21; Artikel

680 94 1
                                    

Dan dengan begitu, Davina menetapkan bahwa ia harus benar-benar menyelidiki seluk beluk adik tirinya sendiri. Kalau memang Felix seperti apa yang disampaikan oleh Regina, maka dengan begitu berat hati ia akan memasukkan saudaranya sendiri ke dalam rumah sakit jiwa untuk mendapat pengobatan lebih jauh mengenai 'penyakit' yang ia derita.

Setelah kejadian tadi malam, Felix bungkam soal dirinya yang beralasan mengerjakan tugas di rumah Regina, wajah lelaki itu masih saja berbunga-bunga, sepertinya afeksi fisik benar-benar memberi pengaruh yang cukup besar untuknya. Lagi pula, mengecup kening yang lebih muda sebetulnya tak masuk dalam rencananya, entah, ia melakukannya secara spontanitas.

"Pagi kakak sayang, Felix udah bikinin cookies, mau nggak?"

Ia menyibakkan selimutnya begitu mendengar suara yang menyapa indra pendengarannya. Tunggu, sudah pagi? Bukannya ia seharusnya ada saat ayah ibunya telah sampai di rumah? Mengapa Felix membiarkannya tertidur sampai pagi?

Benar saja, sinar sang fajar menggelitik kedua netranya begitu ia bangkit dari tempat tidur. Tampak adiknya yang kini menggenggam piring putih beserta dengan segelas susu, lantas lelaki itu meletakkan keduanya pada meja kecil milik Davina. Ia menyentuh kening sang gadis, wajahnya mengernyit.

"Badan kakak panas banget, kakak sakit ya?"

"L-Lixie, mama sama papa kemana?"

"Loh? Kakak nggak dikabarin? Semalem papa sama mama chat ke Felix kalau mereka masih harus ke klinik luar kota sampe dua minggu. Kurang lebih setelah kita ujian akhir, habis ini kan ya kak? Aduh, Felix nggak sabar jadi anak SMA."

Paras senangnya di pagi hari cukup untuk membuat dada Davina menghangat seketika, ia lalu meletakkan punggung tangannya pada dahinya sendiri. Benar saja, suhu tubuhnya sangat tinggi, entah ada apa. Padahal, tadi malam badannya baik-baik saja.

"Kakak nggak usah masuk aja hari ini, aku bikinin surat."

"Jangan, nanti aku-"

"Ketinggalan pelajaran? Kesehatan kakak itu yang utama. Aku nggak mau kakak sampe kenapa-kenapa, apalagi cuma demi ngejar pelajaran. Aku bakal bikin surat izin setelah ini, tugasnya kakak yang hari ini dikumpulin apa aja? Biar aku kasih ke gurunya. Kalo masalah project atau tugas buat nanti bisa aku tanyain ke Sam atau Sky, relasi mereka banyak, terutama senior-senior," ujarnya panjang lebar.

"Nggak masuk aja ya kak? Kalau dipaksai bisa tambah parah loh..." lanjutnya lagi, masih berusaha meyakinkan agar kakaknya beristirahat saja di rumah.

Merasa kalah dan tak ada pilihan lain, yang lebih tua akhirnya mengangguk patuh. Raganya terasa begitu remuk saat ia mencoba berjalan, kepalanya pening, ia rasa tidak masuk sekolah adalah hal yang tepat untuk dilakukan.

Ditambah lagi, ia bisa melakukan misinya.

Akhirnya, yang ditunggu-tunggu tiba. Adiknya telah berpamitan padanya untuk berangkat sekolah. Tak ada rasa curiga yang mendominasi pada yang lebih muda, ia juga melangkahkan kaki keluar dari rumah dengan ceria.

Yah, meski tubuhnya tidak sedang suportif saat ini, namun apa yang menjadi kewajibannya akan tetap ia lakukan. Kakinya bergerak menuju kamar Felix, aroma kue tentu saja masih menyeruak dalam indra penciumannya. Netranya mengedar ke segala arah, jaga-jaga agar CCTV yang akan memantau kegiatannya, namun ia tak dapat menemukannya. Syukurlah.

Sebagai awalan, ia membuka laci tiga tingkat berwarna-warni itu, tak ada yang aneh kecuali buku harian yang ia buka kala itu.

