasa terkikik akan ekspresi sang gadis yang mengerucutkan bibirnya.
Tak menyerah, gadis itu malah mendekati Felix, memotong jarak keduanya. Membuatnya harus menghentikan aktivitasnya. Felix tampak membisikkan sesuatu yang membuat gadis itu membelalak, tersenyum miring, dan meninggalkan mereka.
"Buset, mau lo apain anak orang Lix?"
"Ih otak kamu aja yang begitu Han, orang aku nyuruh dia pergi kok," sahutnya sambil terkekeh.
Ia terheran akan kakaknya yang terus diam selama kejadian itu. "Kenapa kak?"
"Itu Rachelle, Lixie..."
"Ohh itu orangnya? Pantes sih, what did I expect anyways."
"Dia jahatin lo ya kak?" Tanya Shotaro.
Davina mengangguk jujur, keenam remaja itu hanya menghela nafas perlahan. Jujur mereka sudah muak akan orang-orang problematik yang kerap masuk di sekolah ini.
Setelah menyelesaikan hidangannya, Davina pamit dahulu untuk kembali, dan bocah-bocah SMP itu mempersilahkan dengan hormat. Mereka sendiri juga akan balik ke kelas walau waktu istirahat masih tersisa sepuluh menit.
Felix menyenggol remaja di sebelahnya. "Sky, anterin ke perpustakaan dong, aku mau pinjem buku."
Bisa tebak apa yang dilakukan Felix selanjutnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Angelic Demon
Fanfiction"Halo kak, lets play, shall we?" Davina Almeira merupakan seorang gadis yang tinggal bersama keluarganya sebagai anak tunggal. Ia tersiksa selama ini karena kedua orang tuanya memang tidak menginginkan kehadirannya. Ia akhirnya harus menerima fakta...