Bulu kuduknya merinding seketika.

Ternyata benar, Felix lah yang membunuh mereka semua

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ternyata benar, Felix lah yang membunuh mereka semua.

Tubuhnya jatuh terduduk, betisnya tak lagi dapat menopang berat badannya, mulutnya menganga, tangannya masih menggenggam buku yang kini ia buka. Lantas, atas dasar apa yang lebih muda melakukan semua itu? Bukankah berlebihan jika melakukan itu hanya untuk membela Davina? Untuk seseorang yang baru saja dikenalnya? Yang lebih muda rela untuk mengorbankan orang lain demi dirinya.

Seorang psikopat yang sedang tinggal bersamanya bahkan mencintainya lebih dari siapa pun, termasuk orang tuanya sendiri.  

Ia lalu mencoba untuk membongkar seluruh folder dan benda apa saja yang dapat ia temukan sebagai petunjuk. Sial, Felix terlalu pintar untuk menyembunyikan semuanya. Untung saja laci-laci itu tak dikunci, ia akan menghabiskan waktu lama hanya untuk mencari kunci pembuka laci. 

Gadis itu sempat memotret lembar halaman buku itu, tak memiliki nyali untuk merobeknya. Ia kemudian membalik buku tersebut. Pada bagian bawah, terdapat cetakan kecil timbul yang bertekstur ketika ia raba. 

Jl. Rosemary Boulevard, Rosecliff. 

Nama jalan tersebut terdengar sangat mewah di telinganya, dan ia sama sekali belum pernah mendengar nama itu masuk di indra pendengarannya. Karena rasa penasaran yang terus menjalari pikirannya, ia memutuskan untuk menyalakan komputer itu kembali, yang semalam ia gunakan untuk searching. 

Jari-jemarinya dengan gemar memasukkan huruf-huruf itu ke dalam bar pencarian, tak butuh waktu lama untuk memunculkan beberapa hasil yang ia cari. Sejauh yang ia lihat kini, jalan tersebut dipenuhi oleh mansion dan rumah mewah, sepertinya memang merupakan  kompleks perumahan orang-orang berada. 

Tunggu, mengapa Felix memiliki buku yang berasal dan dicetak dari sana? 

Ini tidak benar. 

Ia beralih yang semula ke menu 'gambar' kini berpindah pada 'all' yang meampilkan semua artikel mengenai Jalan Rosemary Boulevard di kota Rosecliff. Terdapat satu artikel yang membuat netranya menetap; 'Keluarga Lee hilang secara misterius? Dimana keberadaan mereka? Serta anak laki-laki Lee yang divonis memiliki gejala jiwa!' Tangannya secara otomatis bergerak pada tautan berita yang diposting dua tahun lalu itu. Netranya berpindah dari kalimat ke kalimat demi menuntaskan rasa penasarannya. dan Demi Tuhan, ia rasanya disambar oleh ribuan petir hari ini. 

Seperti yang kita ketahui, keluarga Lee; Owen, Anastasia, dan Olivia, merupakan keluarga dengan jumlah kekayaan paling banyak di antara Penduduk Rosecliff, itu tak membuat kepala keluarga, Owen, merasa sombong dan tinggi hati, pria itu malah sering membagikan hartanya kepada yang lebih membutuhkan. 

Satu tahun yang lalu, telah diberitakan bahwa Keluarga Lee hilang secara misterius tanpa jejak, folder, kartu nama dan keluarga, berkas-berkas kelahiran, semuanya tak tertinggal di sana. Anehnya, kendaraan pribadi mereka masih ada pada rumah megah itu. Ke mana sebenarnya mereka? 

Namun, telah terkuak bahwa ternyata Keluarga Lee memiliki satu anak laki-laki yang disembunyikan keberadaannya. Tidak ada yang tahu mengenai lelaki itu! Dikabarkan bahwa anak laki-laki tersebut memiliki gejala jiwa, sehingga Owen Lee malu untuk mengakuinya sebagai anak. 

Berita ini terus simpang siur, beberapa mengatakan bahwa Owen Lee sangat menyayangi anak tersebut hingga tak rela jika anak kesayangannya harus keluar dan menemui orang lain. Yang mana yang benar? Entah lah. Stay tune untuk berita selanjutnya ya!

Angelic DemonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang